Kenangan Mandi di Telaga, Ini 3 Kebiasaan yang Absurd

telaga
Menemani turis ke Telaga Boromo.
Sebagai orang yang lahir dan tumbuh di Kabupaten Gunungkidul, DIY, masa kecil hingga remaja saya tak lepas dari telaga. Tentu saja untuk pemenuhan kebutuhan mandi, mencuci, minum hingga memandikan ternak, telaga menjadi sumber air andalan.
Saya dan warga kampung yang tinggal di antara gugusan pegunungan seribu mengakui bahwa telaga punya peran vital. Telaga merupakam sumber air baku untuk memenuhi seabrek kebutuhan tadi.
Maklum, elevasi tanah di mana saya berdomisili, cenderung tinggi. Pun demikian kawasan tinggal yang tak begitu jauh dari pantai selatan tersusun dari batuan karst sehingga tak memungkinkan membuat sumur bor untuk memenuhi kebutuhan air.
Situ yang terbentuk alami di sebuah lembah di antara bukit merupakan satu-satunya sumber air hingga saya remaja. Periode setelahnya telaga tergeser dan tergantikan oleh sumber air dari PDAM yang menyedot air dari sumber air yang keluar di bibir pantai.
Banyak kenangan saat usia anak-anak menuju remaja yang masih saya ingat saat beraktivitas di telaga bernama Boromo. Tepatnya sekitar tahun 90-an hingga awal 2000-an. Beberapa aktivitas orang-orang di kampung yang masih sangat saya ingat sedikit diantaranya saya anggap absurd.
Dulu di telaga, orang-orang tak hanya sekedar untuk mandi yang gerakannya gitu-gitu aja. Berikut diantaranya:
1. Janjian Wakuncar
Telaga bak ruang publik di kampung kami. Orang utamanya remaja hingga usia dewasa tak sekedar mandi lalu pulang. Banyak waktu dihabiskan hingga menjelang petang di pinggir telaga. Betah rasanya.
Aktivitas pertama yang absurd saat di telaga yakni janjian dengan kawan sekampung atau dengan rekan dari kampung sebelah untuk Wakuncar alias Waktu kunjung pacar.
Kunjungan yang direncanakan itu secara ramai-ramai. Jadi, seorang pemuda ditemani beberapa orang main ke rumah kekasihnya di kampung sebelah. Dalam konferensi itu juga dibahas rencana patungan beli rokok Djarum Super. Rokok yang sangat populer dan laris serta punya kasta tinggi di kampung kami. Rokoknya orang kampung kami yang mudah cari duit. Antara lain sopir dan tukang ojek.
Sebagian remaja ada yang janjian berkunjung ke rumah gadis tidak dalam rangka Wakuncar. Alias bukan ke rumah pacar. Tapi, bermain beramai-ramai ke rumah gadis di tetangga dusun atau desa. Diantara kami tidak ada satupun yang punya ikatan hubungan atau berstatus sebagai kekasih si perempuan. Umumnya, sebelumnya sekedar pernah lihat di pasar, misalnya. Rombongan ini biasanya tak peduli, si gadis sudah punya pacar atau belum. Pokoknya asal kompak, diserbulah rumah si gadis.
Di rumah gadis yang baru dikenal, asal dapet wedang teh atau kopi sama pacitan, genap sudah kebahagiaan kami. Bisa pah poh merokok merasakan pencapaian kenikmatan yang paripurna.
2. Ngecengin Perempuan Saat Mandi
Pemuda diantara kami yang bernyali, sudah cukup umur atau kebelet nikah bisa saja melakaukan tindakan yang kelewat konyol. Ya, dia ngecengin cewek yang sedang mandi atau mencuci.
Sebetulnya, meski tak tertulis, ada aturan tempat mandi khusus bagi perempuan dan laki-laki. Pembagian zonasi ini ada sebutannya. Tempat mandi laki-laki disebut ‘lanangan’. Tempat mandi perempuan disebut ‘wedok’an’. Tak patut perempuan dewasa dan laki-laki bukan muhrim mandi dalam satu lokasi.
Leluhur telah mewariskan dari generasi ke generasi pembagian wilayah itu. Jika saya amati, pemilihannya memang tak sembarangan. Tepi telaga memang berupa tanah dan bebatuan dengan struktur tak beraturan. Namun pada tempat yang dipilih kakek nenek moyang sebagai ‘lanangan’ dan ‘wedok’an’, terdapat spot-spot yang cenderung lebih banyak memudahkan orang menaruh perlengkapan mandi atau cucian. Batuannya jauh lebih rapi serta sebagian besar tidak runcing. Sangat nongkrongable. Pun demikian di dasar telaga. Lebih datar. Kaki-kaki lebih aman dan minim risiko terantuk batuan.
Nah, lelaki muda yang sudah ngebet punya pasangan, terkadang nekat melanggar pembagian wilayah mandi tadi. Nyelonong masuk ke ‘wedok’an’ guna ngecengin gadis. Memang tak ikut mandi. Sekedar ngajak bercanda lalu meminta ijin pingin main ke rumah si gadis.
3. Memberikan aba-aba gadis yang memakai celana dalam
Salah satu aktivitas yang dilakukan pemuda kelewat iseng saat berada di telaga ialah ketika ada seorang gadis atau ibu muda mengenakan celana dalam.
Usai selesai mandi, seorang gadis akan menutup bagian tubuh dengan handuk. Kain jarit yang dipakai untuk telesan atau mencebur saat mandi dicopot setelah handuk menutup tubuh dr sisi luar.
Selanjutnya si perempuan akan mengenakan BH berikut celana dalam. Prosesi memakai celana dalam inilah yang kerap menjadi ajang guyonan pemuda kelewat iseng tadi.
Saat memakai daleman, si gadis tak bisa leluasa mengenakannya hanya dengan satu tarikan ke atas sampai ke posisinya. Harus perlahan. Usai celana dalam dinaikkan setinggi lutut, posisinya berada di dalam handuk. Dari luar handuk, si gadis akan menarik ke atas salah satu sisi celana dalam. Satu tarikan kolor kemudian di lepas. Berganti tarikan pada sisi celana dalam yang lain. Begitu seterusnya.
Nah, bersamaan dengan tiap tarikan, pemuda-pemuda kelewat iseng akan kompak berteriak macam aba-aba. Tiap tarikan dibarengi teriakan “hiyyaaa”. Terikan “hiyaa, hiyaa” itu bisa sampai 6 hingga 8 kali terdengar. Setelah celana dalam sampai di posisi yang diinginkan, disusulah dengan riuh sorak sorai dan gelak tawa menggelegar. Bangsat bener..
Facebook Comments Box

Pos terkait