SEPUTARGK.ID – “Itu pengunjungnya ramai tak patuh protokol kesehatan…!!” Medsos Negeri Kahyangan terharu biru oleh tayangan video dan foto yang menampilkan pengunjung yang mbludak di suatu tempat wisata kawasan pantai yang baru dibuka. Kinyis-kinyis.
Saya sempat memelototi beberapa komentar netizen, merupakan ungkapan protes sangat keras. Mereka, rata-rata, membandingkan tindakan aparat yang perlakuannya berbeda pada para pengusaha kelas pinggir jalan. Ya, jelas bisa dipahami ungkapan itu muncul karena suasananya sumpek dengan pembatasan-pembatasan kegiatan bahkan membuat semaput usaha tertentu. Eh kok mak benduduk ada tayangan yang mencengangkan.
Eh, saya tak sedang menguliti fenomena itu, sehingga jelas kepentingan antara pemodal dan pihak terkait. Saya merasa ndak kompeten. Meski tak perlu juga terkaget-kaget, lha, wong setiap praktik budaya bisa ditelusuri kaitan kepentingan dan relasi kuasanya.
Begitu pula, membahas rasa keadilan atas penegakan hukum terkait itu, wah rasanya juga tak mampu. Saya membaca berita on-line yang beredar hari ini, bahwa hal itu sudah dibahas pihak wakil rakyat dan pemerintah. Konon memang belum memenuhi aturan terkait perijinan. Kelanjutannya, ya embuh.
Besuk libur Imlek. Di sini saya hanya mencoba menafsirkan perubahan perilaku manusia di masa pandemi terkait refreshing. Ya, setidaknya objeknya diri saya sendiri.
Begini, ketika mendengar destinasi wisata baru yang ramai dikunjungi dan viral, lalu terbersit kata-kata ini dalam batin, “Ya jelas, itu menarik wong menawarkan pemandangan nan memanjakan.” Coba bayangkan, telah sepuluh bulan lebih begitu-begitu saja. Banyak porsi pekerjaan dilakukan di rumah, lihat kamar, teras, anak belajar di rumah, paling pol mengembangkan hobi memelihara tanaman hias.
Maka orang perlu sesuatu yang baru, begitu pula tempat yang baru itu menjadi jawaban akan kebutuhan. Selain itu yang menurutku menarik adalah sudut pandangnya yang baru. Jadi tak hanya soal tempat, namun sudut pandangpun diusahakan baru.
Lihat saja soal tanaman, Krokot dan Keladi pun jadi trend. Mereka dipandang dengan cara baru. Saya sampai membayangkan, rumput yang bunganya putih di lapangan yang tak kutahu namanya, suatu saat mereka akan didudukkan setara dengan mereka yang dulu juga ada di luar arena tanaman hias. Tinggal nunggu waktu saja yang pas.
Tampaknya apa-apa yang baru tak mesti mengharu biru, ada juga yang baru bisa membuat semangatmu menderu yaitu sudut pandang. Pagi ini kami sedang berupaya memraktikkan sudut pandang baru: dari atas sepeda kami memandang tanaman padi yang menguning di ladang lalu “ndherek langkung” melewati para petani yang sedang membuka bekal di pinggir jalan, juga memoto bunga liar di lapangan bola dari jarak dekat.
Ya, kadang tetap perlu tempat dan sudut pandang baru, sih.
HeHa cerdik mengambil poin itu, ia menawarkan itu, meski hari-hari ini bikin huhu hatimu. Huhuhuhu.
***