Apa Itu Terapi Perilaku Kognitif dan Apa Manfaatnya?

Terapi perilaku kognitif. Dok: ist.

SEPUTARGK.ID – Apabila kita mengalami gangguan kesehatan seperti tekanan darah tinggi, sesak napas, atau patah tulang, apa yang akan kita lakukan? Pasti kita akan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan dan mengakses bantuan dari tenaga kesehatan profesional.

Nah, bagaimana jika kita merasakan gangguan yang sifatnya psikologis? Apakah kita akan segera mengakses tenaga kesehatan mental profesional seperti psikolog, konselor, atau psikiater? Sayangnya, pergi mencari bantuan profesional ketika menghadapi gangguan psikologis masih sering menjadi momok yang menakutkan dan amat sangat dihindari.

Bacaan Lainnya

Ya, karena menemui psikolog atau psikiater kerap dikaitkan dengan gangguan jiwa yang masih dianggap sebagai aib di tengah masyarakat. Maka dari itu, sebenarnya tak ada alasan untuk melekatkan tabu atau aib besar ketika menghadapi masalah kesehatan mental, karena tidak ada kesehatan yang paripurna tanpa kesehatan mental.

Jika kita memiliki keluhan yang berkaitan dengan kondisi psikologis dan mental kita seperti ketakutan terhadap sesuatu (phobia) atau gangguan tidur (insomnia), salah satu metode yang diterapkan tenaga kesehatan mental profesional adalah terapi kognitif dan perilaku (CBT).Terapi ini adalah gabungan dari psikoterapi dan terapi perilaku yang dijalankan dengan cara konseling. Tujuan utamanya adalah mengubah pola pikir atau perilaku yang menyebabkan berbagai masalah dalam hidup seseorang.

Beda Terapi Perilaku Kogitif dengan Terapi Lainnya

Psikoterapi menitikberatkan pola pikir yang terbentuk semasa kita masih masa tumbuh kembang anak-remaja-pemuda. Sementara itu, terapi perilaku kognitif berfokus pada hubungan antara masalah, pola pikir, dan perilaku kita. CBT menggabungkan teknik dari kedua terapi tersebut.

Jika dibandingkan dengan terapi lainnya, CBT memiliki beberapa keunggulan antara lain:

  • CBT akan fokus pada satu masalah tertentu dalam hidup Anda sehingga Anda tidak akan dipusingkan oleh masalah dan keluhan lainnya
  • Sangat terstruktur karena Anda tidak perlu menjelaskan seluruh rincian hidup Anda sejak masa lalu, Anda hanya perlu membahas satu masalah saja yang ingin diselesaikan saat ini
  • Anda dan terapis Anda bisa menentukan satu tujuan yang sangat spesifik untuk dicapai setelah terapi selesai
  • CBT adalah terapi yang bersifat terbuka di mana Anda dan terapis bisa mendiskusikan jalan yang terbaik tanpa dipaksa dan dicekoki saran dari terapis yang tidak sesuai dengan diri Anda
  • CBT biasanya tidak memakan waktu terlalu banyak, dalam 10 sampai 20 kali pertemuan Anda diharapkan sudah menunjukkan kemajuan yang berarti

Siapa yang Bisa Menjalani CBT?

CBT adalah terapi yang telah terbukti manjur mengatasi berbagai masalah. Keluhan yang biasanya bisa diselesaikan dengan CBT antara lain fobia; gangguan makan seperti anoreksia dan bulimia; insomnia; ketergantungan terhadap alkohol, rokok, dan obat-obatan; post-traumatic stress disorder (PTSD), obsesif-kompulsif; depresi; cemas; serta trauma psikologis karena kekerasan atau pelecehan seksual.Terapi ini bisa dijalani oleh anak-anak maupun orang dewasa. Namun, sebaiknya kita merujuk pada terapis yang sudah terbiasa menghadapi klien anak-anak jika kita akan mengajak anak untuk ikut CBT.

Bagaimana Cara Kerja CBT?

Pada sesi terapi kognitif dan perilaku, kita akan diminta untuk membuka diri dan bercerita tentang keluhan kita pada terapis. Jangan khawatir untuk menceritakan masalah kita karena terapis yang menangani kita pasti menjaga prinsip kerahasiaan dan tidak akan menghakimi kita.

Untuk memahami seperti apa cara kerja CBT, perhatikan langkah-langkahnya berikut ini.

1. Mendeteksi Masalah

Pada awal terapi, kita akan diminta untuk menceritakan keluhan yang dialami. Keluhan tersebut bisa berupa kecanduan alkohol, insomnia, kegagalan dalam membina hubungan, atau amarah yang meledak-ledak. Di tahap ini kitaa dan terapis akan sama-sama menentukan akar masalah yang ingin diselesaikan serta tujuan akhir yang ingin dicapai.

2. Menyadari perasaan dan pikiran yang muncul

Setelah kita mendeteksi masalah yang dihadapi, kita akan diminta untuk menceritakan apa yang kita rasakan atau pikirkan ketika masalah tersebut muncul. Misalnya kita akan merasa lega atau lebih ringan kalau mabuk minuman alkohol semalaman. Kita percaya bahwa minuman beralkohol bisa membantu kita melupakan masalah dan mengusir stres. Biasanya terapis akan menganjurkan kita untuk mencatat perasaan-perasaan dan pikiran yang muncul tersebut dalam buku harian atau jurnal.

3. Mengelola pola pikir yang salah atau negatif

Untuk membantu kita menyadari bahwa ada yang salah dengan pola pikir kita, terapis akan meminta kita untuk membandingkan dengan situasi yang berbeda. Pada tahap ini kita harus benar-benar memerhatikan reaksi fisik, emosional, dan psikologis yang muncul ketika kita sedang tidak dipicu oleh masalah yang muncul (dalam kondisi normal).

4. Membentuk kembali pola pikir yang salah atau negatif

Pada tahap akhir CBT adalah yang paling sulit. Kita akan diminta untuk mengevaluasi apakah pola pikir dan cara pandang kita terhadap suatu kondisi didasarkan oleh akal sehat, atau justru oleh pandangan yang keliru. Kita harus benar-benar memahami bahwa selama ini pola pikir kita keliru. Misalnya kita kecanduan alkohol, kita akan dituntun untuk menyadari bahwa alkohol bukanlah jawaban dari tekanan yang kita hadapi setiap hari.

Pola pikir kita yang lebih baik akan secara terus-menerus ditanamkan dengan bantuan terapis. Kita pun akan bisa mengendalikan proses kognitif dan perilaku kita ketika masalah muncul.

***

Referensi: Hellosehat.com

Facebook Comments Box

Pos terkait