Batu Kerikil Menyangga Gaplek

Gaplek dan Jengki
Gaplek dan Jengki

Satu Buku Awal Kubaca

Buku-buku di rak.[Foto:NR]
Buku-buku di rak.[Foto:NR]
Bukankah hidupmu adalah buku-buku yang telah aku pinjam
Dengan beratus-ratus liris masa silam yang mengguncangkan dada
Rasa capek menghantui mata sehingga pulas akan membawa kepada ruang terpejam
Inilah kisah masa silam yang tertukar di tempat diriku berada

Bacaan Lainnya

Nafas-nafas panjang menghantarkan sejuta sesak
Terangkatlah naluri-naluri terbang menghalau sumbu
Dan telah engkau saksikan sebuah tangis terisak
Bersama angin dan milyaran debu

Inilah hari-hari aku membaca
Sepertiga lembar kertas lusuh
Tulisan itu memunculkan wajah berkaca-kaca
Mengembanglah sukma meluruh

Playen, 2020

Batu Kerikil Menyangga Gaplek

Gaplek dan Jengki.[Foto:NR]
Gaplek dan Jengki.[Foto:NR]
Kerikil bebatuan kapur
Lumpur melebur di atas kasur
Anak-anakku tersenyum menghitung gaplek berserakan
Putih layu tak terukur
Segenap rintik hujan warna bertabrakan

Telah melecut matahari-matahari siang mengamuk
Buncit udara-udara disoraki rindang dedaunan
Polusi-polusi menyerbu indah bukit permai
Ilalang bermanja-manja saling mengusap

Dari pojok kampung sesak baris pepohonan
Telah aku saksikan nyanyian keluh
Kertas nominal susah terjaring
Dan laba sepi mengiring

Playen, 2020

Mudik Untukmu, Ibu

Simbok yang akan memasak dhong-pace untuk anaknya.[Foto:NR]
Simbok yang akan memasak dhong-pace untuk anaknya.[Foto:NR]
Telah aku memohon perih
Dosa menggumpal menghapus kedua kaki sang ibu
Ada semacam senyum yang aku buru
Bertengger di hati sang ibu

Sempat tak sempat harus aku jenguk kaki sang ibu
Di perantauan ini langit-langit tergambar wajahmu memanggil
Berseru dan murka tangis ibu
Lalu kepada siapa aku berbisik
Sedang Tuhan pun pasti membela ibu
Di kampung sana penuh bukit
Darah mengucur pengorbanan
Yaitu aku yang terlahir

Ibu usia senja anakmu menghibur
Di pangkuanmu luas laut tak berpantai
Kalau wajahku berdarah di tahun ini
Bukan engkau tetapi aku penyandang durhaka

Bergegas aku mudik, Ibu
Inilah persembahan adabku kepadamu
Yang surga itu memanggil-memanggil namaku di puncak kecintaanmu kepadaku

Playen, 2020

Wingit

Wingitnya banyukarti, air dari sumur yang bening. Sumur yang bening dapat melahirkan manusia yang memiliki pakarti baik..[Foto:NR]
Wingitnya banyukarti, air dari sumur yang bening. Sumur yang bening dapat melahirkan manusia yang memiliki pakarti baik..[Foto:NR]
Kalau tidak karena wingit
Mengapa harus sampai di sini
Berlari mengejar menunggangi seribu bukit

Kalau tidak karena wingit
Kelapa memanggil mencahayai masa depan
Menuntun murni emas aji

Kalau tidak karena wingit
Di sini aku menulis bisu
Membaca hening
Menghitung pulung-pulung
Menunggu siapa yang jadi

Playen, 2020


[Penulis: Mashudi; seorang penulis puisi, tinggal di Kapanewon Playen]

Facebook Comments Box

Pos terkait