Masked Depression Bukan Topeng Kemunafikan

Ayo kenali gejala depresi. Dok: verywellmind.

Tidak hanya penari yang memakai topeng tanpa disadari kitapun sering bertopeng. Topeng adalah benda unik yang mempunyai sejarah panjang sejak zaman pra-sejarah. Selain digunakan untuk aktivitas seni, diyakini bahwa topeng berkaitan erat dengan roh-roh leluhur yang dianggap sebagai interpretasi dewa-dewa.

Topeng yang akan kita bahas di sini bukan sembarang topeng tapi topeng untuk menutupi depresi. Depresi adalah gangguan suasana hati yang ditandai tiga gejala utama (murung, hilang minat dan mudah lelah) serta tujuh gejala tambahan (gangguan tidur, gangguan nafsu makan, gangguan konsentrasi, harga diri rendah, pikiran masa depan suram, menyalahkan diri sendiri/rasa bersalah yang berlebihan dan ide kematian sampai percobaan bunuh diri). Tentu tidak semua gejala tersebut harus ada.

Bacaan Lainnya

Menurut ICD-10, disebut depresi ringan apabila ada 2 gejala utama, 2 gejala tambahan, minimal 2 minggu. Disebut depresi sedang apabila ada 2 gejala utama dan 3 gejala tambahan. Disebut depresi berat apabila ada 3 gejala utama dan minimal 4 gejala tambahan.

Meski gejala depresi seringkali begitu nyata, banyak orang yang tidak menyadari kalau diri dan orang terdekatnya mengalami depresi, apalagi kalau karakternya ceria. Karena depresi bisa juga bermanifestasi dalam bentuk emosi negatif (sensitif, mudah marah, mudah nangis, mudah tersinggung), gangguan konsentrasi (tidak bisa fokus, mudah lupa, daya tangkap berkurang) atau dalam bentuk beragam keluhan fisik yang tidak ada dasar penyakitnya dan tidak sembuh-sembuh.

Apa itu Masked Depression?

Masked depression (depresi terselubung) sering dialami oleh orang orang yang berpendidikan, tokoh atau public figure dan mereka yang punya superego tinggi. Orang yang berpendidikan sering menyangkal kalau dirinya sedang depresi. Ia akan menjaga harga dirinya dengan merasionalkan keluhan fisiknya sebagai murni keluhan fisik. Kalau perlu doctor shopping dan melakukan check up.

Sedangkan mereka yang mempunyai kedudukan sosial tinggi (tokoh, public figure) tidak mengijinkan dirinya untuk sedih, lemah atau menderita karena hal itu mengganggu harga dirinya. “Masak tokoh atau public figure depresi, apa kata dunia?”

Superego adalah konsep ideal tentang bagaimana seharusnya saya dan orang lain menurut saya. Misal, ia punya standar nilai tentang seharusnya seorang lelaki tidak boleh menangis, meratapi kesedihan tanda kelemahan, orang yang banyak mengeluh berarti kurang iman. Standar itu membuat dia tidak mengijinkan dirinya sendiri menerima bahwa ia memang sedang depresi.

Standar itu dipengaruhi oleh keyakinannya, norma dan etika. Bisa dibayangkan bila seseorang terus menerus menekan bahkan mengingkari dengan menggunakan topeng, bisa saja sampai di titik lelah dan menimbulkan ledakan emosi negatif atau bahkan berperilaku fatalistik. Seperti menyakiti diri sendiri bahkan sampai bunuh diri untuk mengakhiri penderitaannya.

Mengenali gejala depresi dan efek yang muncul dalam tubuh. Dok: medicalnewstoday.

Mengenali Bagaiamana Mengalami Masked Depression?

Perlu diketahui, depresi yang berlarut larut berpengaruh terhadap aspek emosi, kognisi, psikomotor dan fisik. Sehingga mereka yang mengalami masked depression seringkali yang dikeluhkan bukan gejala depresi pada umumnya tetapi gejala emosi seperti mudah marah, sensitif, mudah tersinggung dan mudah nangis. Bahkan pada anak anak dalam bentuk perilaku nakal dan mencari perhatian. Gejala kognisi berupa tidak fokus, mudah lupa dan daya tangkap berkurang. Gejala psikomotor berupa merasa lebih lamban, mudah lelah tidak sepadan dengan aktivitas fisik. Gejala fisik yang bermacam-macam dan samar (tidak ditemukan dasar penyakit fisik) mulai pusing, nyeri otot, gangguan perut, sesak napas, dada berdebar, gangguan tidur dan lain sebagainya.

Tentu saja hal ini mempunyai dasar biologis. Depresi yang berlarut larut membuat volume bagian otak terutama hipokampus berkurang sehingga mempengaruhi kognisi. Juga dapat meningkatkan hormon kortisol (hormon stres) yang kemudian menimbulkan gangguan psikosomatik (gangguan fisik yang didasari faktor psikologis) atau penyakit metabolik yang diakibatkan karena meningkatnya kortisol/hormon stres.

Kembali soal hormon kortisol. Bila berlebihan hormon ini memicu hipertensi, diabetes, hiperkolesterol, penyakit jantung, gangguan pencernaan, menurunkan imunitas tubuh, gangguan syaraf, mudah terjadi peradangan dan lain sebagainya. Bersamaan dengan itu hormon adrenalin juga naik yang menyebabkan detak jantung meningkat dan berisiko serangan jantung.

Sebenarnya tidak ada yang salah ketika seseorang mengalami depresi. Bahkan WHO melaporkan 10-15% populasi umum mengalami gangguan mental emosional yang umum (termasuk cemas dan depresi) dan 25% orang pernah mengalami depresi pada masa hidupnya (termasuk masked depression).

Yang pasti depresi bukan tanda kelemahan. Depresi adalah hal yang manusiawi dan bisa dialami siapa saja. Depresi bisa pulih dan bisa diterapi (ada obatnya).

Penerimaan diri bahwa kita mengalami depresi itu penting sebagai langkah awal untuk menolong diri sendiri dan mencari bantuan.

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menolong diri sendiri dan orang terdekat kita agar depresi tidak berlarut larut.

Hal yang Paling Melelahkan dari Depresi

Satu-satunya hal yang lebih melelahkan daripada depresi adalah berpura-pura bahwa kamu atau saya tidak merasakannya.

***

Penulis: Ida Rochmawati. Psikiater di RS PKU Muhammadiyah Wonosari dan di RSUD Wonosari Gunungkidul. Penggiat Suicide Prevention LSM Imaji di Gunungkidul Yogyakarta. Tinggal di Paliyan Gunungkidul.

Facebook Comments Box

Pos terkait