Jenang Dawet Sorwaru, Kenangan Jaman Kisah Kasih di Sekolah

Jenang dawet Sorwaru. Foto: Riswanto.

Jenang Dawet, kuliner ini mungkin akan jadi buruan para penggila jajanan yang uhuiii. Terkhusus untuk para penggemar dan penggila hunting kuliner di Gunungkidul kampong halamanku, tumpah darahku di mana di sana aku dilahirkan. Terlebih sebentar lagi segera akan memasuki musim kemarau, nah berasa amat sangat pas banget to, panas ngentak-entak njuk maem Jenang Dawet Sor Waru yang dingin-dingin empuk.

Aku tak hendak menulis atau mengulik Jenang Dawet yang mangkin eksis ini. Yang mana sekarang ini Jenang Dawet menjadi jajanan paporit bagi para penggemar hunting kuliner. Aku tak hendak menulis siapa yang meneruskan usaha ini, berapa omzetnya perhari atau juga mengulas tentang generasi pertama Jenang Dawet yang ngehit ini. Karena aku cari-cari di mbah Google, ulasan tentang jajanan ini sudah dikulik dan ditulis secara lengkap oleh wartawan KabarHandayani.

Bacaan Lainnya

Nah oleh sebab itu, ijinkan aku menulis tentang semua kenanganku yang berkaitan dengan kuliner Jenang Dawet ini. Tentu saja semua kenangan ini menurut versiku, dan juga menurut apa yang pernah aku alami berkaitan dengan jajanan Jenang Dawet ini.

Dulu ketika usiaku masih remaja, jajanan Jenang Dawet ini lokasinya ada di Sor Wit Waru. Berada tepat di wetan Taman Bunga. Maka kuliner ini sering juga orang menyebutnya Jenang Dawet Sor Waru. Letaknya sendiri berada di Gadungsari pinggir Jalan Sumarwi, yang mana tempat ini amat sangat deket dengan sekolah SMA-ku..

SMA-ku pada waktu itu, harus menumpang di gedung sekolahan sebuah SMP swasta untuk proses belajar-mengajarnya, maka wajarlah kalau aku kesekolah masuk pada siang hari, karena kalau pagi hari gedung sekolah dipakai untuk anak-anak SMP. Ya namanya juga menumpang, maka harus rela untuk masuk siang.

Kalau teringat akan lagu “Kisah Kasih Di Sekolah” serasa pas banget dan koyo yok’-yok’o kae. Karena di lirik lagunya, yang sampai sekarang masih aku ingat, “Malu aku malu, pada semut merah, yang berbaris di dinding menatapku curiga, seakan penuh tanya Sedang apa disini?…. “Menanti pacar jawabku.” Lirik lagu ini serasa pas banget dengan setiap kisahku yang terjadi di tempat Jenang Dawet Sor Waru ini.

Sambil jajan Jenang Dawet Sor Waru, aku berasa resah n gelisah nunggu pacarku …. Cieee. Hari itu pulang sekolah lebih awal, karena guru yang mengajar berhalangan hadir, jadi jam kosong dimajukan istilahnya jaman itu.

Dengan harap-harap cemas, pacarku bisa pulang awal, dan tentu saja ini berkah buatku. Wong bisa ngeterke mulih pacarku yang rumahnya ke arah Karangmojo. Tentu saja dengan memboncengkannya menggunakan sepeda motorku Yamaha L2 Super.

Aku kasih tahu ya. Jaman semana itu, bisa mboncengke wae merupakan kesempatan yang amat sangat langka jew. Sebab kalau bisa mbocengke pacar, hatiku penuh dengan harapan pacarku mau pengangan peyut gitu…. Wis pokoknya syuaaaahdu buanget neh. Ndak ada masa yang paling syahdu selain masa-masa itu.

Sesuai dengan kemampuan keuanganku pada saat itu, yang mana dari pada jajan masih njaluk orang tua, maka setiap aku menunggu pacar di Jenang Dawet Sor Waru ini kadang jajan, kadang yo mung nyawang ndlongop ndelok wong sing podo jajan. Mohon dimaklumi saja, wong ijih berstatus pelajar. Namun, demikian inti yang mau aku katakan, ini tempat amat sangat legend banget, baik legend kulinernya, maupun legend tempatnya. Tempatnya setidaknya menjadi sebuah kenangan tersendiri buatku.

Kini Wit Waru yang penuh dengan coretan dan juga penuh kenangan itu telah tiada. Begitu juga dengan kios-kios warung yang ada d isitu. Semua telah direnovasi beriringan juga dengan Taman Bunga yang kini telah berubah. Namun, Kuliner Jenang Dawet ini masih tetap eksis, bahkan mungkin saat ini malah menjadi semangkin ngehit untuk jajanan ini.

Jenang Dawet Sor Waru kini pindah ngalor dari tempat semula. Masih di tepi jalan yang sama namun tempatnya bergeser sedikit ke utara. Jenang Dawet di tempat barunya ini, kalau akoh tidak salah ingat, dulu sekali di situ ada sebuah warung makan yang amat sangat legend. Kalau ndak salah ingat nama warungnya, warung makan Mbah Wasil.

Nah warung makan mbah Wasil ini menjadi tempat paporit. Ketika aku masih duduk di bangku SMP, setiap habis jam olah raga maka badan berasa cape dan lapar. Harapan satu-satunya ya segera makan di warung makan Mbah Wasil ini.

Selain andalan untuk makan setiap habis jam olah raga, bagi sebagian temenku, warung makan Mbah Wasil ini  kadangkala menjadi tempat yang aman untuk ngumpetin buku-buku stensilan seperti “EE” atau novel “NC” jikalau ada razia guru BP jaman aku SMP. Hehehe ……

Untuk sedulur Seputar Gunungkidul yang hobby hunting kuliner, maka ndak salah untuk Jenang Dawet ini masuk dalam daftar perburuan.

Aku tak mbayangke sik wae. Kapan ya isa yang-yangan meneh….. Eeehhhh, maem Jenang Dawet maksudku.

Tertanda: Penggemar Tongseng Pasar Argosari.

***

Facebook Comments Box

Pos terkait