Atap Itu Ambrol Apa Karena Nggak Sesuai Spek?

Sebelumnya saya menyampaikan rasa duka mendalam kepada para anak-anak dan orang tua siswa yang menjadi korban kejadian ambrolnya atap gedung sekolah dasar di Desa Bogor Playen Gunungkidul. Duka mendalam saya haturkan kepada keluarga ananda Fauzi Ajitama siswa kelas VI yang berpulang ke haribaanNya setelah sehari dirawat intensif di RSUD karena kejadian tersebut. Nak, berpulanglah dengan damai, sowan Gusti neng kaswargan jati! Doa terbaik lekas sembuh teriring juga bagi ananda-ananda lainnya yang sedang dirawat dan menderita trauma fisik dan psikis karena kejadian yang tak dinyana ini.

Anak saya awal tahun ini barusan selesai sekolah. Jadi, saya turut merasakan bagaimana orang tua selalu berharap, bahwa melepas anaknya bersekolah akan mendapatkan ilmu dan proses pendewasaan. Bukan sebaliknya, sebuah musibah yang sama sekali tak disangka-sangka. Ini menjadi perkabungan bagi seluruh warga.

Beberapa media online Gunungkidul mewartakan berita dengan menyitir pendapat beberapa pihak. Bahwa atap baja ringan yang “tidak sesuai SPEK”. ditengarai sebagai biang keladi ambrolnya atap sekolah tersebut. Perbincangan di lini medsos pun ramai terkait: “spek”, “spesifikasi”, “tidak sesuai spek”. Sementara belum ada pernyataan resmi dari pihak sekolah, komite sekolah, dinas terkait, ataupun kepolisian setempat.

Jan-jane makhluk atau benda seperti apa to “SPEK” atau “SPESISIKASI” itu? Sehingga gegara atap baja ringan tidak sesuai spek itu disinyalir ambrol. Saya sendiri tidak tahu bagaimana spesifikasi (lengkapnya Spesifikasi Teknis) bangunan gedung tersebut. Lha apa iya karena material baja ringan untuk rangka atap gedung itu tidak memenuhi spek? Secara logika, tentunya sang pemilik bangunan, perancang desain, pelaksana pembangunan, dan pengawas bangunan adalah para pihak yang mengetahui karakteristik bangunan tersebut. Karena mereka adalah para pihak yang paling berkompeten perihal bagaimana bangunan tersebut sejak proses perancangan, pembangunan, dan penggunaannya sampai hari-H kejadian yang tak disangka-sangka tersebut.

Lantas, apa iya atap baja ringan tersebut ambrol karena tidak sesuai SPEK seperti rumor yang disinyalir banyak pihak? Mungkin ada yang berpendapat, “Sudah pastilah. Ini pemborong atau pelaksananya yang salah. Karena tidak sesuai spek, pengen ngirit bahan, pengen bathi luwih akeh, dst-dst”. Lantas, apa baja ringan memang tidak tidak cocok untuk atap gedung di bangunan sekolah itu?

Menyalahkan salah satu pihak dalam hal ini pelaksana atau pemborong adalah hal yang jamak terjadi. Lha, tidak ada memang pihak yang melarang untuk menyalahkan, menengarai, blaming atau sekadar suka atau tidak suka. Namun, ada baiknya kita telusuri kemungkinan permasalahan lainnya, agar tidak terjebak pada kerangka sekadar “tidak sesuai SPEK” ini. Lha mengapa?

Apakah material baja ringan yang dipakai tidak sesuai spek atau tidak memenuhi spek? Sebagai orang luar, kita sama sekali tidak tahu masalah yang sebenarnya. Pemborong atau pelaksana yang professional tentu tidak akan berani bermain-main sengaja melanggar Spek. Belum lagi ada pengawas yang menjaga mutu dan kuantitas pekerjaan. Semisal, rangka atap baja ringan yang sudah terpasang itu memenuhi persyaratan dan ketentuan dalam dokumen Spek, apa kita masih akan mengatakan bangunan itu tidak sesuai Spek?

Yang perlu kita telusuri lebih lanjut adalah, bagaimana Spek atau Spesifikasi Teknis itu dirancang oleh perencana dan disetujui oleh pemilik pekerjaan. Spek atau spesifikasi teknis disusun oleh perencana yang profesional mesti harus klop atau sinkron dengan rancangan desainnya.

