Berapa Jarak Minimum antara Resapan Septic Tank dan Sumur Air?

Contoh tata letak dan jarak ideal antara sumur air dan resapan septic tank. Dok: mandorayub.com
Contoh tata letak dan jarak ideal antara sumur air dan resapan septic tank. Dok: mandorayub.com

Septic tank atau beberapa orang menyebutnya dengan istilah “sapiteng” merupakan fasilitas sanitasi penting dalam setiap rumah tangga. Gencarnya program pemerintah agar tidak BAB (buang air besar) sembarangan di kali atau di pekarangan sebagai salah satu PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) tentu membutuhkan fasilitas tersebut.

Dahulu, adalah sebuah kewajaran di pojok-pojok bagian belakang pekarangan rumah ada WC atau jumbleng cemplung. Ya, secara prinsip menjadi kantong pembuangan tinja begitu saja tanpa fasilitas pengolahan anti bakteria pada air yang bisa meresap ke dalam tanah dan membuat kondisi kesehatan lingkungan memburuk. Saat ini, hampir di semua wilayah Gunungkidul, masyarakat secara berangsur-angsur telah memodifikasi WC Cemplung menjadi WC model “gulu banyak” berikut dengan instalasi septic tank-nya.

Gencarnya kesadaran memelihara kesehatan lingkungan telah diintrodusir baik lewat penyuluhan-penyuluhan langsung di masyarakat maupun lewat pelajaran di bangku sekolah. Hal ini ditandai dengan adanya pengetahuan praktis jarak aman antara resapan septic tank dengan sumur paling sedikit adalah 10 meter.

Lantas, benarkah pengetahuan praktis tersebut? Sesungguhnya ada apa dan mengapa diperlukan jarak sedemikian besar antara septic tank dengan sumur? Di masa lalu, persyaratan jarak tersebut tidak menjadi masalah, karena pada umumnya masyarakat memiliki pekarangan rumah yang masih luas. Baik WC Cemplung atau WC dengan septic tank biasanya ditempatkan ujung pekarangan jauh dari sumur sumber air bagi rumah tangga. Saat ini, luas pekarangan masing-masing rumah tangga memang berukuran minimalis. Lantas bagaimana harus mengantisipasi agar syarat jarak minimum lokasi septic tank tadi mampu dijaga agar tidak mengkontaminasi sumur sumber air bersih rumah tangga?

Pada penelitian sanitasi yang dilakukan oleh Gotaas dkk dalam Soeparman (2002), disebutkan bahwa sumber kontaminasi yang berupa tinja manusia yang ditempatkan dalam lubang dapat menembus permukaan air tanah. Sampel positif organisme coliform didapatkan pada jarak 4 sampai 6 m dari sumber kontaminasi. Daerah kontaminasi melebar ke luar sampai kira-kira 2 m pada titik yang berjarak sekitar 5 m dari jamban dan menyempit pada kira-kira 11 m.

Kontaminasi tersebut tidak bergerak melawan arah aliran air tanah. Setelah beberapa bulan, tanah sekitar jamban akan mengalami penyumbatan (clogging). Kemudian, sampel air tanah yang positif (terkontaminasi) dapat diperoleh hanya pada jarak 2-3 m dari lubang. Dengan kata lain, daerah kontaminasi tanah telah menyempit.

Disebutkan pula, bahwa pola pencemaran secara kimiawi sama bentuknya dengan pencemaran bakteriologis, hanya jarak jangkaunya lebih jauh dari sudut pandang sanitasi. Yang penting diperhatikan adalah jarak perpindahan maksimum dari bahan pencemar dan kenyataan bahwa arah perpindahan selalu searah dengan arah aliran air tanah.

Dalam penempatan sumur, harus diingat bahwa air yang berada dalam lingkaran pengaruh sumur selalu mengalir menuju sumur tersebut. Karena itu, tidak boleh ada bagian daerah kontaminasi kimiawi ataupun bakteriologis yang berada dalam jarak jangkau lingkaran pengaruh sumur (Soeparman, 2002:50).

Tindakan pencegahan pencemaran sumur gali oleh bakteri coliform, yang harus diperhatikan adalah jarak sumur dengan cubluk (kakus), lubang galian sampah, lubang galian untuk air limbah (cesspool; seepage pit) dan sumber-sumber pengotoran lainnya.

Jarak ini tergantung pada keadaan tanah dan kemiringan tanah. Pada umumnya dapat dikatakan jarak yang aman tidak kurang dari 10 meter dan diusahakan agar letaknya tidak berada di bawah tempat-tempat sumber pengotoran seperti yang disebutkan di atas (Entjang, 2000:78). Sedangkan menurut Chandra (2007:46), Sumur harus berjarak minimal 15 meter dan terletak lebih tinggi dari sumber pencemaran seperti kakus, kandang ternak, tempat sampah dan sebagainya.

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2916-1992 tentang Spesifikasi Sumur Gali untuk Sumber Air Bersih, bahwa jarak horizontal sumur ke arah hulu dari aliran air tanah atau sumber pengotoran (bidang resapan/tangki septic tank) lebih dari 11 meter. Sedangkan jarak sumur untuk komunal terhadap perumahan adalah lebih dari 50 meter.

Jarak Aman Lubang Kakus dengan Sumber Air Bersih

Pada dasarnya, jarak aman antara Lubang Kakus dengan Sumber Air Minum dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :

  1. Topografi Tanah: Topografi tanah dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah dan sudut kemiringan tanah.
  2. Faktor Hidrologi: yang termasuk dalam faktor hidrologi antara lain Kedalaman air tanah, Arah dan kecepatan aliran tanah, Lapisan tanah yang berbatu dan berpasir. Pada lapisan jenis ini diperlukan jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan jarak yang diperlukan untuk daerah yang lapisan tanahnya terbentuk dari tanah liat.
  3. Faktor Meteorologi: di daerah yang curah hujannya tinggi, jarak sumur harus lebih jauh dari kakus.
  4. Jenis Mikroorganisme: Karakteristik beberapa mikroarganisme ini antra lain dapat disebutkan bahwa bakteri patogen lebih tahan pada tanah basah dan lembab. Cacing dapat bertahan pada tanah yang lembab dan basah selama 5 bulan, sedangkan pada tanah yang kering dapat bertahan selam 1 bulan.
  5. Faktor Kebudayaan: Terdapat kebiasaan masyarakat yang membuat sumur tanpa dilengkapi dengan dinding sumur.
  6. Frekuensi Pemompaan: Akibat makin banyaknya air sumur yang diambil untuk keperluan orang banyak, laju aliran tanah menjadi lebih cepat untuk mengisi kekosongan.

Sumber Bacaan:

  • Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit EGC
  • Entjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti
  • Soeparman dan Suparmin. 2002. Pembuangan Tinja & Limbah Cair (Suatu Pengantar). Jakarta: Penerbit EGC
Facebook Comments Box

Pos terkait