Masa Depan Tanaman Buah di Gunungkidul

Jambu air hasil kebun buah di Gunungkidul. Foto: Binol.

Saya mencoba membuat pembagian orientasi makan warga Gunungkidul yang akan saya bagi menjadi 4 periode waktu, dimulai dari jaman larang pangan (gaber) yang terjadi pada tahun 1962. Pembagian ini amat terbuka untuk disanggah dan didebat karena ditulis berdasar keilmuan dan pengalaman yang terbatas, juga minim sudut pandang dan data.

Periode pertama: periode jaman ‘larang pangan’ atau dikenal sebagai gaber tahun 1962. Pada masa ini orang makan hanya sekedar untuk bertahan hidup. Kwalitas makanan jelas tak terlalu diperhatikan. Gaplek yang sudah dimakan kutu bubug tak soal. Yang penting makanan masuk perut. Bisa kenyang syukur tak sampai kenyang tidak apa-apa asal tak sampai ‘klingsir’.

Bacaan Lainnya

Periode kedua. Masa setelah gaber-awal tahun 1970an, orang makan berorientasi pada rasa kenyang. Kwalitas makanan belum terlalu diperhatikan baik dari sisi kebersihan, kesehatan maupun rasa. sekali lagi makan yang penting kenyang.

Periode 1970-sekarang. Pada periode ini, seiring dengan meningkatnya kemakmuran, makan tak lagi sekedar yang penting kenyang namun sudah meningkat: kenyang dan enak. Bahan dan jenis makanan pun berkembang sangat pesat. Begitu melimlahnya makanan di periode ini, tak jarang makanan sampai ‘turah-turah’ hingga muncul guyonan ‘anak jaman dulu nangis karena tak ada makanan, dan anak jaman sekarang nangis karena disuruh makan’

Periode keempat: sekarang-masa depan: orientasi makan seseorang bertambah lagi; kenyang, enak dan sehat. Kwalitas makanan dan keseimbangan diperhatikan benar. Makanan enak namun kurang sehat akan ditinggalkan atau sekurang-kurangnya akan dibatasi. Dari sekian jenis makanan yang enak (seger) dan sehat jenis buah masuk urutan atas. Buah memiliki masa depan yang bagus. Orang-orang akan rela hati membelanjakan uangnya untuk membeli buah.

Kemudahan menjual buah sudah terlihat dengan kian maraknya ‘penebas-penebas’ buah yang masuk kampung-kampung. Mereka membeli pisang, sawo, mangga, alpukat, kelapa dan buah apapun yang mereka temui.

Pak Binol, seorang warga dari Kotamabago Sulawesi Utara jauh-jauh datang ke Gunungkidul untuk bertani. Di tahun pertamanya dia sukses dengan teorinya tentang mudahnya menjual buah di Gunungkidul. Buah pepaya jenis calina (orang-orang lebih memgenal dengan sebutan california) yang didapat dari 1500-an pohon ludes terjual hanya di kebun saja. Di tahun kedua pohon pepaya yang dia tanam dilipatkan hingga mencapai 7000-an.

Saya sendiri merasa kewalahan menyediakan buah jambu madu deli. Permintaan tak sebanding dengan barang yang tersedia. Apakah ini hanya sebuah trend sesaat yang akan hilang dan tak laku lagi?
Saya yakin bukan. Saya yakin buah akan tetap laku selama bisa menjaga kwalitas rasa dan kesehatan.

Facebook Comments Box

Pos terkait