Kukusan

Menanak nasi dengan kukusan. Foto: Woro.

Kukusan adalah perabot dapur yang terbuat dari bambu yang dibelah tipis-tipis lalu dianyam sedemikian rupa hingga berbentuk seperti piramida bulat yang terbalik. Sebagian kecil kukusan dibuat lebih pendek jadinya menyerupai sebuah bukit yang terbalik.

Anyaman kukusan tak dibuat benar-benar rapat, namun menyisakan rongga-rongga kecil dengan tujuan uap panas bisa lewat.

Bacaan Lainnya

Secara bahasa saya menduga (mudah-mudahan bukan asal duga), kukusan berasal dari kata dalam Bahasa Jawa ‘kukus’, yang artinya asap. Uap air panas dari dandang yang menerobos celah-celah anyaman bambu tersebut mewujud jadi ‘kukus’ atau asap. Ah, entahlah

Di masa lalu, jaman simbah-simbah dulu, kukusan memainkan peran amat penting bagi masyarakat pedesaan dalam pengolahan makanan yang tiap hari mereka santap. Dengan kukusan inilah simbok-simbok di dapur bisa bikin nasi, singkong kukus, tiwul, apem dan aneka makanan kukus lainnya.

Untuk mengukus, kukusan harus berpasangan dengan dandang yang berfungsi sebagai wadah air yang akan dipanaskan. Dandang di bawah, kukusan di atasnya. Dandang yang bagus terbuat dari logam tembaga yang panasnya lebih stabil. Karena berasal dari tembaga/kuningan inilah konon di masa lalu dandang laku digadaikan.

Mengukus atau menanak makanan dengan kukusan tak mudah, dan perlu kerja beberapa kali. Kesulitan dimulai dengan ‘cethik geni’ yang tak selalu jadi sekali sulut. Beras juga mesti ‘diliwet’ dulu setengah matang dengan ‘ketel’ sebelum akhirnya ‘ditumpangke’ ke kukusan.

Api yang terlalu besar atau pengukusan yang terlalu lama berisiko membuat nasi atau makanan lain ‘mblodot’ sehingga kurang enak dimakan. Belum lagi kalau air di dandang sampai ‘asat’ maka akan sangitlah makanan itu.

Kesulitan-kesulitan inilah yang membuat kukusan ditinggalkan para ibu, terlebih ibu-ibu milenial yang anti ribet. Perkakas elektrik canggih semacam magic com yang menawarkan kecepatan, kemudahan dan keamanan telah menggantikan peran kukusan secara besar-besaran. Kukusan nyaris tak lagi mendapat tempat bahkan di kalangan para simbah sekalipun.

Para simbah yang bertahan dengan ‘rencek’ dan kayu bakar ternyata lebih memilih perkakas lain dari logam berupa soblok dibanding kukusan untuk mengukus makanan.

Demikian pula orang hajatan, nasi yang mereka tanak bukan dengan kukusan melainkan soblok besar, yang mampu menghasilkan nasi puluhan kilo sekali tanak.

Dengan demikian kukusan merupakan salah satu perkakas memasak warga pedesaan yang paling berpeluang lenyap dari peradaban. Bersama kepang, irik, keranjang bambu, ia tengah berjalan jauh menjadi artefak sejarah

Facebook Comments Box

Pos terkait