Abang Pucuk

Bangcuk, abang pucuk. Tanda varitas M-70 sudah mulai berisi bulir padi. Foto: Bilal.

SEPUTARGK.ID – “Abang pucuk” itu istilah yang biasa kami gunakan. Ya, kami para petani pinggiran Gunungkidul, tepatnya di Kapanewon Nglipar bagian utara.

Padi yang saya tanam ini varietas M-70, niatnya bisa panen cepat. Karena untuk sawah tadah hujan seperti yang saya garap ini harus dipaksa agar bisa panen 2 kali setahun.

Bacaan Lainnya

Dengan menggarap 2 bidang sawah dengan luas total 1 hektar, harapan kami bisa mencukupi kebutuhan pangan keluarga serta untuk “jagan umum sanak” sepanjang tahun.

Varietas yang kami tanam ini tergolong padi hybrida. Ciri khasnya berbatang pendek dengan masa panen lebih pendek. Risiko yang saya terima untuk panenan kali ini belum terbaca dengan jelas. Boleh dikatakan varitas ini tahan hama, namun ulen padinya tak se-panjang varietas lain yang lebih lama masa panennya.

Sebagai peebandingan, di lahan yang sama, saya tanami 2 varietas yaitu M-70 dan Cintanur. Ternyata si M-70 saat ini memasuki fase “bangcuk” (tua di ujung), sedangkan Cintanur baru mendekati masa “meteng” (bakal bunga dalam batang belum keluar).

Untuk musim tanam mendatang, karena musim tanamnya di penghujung musim hujan (MH-2), maka saya sudah membuat semaian (2 hari yang lalu) varietas M-70 lagi.

Bertani di lahan terasering Desa Pilangrejo Nlipar. Foto: Bilal.

Harga benih varitas M-70 per 5kg dulu Rp 80 ribu, sekarang sudah naik menjadi Rp 100 ribu. Untuk pemupukan, kami pakai masih kombinasi organik – kimia, dengan catatan dominan di organik.

Pengalaman saya, menuju pertanian organik 100% itu memang masih terasa berat, namun boleh dikatakan dikatakan perbandingan untuk tahun ini sudah berada di posisi 80:20 dominan organik.

Semoga kelak secepatnya sudah bisa murni organik, sehingga biaya pertanian semakin murah, hasil pun tetap melimpah.

Salam tangguh, subur makmur loh jinawi.

***

Facebook Comments Box

Pos terkait