Di Mana Kita: Kumpulan Puisi

DI MANA KITA

Pagar bambu
Dinding bambu
Larik jagung tersenyum lugu
Membaca sua nan lalu

Bacaan Lainnya

Mata lalu membaca teduh
Mengemas angin dan pohon tak memaksa tumbuh
Tanah kelahiran tak ada gaduh
Nriman di garba Ibu Bumi
Bercocok harum ladang suci

Kotaku anak dusun tua
Si Penggembala menenteng seruling
Berteduh di bawah pohon beringin
Kerbau jinak menggendong senyum
Muka ikhlas memancar dari bening mata anak-anak

Esok jua mempertemukan kembali
Di latar sempit halaman terhimpit
Risau ambisi para haus

Lihat pula gedung-gedung berbaris
Mencengkeram angin menadah terik
Lolong anjing malam punah
Di makan apa hilang ke mana
Tertidur silam yang bisu
Telah lahir ramai gemuruh jaman

Wonosari, 2020

MAJU KE BELAKANG
MUNDUR KE DEPAN

Aku mendengar tutur lembut itu telah hilang entah ke mana
Dibawa makhluk macam apa tak ada yang mengerti
Buku catatan harian tamat tanpa riwayat

Aku melihat air tak lagi bening
Entah apa yang menyebabkan keruh
Akar semakin sukar menjalar
Kayu semakin cepat rapuh melumpuh

Aku merasakan batinmu menangis tua
Waktu yang megah tak segagah kaki melangkah
Nikmatnya nasi tak senikmat thiwul mudamu
Ke mana terkubur masa silam dengan kepergian tanpa salam

2020

SIAPAKAH ANAK-ANAK ITU

Senja telah membakarku dengan melihat anak-anak bermain game dahsyat dan melupakan gobak-sodor
Senja telah membakarku dengan melihat anak-anak melototi tv dan melupakan sepak-sepung
Senja telah membakarku dengan melihat anak-anak sibuk dengan handphone dan melupakan ganepo

Pengamatanku menyita usia
Hingga merampas senja yang telah dimakan malam

2020

KINI

Di pinggir jalan itu dulu gubuk reyot berdiri dengan lesunya
Kini losmen megah tempat kekasihku tidur dengan selingkuhannya

Di pinggir jalan itu dulu bapak-bapak dengan setia merawat tanaman tebu suburnya
Kini rumah makan mewah dengan harga menu melangit telah disajikannya

Di pinggir jalan itu dulu tobong gamping dengan puluhan karyawan yang telah mencari nafkah untuk keluarganya
Kini berdiri Supermarket megah dengan bangunan kaca menantang matahari yang di dalamnya tak ada ruang untuk tawar menawar

2020

 


 

[Mashudi adalah penulis puisi kelahiran Gunungkidul 1982 dan tinggal di Gunungkidul. Karya-karyanya pernah dimuat di berbagai media, di antaranya: Tutur Sang Ayah (Majalah Nasima Merah Putih Semarang), Jenguk Aku (Media Online Puisipedia), Ranti, Siang Itu, Rahasia (Media Online Apajake). Hingga kini Mashudi masih menuangkan isi pena di sela-sela kesibukannya.

Facebook Comments Box

Pos terkait