Gigiku Tanggal Tiga

Gigi tanggal. Dok: ist.

Aku mau cerita. Gigiku tanggal tiga. Dua gigi geraham atas dan satu gigi geraham bawah. Gigi geraham bagian bawah kiri tanggal lebih dulu. Peristiwa kurang lebih dua tahun lalu. Keroposnya horisontal bukan vertikal.

“Menyikat gigi jangan digergaji!,” begitu kata dokter yang kutanya tentang penyebab saat periksa pertama gigi ini. Akibat salah menggosok gigi dengan sikat terlalu kasar, dan arah sikatan bak memotong pohon. Akhirnya gigi itu patah separo, sedangkan akarnya masih tertancap kuat.
Sebenarnya kejadian itu tak menimbulkan rasa sakit, dan rencananya kubiarkan saja namun gusi mulai menutupinya. Nah, ini bahaya. Suatu hari kukonsultasikan ke dokter gigi, lalu ia menyarankan yang tertinggal harus dilepaskan. Bahkan dokter muda itu memberikan rujukan ke rumah sakit, demi tindakan yang aman. Singkat cerita semua bisa terlewarkan dengan aman. Akar gigi geraham bagian bawah akhirnya tanggal.
Semula kejadian itu memancing rasa malu. Terasa seperti ada ketuaan bin keompongan yang menghantui. “Ah, kupasang gigi palsu saja…” pikirku menjinakkan resah. Gigi palsu seharga 800 ribu sudah ada di saku. Bisa dipasang dan dicopot untuk dibersihkan plus disimpan saja bila perlu. Hari berlalu, akhirnya gigi palsu itu hanya tersimpan di kotak tak laku.
Cerita gigi geraham atas berbeda. Satu gigi kanan tumbang gara-gara makanan. Giginya utuh namun tak mengakar dengan kuat. Kisahnya, suatu hari, saat mengikuti satu kegiatan dari pagi sampai malam, aku kelaparan. Malam tiba pukul 20.00 WIB baru terjadwal makan malam. Aku bergegas mengambil piring, nasi kucentong agak dalam, dan potongan ayam kampung kuambik dengan cekatan. Setelah duduk dan berdoa sangat singkat, segera kuraih ayam dan secepat kilap mangap dan mencaploknya.
‘Penenengggg’. Jebul ayamnya alot bak karet mentah. Tak perlu dibayangkan ketika beradu dengan gigi yang lemah iman. “Biyungalaah” gigi goyang bak rumah terkena gempa.
Hari berikutnya pipi bengkak seakan balon mau meledak. “Pak, kalau menyikat gigi searah saja dari gusi ke gigi ya… ” saran bu dokter meredakan duka lara sebelum tega mengambil gigi utuhku itu. Kira-kira setahun lalu, penderitaan itu kini kukenang.
Gigi ketiga bernasib sama. Ceritanya kami langganan membeli kacang bawang seminggu sekali. Seorang nenek sepuh tetangga menjajakan dagangannya ke rumah, dan selalu kami beli 10 bungkus dengan harga 1000 per bungkus. Sekadar menghargai ikhtiarnya, pikirku. Bayangkan saja, beliau sudah usia 70-an tahun, bertongkat dan malangkahkan kaki pelan menjajakan dagangan, termasuk ke rumah kami.
Eh, suatu hari bungkusan kacang menumpuk dan kubawa ke kantor. Sambil ngopi, kutawarkan ke teman dan akhirnya kita makan bersama. “Kletukkkk!” Gigi geraham atas beradu dengan dua biji kacang bawang. Gigi goyang. Akhirnya terjadilah “panganan nggawa dhewe, dipangan dhewe, lan akhirnya lara dhewe”. Gusi bengkak dan gigi yang masih utuh itu semakin goyang menuju tumbang.
“Pak, kalau menyikat gigi memakai pasta gigi yang tak ada detergennya dan waktunya dua menit ya… ” saran bu dokter kuterima ketika bibirku masih terasa tebal paska dia menunaikan tugasnya.
Gigiku tanggal tiga. Satu bawah. Dua atas.

Aku merasa tuwa.

Facebook Comments Box

Pos terkait