Untuk kasus keruntuhan atap gedung ini, saat perencana membuat rancangan desain yang terwujud dalam gambar desain dan tentunya sudah sudah disertai itung-itungan yang disebut analisis struktur rangka atap. Karena itu, dalam kasus ini pertama kali yang harus dicari adalah dokumen analisis struktunya. Gambar struktur rangka atap sesuai tidak dengan analisis strukturnya? Kemudian, dokumen Spek itu cocok tidak dengan analisis struktur dan gambar rancangan desainnya. Jika tidak cocok, maka kita tidak akan pernah mendapatkan gambaran bagaimana risiko keselamatan atap bangunan tersebut.

Analisis struktur (rangka atap) pada dasarnya merupakan model matematis yang menggambarkan keamanan struktur desain rangka atap terhadap berbagai pembebanan dan momen torsi yang diterimanya. Analisis struktur yang memadai tentunya mampu memberikan simulasi bahwa rancangan desain rangka atap dan penggunaan material rangka, bentuk rangka, ukuran dan jarak-jaraknya, dan material atap yang disangganya aman terhadap berbagai simulasi pembebanan dan momen torsi yang ditimbulkannya. Pembebanan maksudnya adalah beban yang disangga struktur atap, meliputi: beban berat struktur atap itu sendiri, beban hidup, beban adanya hujan, beban angin (bisa angin samping dan angina hisap), dan seterusnya.

Lantas, apakah perancangan bangunan gedung sekolah tersebut juga telah melalui proses seperti ini? Cara paling mudah adalah melakukan checking terhadap dokumentasi perencanaan, yaitu: gambar desain, laporan analisis struktur, dokumen spesifikasi teknis, dan dokumen pelengkap lainnya yang dibuat oleh perencana. Jika dokumen-dokumen tersebut tidak ada, maka kita bisa pastikan risiko buruk yang terjadi seperti kalau kita biasa “nggampangke” atau “meremehkan” suatu masalah.

Kemudian bisa ditelusuri pula dokumen pelaksanaan pekerjaan yang dibuat oleh pelaksana, diketahui oleh pengawas, dan dilaporkan ke pemilik pekerjaan. Lalu, apakah dalam proses pelaksanaan pembangunan ada perubahan-perubahan yang dilakukan oleh pelaksana dengan atau tanpa persetujuan dari pengawas/perencana/pemilik pekerjaan?

Jika memang tidak ada perubahan yang signifikan, maka kita bisa menengarai ambrolnya atap gedung sekolah ini sebagai kejadian “kegagalan konstruksi”. Maksudnya, desain struktur atap dapat dikatakan gagal, karena strukturnya secara desain tidak mampu menopang beban yang disangga.

Peristiwa ini sekali lagi menjadi petanda keras. Mari kita tingkatkan kepedulian bahwa slogan “safety first” yang sering ditulis besar-besar pada papan penutup proyek itu mesti ter-internalisasi dalam sanubari kita semua. Mengutamakan keselamatan sejak ide itu muncul, saat proses perancangan, saat pelaksanaan, sampai dengan beroperasinya sebuah prasarana ataupun fasilitas yang dibangun. Terlebih bagi sedulur-sedulur yang berkarya di bidang pembangunan prasarana dan sarana.

Eh… bicara terkait “safety first”, saya jadi ingat saat ini baru berlangsung “proyek tamanisasi” di samping tanjakan Slumprit Bukit Patuk Gunungkidul. Saya belum paham apa maksud proyek ini dengan membabat rumpun bambu dan menebangi pepohonan yang menjadi vegetasi alamiah dinding penahan tanah pada lereng tersebut. Sebagaimana saya berharap kepada Tuhan untuk keselamatan semesta, saya juga berharap dan berusaha meyakini para insinyur handal di jajaran Pemkab GK juga telah melakukan analisis mendalam terhadap “proyek taman” di tebing rawan longsor tersebut, dan proyek-proyek prasarana umum lainnya. Semoga safety first benar-benar yang terjadi.

***

Facebook Comments Box

Pos terkait