Kisah Petugas Lapangan Penghijauan Lahan Kritis di Gunungkidul

Tahun 1978 menjalani penugasan menjadi Penyuluh Lapangan Penghijauan di wilayah Kecamatan Panggang. Foto: Kiswanto.

Melihat Gunungkidul saat ini telah ijo royo-royo yang merupakan keberhasilan dari program penyelamatan hutan, tanah dan air (PHTA). Khususnya penghijauan lahan kritis selama puluhan tahun tentu tidak lepas dari peran petugas lapangan.

Petugas Lapangan Penghijauan (PLP) merupakan ujung tombak penting pembawa pesan kepada petani selaku subyek pelaksanaan penghijauan lahan kritis. Mereka adalah agent of change alias agen perubahan perilaku petani dari tidak tahu, tidak mau, dan tidak mampu menjadi mengerti, sadar dan mau melaksanakan bimbingan petugas lapangan.

Bacaan Lainnya

Pada awal pelaksanaan Inpres Penghijauan tahun 1977 – 1978 di Kabupaten Gunungkidul petugas lapangan mempunyai beban tugas dan fungsi yang tidak ringan. Masih saya ingat saat itu bulan September 1978, 42 tahun silam pasca lulus dari pendidikan di Wanagama 1 Fakultas Kehutanan UGM dengan predikat juara kedua. Kemudian memperoleh surat keputusan Menteri Pertanian RI diangkat sebagai Petugas Lapangan pada Proyek Inpres Penghijauan di Kabupaten Daerah Tingkat II Gunungkidul.

Oleh karena itu, secepatnya ingin tunjuk muka kepada Bupati di mana saya ditugaskan. Selepas menghadap Bupati Gunungkidul saat itu Ir Darmakum Darmokusumo di kabupaten yang terkenal tandus, kering, gersang, dan gundul memperoleh pengarahan Pak Soegijo, berdasarkan surat perintah saya ditugaskan di wilayah Kecamatan Panggang.

Saking semangat dan penasaran saya pikir langsung mau tunjuk muka pada Camat Panggang waktu itu Pak Soetojo (alm). Perjalanan Wonosari – Panggang sejauh 39 km saya tempuh hampir 3 jam dengan sepeda motor CB Gelatik merah andalan, karena kondisi jalan tanah berbatu sangat jelek, naik turun dan belum hafal rute yang harus dilalui. Waktu itu belum semua PLP memiliki kendaraan bermotor, dari hampir 100 orang yang punya bisa dihitung dengan jari satu tangan.

Motor CB Gelatik menemani penugasan di Wanagama tahun 1978. Foto: Kiswanto.

Melewati jalan berbatu, terik matahari menyengat kepala, setelah lepas pertigaan selatan kantor kecamatan lewat bulak panjang kemudian jalan mulai menanjak seolah memasuki lorong gunung gundul berbatu. Di situlah masuk kawasan hutan Sodong yang konon kabarnya tempat harimau bersarang di goa lereng bukit, membuat perasaan takut juga mengingat sepanjang perjalanan sangat jarang bertemu orang.

Sampai kantor kecamatan ternyata sudah lewat jam kerja sehingga tutup kantor, dan harus kembali lain hari. Sungguh perjalanan sangat melelahkan. Saya pulang atas saran penjaga kantor agar lewat Bibal – Nawungan – Lanteng – Siluk – Imogori – Kotagede – Jogja – Klaten. Masya Allah, jalannya menurun curam, berkelok dan berbatu, serta sepi. Sungguh mengerikan.

Sampai rumah sore hari, ditanya ayahku, “Gimana senang dan mantap jadi PLP di Gunungkidul?” Saya dengan ragu mengatakan, “Saya pikir-pikir Pak ,kok kayaknya sangat berat.”

Dengan bijak ayahku mengatakan dan memotivasi, “Jangan kalah sebelum bertanding Nak, cobalah dulu barang sebulan, sukur setahun,, barulah memutuskan.”

Atas dorongan orang tua dan juga pesan moral dari dosen-dosen Wanagama yang terngiang-ngiang ditelinga menumbuhkan semangat baru untuk menghadapi tantangan muncul dan dengan mengucap bismillah saya mantap menjadi Petugas Lapangan Penghijauan (PLP), sebagai ujung tombak Dirjen Kehutanan, Departemen Pertanian untuk menanggulangi lahan kritis di Gunungkidul.

Waktu itu penanggulangan lahan kritis di Gunungkidul dikemas dalam Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air (PHTA), yang saya pikir sangat menantang dan mulia. Dan alhamdulillah, berkat dorongan ayahku dan ridho Allah SWT, saya mampu menjalankan tugas sebagai PLP serta amanah lainnya hingga 34 tahun lamanya dengan baik. Saya mengabdi dalam kedinasan pemerintah dari 1978 sampai 2012.

Tercatat tinta emas sejumlah prestasi membanggakan dan dapat berkontribusi sehingga terukir di lembar-lembar sejarah dan kenangan tak mudah terlupakan. Terima kasih ayah dan ibuku (alm), saudara-saudaraku, teman-teman PLP, teman-teman Kecamatan Panggang dan semuanya yang telah menemaniku secara baik dan tulus hingga betah berlama-lama di bumi Gunungkidul Handayani.

Di bumi ini saya banyak memperoleh hikmah dan pelajaran sangat berharga dalam hidup. Terima kasih Gunungkidul yang telah mendewasakanku dan membuat hidupku kian bermakna.

Saya ditugaskan di kecamatan Panggang selama 3 tahun. Banyak sekali suka duka sehingga menjadi pengalaman yang tak mungkin terlupakan. Di antaranya mandi di Telaga Legundi dengan “sorgem”, dihadang harimau di hutan Temuireng saat pulang Penyuluhan, dan dipanggil Pak Bupati Darmakum Darmokusumo ke Kantor Kabupaten (kenapa?), dan lain sebagainya.

Bersambung….

***

Klaten, 11-10-2020

Facebook Comments Box

Pos terkait