Inilah Mengapa Penyintas Covid-19 Harus Tetap Divaksin

Vaksinasi Covid-19 di Destinasi Wisata Ngingrong. Foto:KH/Kandar.

Perlu tidaknya vaksinasi bagi orang yang pernah terkena Covid-19 masih sering menjadi perdebatan hangat. Ada yang berpendapat tak perlu divaksin karena sudah mendapat kekebalan tubuh secara alami dengan terkena Covid. Sebaliknya ada pandangan harus tetap divaksin.

Lantas, mana pandangan yang sesungguhnya benar atau tepat? Dari fakta yang ada, orang yang pernah terkena COVID-19 ternyata tidak lantas membuat seorang penyintas tersebut bebas dari infeksi virus corona. Karena itulah tetap harus divaksin.

Bacaan Lainnya

Mengapa tetap harus divaksin? Kementerian Kesehatan secara resmi menyatakan, bahwa penyintas COVID-19 juga perlu menjalani vaksinasi.

Memang benar, orang yang pernah terkena COVID-19 pada akhirnya memiliki antibodi terhadap serangan virus dalam tubuhnya. Antibodi alami itulah yang mampu mengenali dan melawan virus yang akan terbentuk secara otomatis.

Tetapi, antibodi itu tidak akan bertahan lama dan mulai menurun dalam waktu tertentu. Belum diketahui secara pasti berapa lama antibodi alami tersebut dapat melindungi tubuh dari virus Corona.

Dari laman Alodokter, dr Sienny Agustin mengatakan, sudah ada sebuah studi yang menunjukkan bahwa antibodi penyintas COVID-19 mampu bertahan selama 6–8 bulan setelah sembuh. Namun, hal ini masih perlu diteliti lebih lanjut.

Itulah mengapa penyintas COVID-19 harus tetap mendapatkan vaksin agar mencegah tubuh terinfeksi kembali atau reinveksi Covid-19.

Kemudian, kapan waktu yang tepat untuk vaksinasi bagi penyintas Covid-19? Merujuk pada Surat Edaran Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/II/368/2021 dan rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), penyintas COVID-19 dapat divaksinasi 3 bulan setelah dinyatakan sembuh.

Pemberian vaksin dengan jeda 3 bulan setelah sembuh ini dinilai jadi waktu terbaik untuk mengoptimalkan pembentukan antibodi di dalam tubuh. Sistem kekebalan tubuh akan lebih kuat untuk melawan virus.

***

Referensi: Alodokter dan Kemenkes.

Facebook Comments Box

Pos terkait