Membakar Solar Biar Tegar

Mengatasi stress. Dok: WHO.

SEPUTARGK.ID – “Buku terbaru panduan bergambar dari WHO, mengatasi stres, khususnya di pandemi, silakan share!” Belum sampai jarum jam dinding kamar itu menunjuk angka tujuh, deretan kata-kata ini mak bendunduk lebih dulu masuk di grup WA-ku. Pesan itu dikirim oleh Pak Agus, seorang kolega yang sangat jarang mengirim kiriman orang lain.

Tumben, batinku… Tentang stres? Masa pandemi? Sepertinya ini kiriman yang relevan bak tanggal tua dikirim transferan.

Bacaan Lainnya

Ah, sepertinya menarik. Tak ada jeda pesan di grup WA, langsung di bawah kalimat itu datang kiriman lampiran satu softcopy buku berjudul “Hal yang Perlu Dilakukan Saat Stres: Panduan Bergambar” dari WHO. Dari logo yang tampak berupa ular melilit tongkat seperti logo apotik dan peta dunia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa tampaknya benar sumbernya memang dari World Health Organization (WHO).

Dalam pengantarnya, buku ini diposisikan sebagai panduan manajemen stres oleh WHO untuk bertahan di masa yang sulit. Wah, kurasa ini pas sesuai situasi sekarang ini, cocok sebagai produk dari Unit Kesehatan Mental gitu. Dan memang benar sangat menarik, e-book ini sangat renyah dikunyah karena panduannya yang full gambar. Katanya ilustrasi gambarnya dibuat oleh Julie Smith yang katanya dari Melbourne, Australia. Ha mbuh, dia itu siapa tapi sosok ini yang menyediakan semua ilustrasi.

Salah satu isi panduan itu adalah paparan metode penanganan ketika kita sedang merasa tertekan atau terancam dalam hidup. Salah satu teknik yang disarankan dalam buku ini adalah grounding yaitu “teknik menstabilkan emosi yang membuat pikiran Anda yang sebelumnya melayang-layang dan tidak fokus kembali ke kesadaran utama.” Hal ini dilakukan dengan cara “menghidupi” sesuatu, artinya memperhatikan penuh sesuatu tersebut. “Perhatikan tempat Anda, orang di sekitar Anda, dan kegiatan Anda.” Mantra terbarunya adalah “LIHAT, DENGAR, KECAP, CIUM, SENTUH.”

Kupikir gambaran praktik metode ini mirip rasa pada saat berkendara motor laju ke Jogja. Ketika itu, mantra “di sini kini” dremimil kuucapkan supaya pikiran dan perasaan tidak melayang-layang. Tangan tetap terasa saat pegang stang, kaki menginjak pedal rem, mengoper persneling, juga saat perlahan jari-jari melepas kopling. Mata memelototi jalan dan kendaraan yang bersliweran juga saat melirik hal menarik.

Pengalaman yang hampir sama juga kunikmati, dua hari lalu. Ceritanya sudah dua minggu lebih si diesel tua tak dipakai ke mana-mana. Maka kuajak ia menemani Kidung jalan-jalan ke Jogja, mengenali kembali atau memperhatikan penuh jalan dan kota. Maklum beberapa minggu ngendon di rumah saja di Negeri Kahyangan. Bukan tanpa tujuan, namun kuajak menikmati perjalanan menuju ke tempat baca yang punya ruang luas, eh kepikir ke Penerbit dan Toko Buku Kanisius.

Tiba di sana, kami disambut bapak kira-kira berusia setengah abad memegang alat pengukur suhu dan memberi aba-aba pada kami membuka jendela. Kami lolos dan diarahkan ke parkiran. Bapak itu memberi senyuman dan berpesan supaya kami segera cuci tangan, dan masuk ke bilik desinfektan.

Selain menyantap menu-menu dalam rak-rak buku, masih ada hijau pohon-pohon besar, dan halaman luas, kami juga benar-benar menikmati disiplin prokes yang bikin nyes.

Kupikir kesehatan jiwa perlu diupayakan sungguh-sungguh meski kadang harus membakar berliter-liter solar. Kesehatan raga begitu pula, berikhtiar membentengi diri dari Korona perlu dilakukan dengan penuh senyum namun serius. Bahkan perlu sangat serius, seperti Kanisius.

***

Facebook Comments Box

Pos terkait