Kesedihan dan Permainan Otak

Komunitas Info Cegatan Gunungkidul, Gunungkidul Photography, dan LSM Imaji membagikan masker gratis ke pedagang pasar, pedagang keliling, dan tukang ojeg di Wonosari, Playen, dan Semanu. Dok: Bas.

“Kita terlahir dari kompetisi sperma.” Ini bukan sekedar jargon. Tahukah Anda, bagaimana proses pembuahan terjadi?

Bayangkan ada milyaran sel sperma meluncur, beradu cepat, beradu kuat menuju satu titik sasaran yang sama yakni sel telur. Hanya ada satu sel sperma juara yang berhasil menempel di sel telur ibu kita dan terjadilah pembuahan yang disebut janin. Janin mendekam dalam rahim lalu berproses sembilan bulan sepuluh hari, lalu lahirlah kita, ya aku dan kamu.

Bacaan Lainnya

Jadi, aku atau siapapun kamu adalah makhluk juara yang terlahir dari kompetisi sperma.

Lalu kenapa makhluk kompetitif seperti kita kadang seolah terperosok dalam jurang yang dalam tak berujung. Merasa sedih, khawatir, merasa tidak dimengerti, menyalahkan diri sendiri bahkan terpikir meninggalkan dunia ini. Terlebih dalam gempuran berita COVID 19 yang merajela.

Hal ini karena di otak kita ada zat yang namanya serotonin dan nor epinefrin. Serotonin adalah neurotransmitter otak yang mempengaruhi suasana hati. Ketika serotonin turun suasana hati kita jadi sedih. Nor Epinefrin adalah neurotransmitter otak yang mempengaruhi energi. Ketika nor epinefrin turun, tubuh kita menjadi lunglai seolah tak bertenaga.

Jadi sedih dan lunglai adalah permainan otak yang berujung pada depresi.

Depresi adalah gangguan suasana hati yang ditandai tiga gejala utama dan tujuh gejala tambahan. Tiga gejala utama antara lain; murung, hilang minat dan mudah lelah. Tujuh gejala tambahan antara lain; gangguan tidur (kurang tidur atau banyak tidur), gangguan nafsu makan (kurang nafsu makan atau berlebihan), gangguan konsentrasi, pikiran tentang masa depan suram, harga diri rendah, perasaan bersalah/menyalahkan diri sendiri, ide kematian sampai pikiran bunuh diri.

Tidak semua gejala harus ada, dua gejala utama dua gejala tambahan minimal dua minggu mungkin seseorang mengalami depresi ringan.

Karena terkait dengan serotonin dan nor epinefrin, depresi ada tiga model:

  1. Merasa sedih tetapi secara fisik relatif tidak terpengaruh, bisa beraktivitas seperti biasa (serotonin yang turun)
  2. Relatif tidak sedih tapi kondisi fisik turun, mudah lelah (nor epinefrin yang turun)
  3. Merasa sedih dan kondisi fisik turun, mudah lelah secara bersamaan (serotonin dan nor epinefrin turun).Gangguan kesimbangan serotonin dan nor epinefrin ini bisa mengacaukan proses berfikir, menurunkan daya tahan tubuh dan “mengundang” penyakit serta beragam keluhan fisik. Keluhan fisik yang sering, mudah lelah, gangguan tidur, mual, sakit kepala dan dada berdebar.

Proses berfikir yang tidak semestinya ini disebut distorsi kognitif. Karena itu tidak mengherankan ketika seseorang dalam kondisi sedih, tidak bisa berfikir panjang.

Contoh, fenomena belakangan ini mungkin ada hubungannya dengan distorsi kognitif dan kurangnya pengetahuan. Jenazah ditolak penguburannya karena takut virus corona. Ada tenaga kesehatan “terusir” dari rumah kostnya gara gara pemilik takut ketularan Corona. Jalan kampung di-“lock down”, pendatang di-screening masuk, tapi penghuni kampung tetap bebas keluar masuk.

Mungkin maksudnya baik untuk kehati-hatian. Namun menjadi kurang bermanfaat kalau tidak diimbangi dengan perilaku hidup sehat dan menjalankan pesan pemerintah tentang social distancing. Akibatnya bisa berpotensi terjadi benturan sosial yang menimbulkan dampak psikologis. Kehati-hatian bukan berarti mengikis logika dan nilai nilai kemanusiaan kita.

Pada dasarnya kita semua terdampak, tapi yakinlah kita mampu melewati masa masa sulit ini. Jikapun kita lagi sedih jangan berlarut larut.

Yuk tolong diri sendiri dan orang lain. Jadilah sutradara untuk diri sendiri, segera bangkit dan lakukan apapun di depan mata. Semakin lama kita tenggelam dalam duka, semakin turun kekebalan tubuh kita.

Kesaksian pasien sembuh dari COVID 19, salah satu faktor kesembuhan mereka adalah sikap optimisme dan pikiran positif. Tentu tidak hanya cukup pikiran positif tetapi juga perilaku positif. Salah satu perilaku positif adalah peduli pada orang lain.

Sebuah penelitian membuktikan orang yang melakukan kebaikan (terutama yang spontan) bisa melipat gandakan hormon endhorpin yang memberi efek perasaan senang.

Sesungguhnya ketika kita peduli pada orang lain bukan hanya yang dibantu yang merasa senang tetapi yang membantupun akan punya perasaan senang. Perasaan senang akan meningkatkan sistem kekebalan tubuh kita. Jadi peduli pada sesama itu menyehatkan!

Saatnya memperkuat solidaritas kita. Menyediakan diri untuk memahami diri sendiri dan orang lain. Jangan menambah pusaran masalah dengan komentar yang tidak penting.

Bergeraklah dalam senyap maupun ramai. Bantulah diri sendiri, orang lain, dan terutama tenaga medis dengan cara mematuhi pesan kesehatan dari pemerintah.

Kita harus memenangkan kompetisi melawan Corona karena kita adalah makhluk juara yang terlahir dari kompetisi sperma!

***

Penulis: Ida Rochmawati. Psikiater di di RS PKU Muhammadiyah Wonosari dan di RSUD Wonosari, aktivis LSM IMAJI Gunungkidul, Yogyakarta.

Facebook Comments Box

Pos terkait