Aloon-aloon Wonosari pada Tahun 1930-an

Kapan Alun-Alun Wonosari dibangun? Siapa penggagasnya? Siapa pembangunnya? Sampai saat ini belum diketahui keterangan secara terinci. Namun, alun-alun Wonosari ternyata sudah muncul dalam gambar peta Jawatan Topografi Hindia Belanda edisi tahun 1932.

Alun-alun menjadi penanda ruang publik perkotaan Wonosari pada waktu itu. Ejaannya tertulis “aloon-aloon”. Cara penulisan “aloon-aloon” sampai saat ini masih dijumpai di beberapa wilayah di Jawa Timur bagian selatan, seperti: Aloon-aloon Blitar, Aloon-aloon Kediri, Aloon-aloon Tulung Agung, dan beberapa kabupaten lainnya.

Tempat bernama Aloon-aloon di Wonosari ini sama persis lokasinya sebagaimana alun-alun Wonosari saat ini. Bedanya, dulu belum ada kantor bupati, perkantoran dan fasilitas publik di sebelah utara dan barat.

Peta lawas tersebut juga menunjukkan, alun-alun menjadi tanda memasuki pusat kota Wonosari dari arah barat. Berbagai fasilitas perkotaan yang ada pada waktu itu berada di sebelah timur alun-alun. Fasilitas perkotaan dan jaringan jalan pada waktu itu tampak mirip dengan fasilitas yang ada saat ini. Ada perubahan beberapa bangunan di sana-sini.

Beberapa bangunan penting dan fasilitas perkotaan yang tergambar di peta waktu itu adalah: 1. Hospitaal atau rumah sakit, yang berada di eks markas Kodim (sebelah timur kantor PLN saat ini, sekarang dimanfaatkan buat warung bakso dan gerai cuci mobil). 2. Gevangenis atau penjara, ternyata posisinya ada di sebelah timur alun-alun (kira-kira sekarang menjadi kantor BRI dan rumah dinas bupati). 3. Pasanggrahan, mungkin ini maksudnya rumah tinggal pejabat atau rumah untuk tamu pejabat kabupaten, lokasi saat ini kira-kira di kantor Bappeda atau eks sekolah SPG jaman dulu). 4. Sekolah untuk kaum pribumi atau 2e Inlander School (Sekolah Angka 2), lokasinya saat ini menjadi SD I Wonosari dan SD V Wonosari (jadi teringat, ini dulu SD paporit bro!!!).

Ke arah sebelah timur. Kompleks bangunan yang sekarang disebut Bangsal Sewakapraja layoutnya nampak nggak berubah dari kondisi yang tertera di peta tahun 1932-an. Ada tulisan “R” di peta tersebut, namun di legenda peta tidak ada penjelasannya. Saya menebak sebagai Regent/Regense (Bupati atau tempat bupati berkantor). Jalan masuk di depan kantor bupati waktu itu serupa dengan jalan saat ini. Bedanya di pertigaan depan pasar, jalan yang membujur timur-barat tidak lurus tetapi menyudut ke arah utara.

Di sebelah barat pertigaan depan pasar tersebut ada notasi tempat bernama Zoutpakhuis (nomor 6), yang berarti Gudang Garam. Saya teringat, dulu era 80-an masih ada parkiran pit onthel bernama Gudang Garam. Tempatnya di sebelah barat Bank Pasar (sekarang menjadi Bank Dagang Gunungkidul). Untuk tempat yang sekarang dikenal sebagai Kantor Telkom, terlihat di peta tahun 1932 bernama Telefoonkantoor (notasi nomor 7). Di sekitar lokasi yang sekarang menjadi Pasar Argosari, ternyata dulu ada tempat yang bernama Pandhuis atau Rumah Gadai (nomor 8). Sekarang Kantor Pegadaian berada di selatan alun-alun.

Ke arah timur lagi, Kantor Polisi di Baleharjo dahulu ternyata menjadi Kazerne Veldpolitie atau Kantor dan Asrama Polisi Lapangan. Kemudian ada tempat bernama Abbatoir di sekitar selatan pertigaan Toko Amigo saat ini. Abbatoir ini ternyata Rumah Potong Hewan.

Untuk fasilitas pendidikan yang terlihat pada peta tahun 1932 ada 2, yaitu: Sekolah Bumiputera atau Sekolah Angka 2 tadi dan ada Zendingschool (sekarang tempatnya menjadi SMP Bopkri Wonosari).Nampaknya pada jaman tersebut baru ada 2 sekolah formal di pusat perkotaan Wonosari.

Di Wonosari dahulu ternyata ada temat bernama Opiumverkoopplaats. Terjemahannya adalah Rumah Penjualan Opium. Wah…. ternyata dulu ada tempat penjualan opium ya? Apakah dulu dijual bebas? Saya menelisik referensi lainnya, ternyata pada jaman tersebut opium menjadi komoditas yang diperdagangkan bebas dengan kontrol ketat. Penjualnya dahulu disebut sebagai Mantri Candu. Saya juga jadi teringat kisah yang termuat dalam buku Para Priyayi karangan Umar Kayam. Di sana ada tokoh mantri candu yang menjadi bagian dari kalangan priyayi yang tajir dari hasil penjualan komoditas terbatas, namun barang tersebut ternyata sangat dicari penduduk kaya untuk “bersenang-senang”.

Permukiman desa Wonosari waktu itu nampaknya merupakan blok permukiman yang diarsir hijau lumut muda yang berada di timur alun-alun dibelah poros jalan raya Gading – Wonosari – Semanu. Tertulis huruf Wonosari yang tebal dan di lingkup permukiman itu tertulis huruf lebih kecil: Wonosari di selatan jalan raya, dan di utara jalan raya tertulis Branang dan Ngawarawar. Nampaknya ini nama subwilayah dari Wonosari waktu itu. Nama Dusun Branang masih ada sampai saat ini, nama Ngawarawar kemungkinan menjadi dusun Tawarsari sekarang ini.

Wilayah Kepek, Djeroek, Besole, Mokol, dan Selang nampaknya menjadi perdesaan yang menjadi kawasan penyangga pusat kota Wonosari waktu itu. Di bawah Kepek ada nama tempat Kepoeh, Tjangkring, Alasombo, dan Karangkowang. Kemudian ada permukiman yang terpisah di selatannya bernama Seneng, Besari, dan Boeloeredjo. Di sekitar Besole ada tempat bernama Asemwajang, Gedangan, dan Bengkeling.

Nampaknya, kawasan perdesaan di sekeliling Wonosari yang pada jaman dulu masih terpisah atau dipisahkan bulak atau alas pada saat ini sudah menyatu dan menjadi wilayah perkotaan Wonosari. Wilayah perkotaan Wonosari sudah melebar tidak hanya terbatas pada desa/permukiman Wonosari saja, tetapi melingkupi Kepek, Jeruk, Besole, Baleharjo, Selang, Karangrejek, dan desa-desa lain yang mengelilinginya.

Referensi peta: Djava

Loading

Facebook Comments Box
Spread the love