Mukbang

Camilan ketela goreng cukup membuat lidah dan mulut bergoyang. Foto: Iwan.

“Mbak, kondisikan peruttt!’

Sambil mengingat-ingat istilah Korea untuk makan dengan cangkem jembar, saya tak sadar meluberkan rasa cemas sekaligus gemas padanya. Anakku suka ngemplok nasi, mie, atau roti dengan suara seperti seruputan kopi, “sluurrttt!” Waduhh, jian.

Bacaan Lainnya

Akhir-akhir ini, saya agak khawatir melihat pola makannya. Porsinya tak wajar dan cara makannya tak seperti kebiasaan.

“Mbak, ya tak harus meniru Korea-Korea gitu lah, kita kan orang Indonesia…” Saya pernah menasehati saat melihatnya mempraktikkan Youtube Mukbang saat makan bersama.

Sebelumnya, saya penasaran dengan siaran visual itu. Kupaksa mengintipnya, dan rupanya ada cowok atau cewek Korea yg mengajak interaksi dengan audiennya, di depan makanan tersaji. Mie pedas samyang yang berwarna merah kecoklatan, cumi atau gurita yang dimasak sedemikian rupa, bahkan berderet paha ayam yang bisa masuk mulut sekali ganyang.

Meski demikian, gerakan mukbang ini cukup menantang. Bagaimana orangtua bertarung merebut tren kurang sehat itu? Tentu setiap orangtua perlu menemukan pendekatan terbaik bagi anak-anaknya, yang berbeda-beda alias tak sama.

Gaya itu dikonstruksi bukan berjalan alami dari sono-nya. Sayangnya, siaran mukbang atau iklanlah penentu utama “bangunan” itu mapan, bukan dari bapaknya. Huuu!

**

Facebook Comments Box

Pos terkait