Joran Pancing

Joran pancing menyelamatkan burung emprit yang hampir tenggelam. Foto: Iwan

SEPUTARGK.ID – “Mas, yang bd sudah sepuluh, kebanyakan perempuan, dan di antara kasus itu sebelumnya pernah menyatakan keinginan/mencoba hal itu!”

Kurang lebih begitu pesan WA yang saya parafrase-kan dari Mas Tugi. Ia menyatakan rasa hati yang pilu dengan menunjukkan data kejadian bd (bunuh diri) di Negeri Kahyangan. Seorang teman ini telah mencatatnya dari Januari hingga awal Maret tahun ini.

Bacaan Lainnya

Tentu saja angka dua desimal yang dihasilkan hanya dalam kurun kurang dari tiga bulan itu memekakkan telinga. Kuduga suara itu bak deritan yang menusuk gendang pendengaran, setidaknya bagi beberapa orang yang terjun dalam isu ini.

“Karena data menunjukkan, untuk beberapa kejadian  yang bersangkutan sudah pernah menyatakan keinginan itu!” Ia menambahkan pesan ini seakan menegaskan letak kepiluannya yang dalam.

Oh, begitu ya, sudah ada tanda-tanda, namun tetap tak tertolong oleh tetangga atau orang dekatnya?

Bagi yang awan sepertiku, meski tidak merasakannya langsung namun sebenarnya kondisi memilukan itu ternyata tak jauh-jauh amat. Lha, wong kisah itu juga terjadi di lingkungan dekat. Misalnya ini, kebetulan seminggunan yang lalu, Om Kosin, seorang tenaga jasa nyuci di Oase Auto Wash juga merasakannya langsung. Ia harus membongkar dapur rumahnya karena menjadi tempat kejadian nglalu yang dilakukan buliknya.

Atau beberapa minggu yang lalu, ketika seorang umat di Giripanggung bercerita sedang mbubrah rumah, lokasi yang dipakai perempuan tua tetangganya mengakhiri hidup. Rumah itu terletak di pinggir jalan dekat pasar dan ndilalahe seminggunan sekali aku pun lewat dan bisa langsung melihat.

Hmmm, dua peristiwa pilu itu cukup dekat dan pola yang sama keduanya berujung mbubrah rumah.

***

Kebetulan hari Kamis kemarin tanggal merah dan libur ujian sekolah SD, kuajak Kidung mancing di Telaga Jonge. Sebenarnya kami iseng saja menikmati waktu jeda. Kugelar tikar dan duduk di bawah pohon besar pinggir telaga sambil meletakkan jorang pancing dan menunggu umpan dimakan ikan.

Tiba-tiba ada burung emprit yang mengepak-kepakkan sayap, “berenang” di air pinggir telaga. Rupanya ia jatuh dari dahan, nyemplung ke air dan tak bisa terbang lagi. Kidung mengambil joran pancing dan mendekatkan stik ke muka emprit itu. Tak lama kaki burung pipit itu pun mendekat dan mendapat pijakan yang kuat. Kidung menariknya dan empritpun terangkat dari air telaga itu.

Tak ada yang istimewa.

Cuma ketika merenungi kejadian itu, aku tertegun kembali membaca chattingan tentang bd ini. Tentang peran kecil menjadi “joran pancing” bagi emprit itu. Dalam peristiwa-peristiwa pilu di atas, kurasa joran pancing bisa diperankan siapa saja.

Ia adalah manusia yang mau menyediakan telinga dan ruang hati untuk menampung curahan perasaan tetangga.

Ia adalah manusia yang mau menyapa menanyakan kabar pada teman yang sedang kesusahan.

Ia adalah manusia yang menanam harapan saat kehidupan tak selalu bahagia.

Bagiku, yang mau melakukan hal kecil itu tak sungkan kulabeli manusia setengah dewa, eh bukan. Ia adalah joran pancing bagi sesama.

***

Facebook Comments Box

Pos terkait