Miris melihat manusia berkerumun di masa pandemi, tapi lebih miris jika melihat cara menyalurkan bantuan sosial di mana protokol kesehatan dilanggar.
Rakyat miskin sudah nasibnya jelek sering diperlakukan nelangsa. Lha nerima bantuan saja harus dipertontonkan di balai desa bahkan ada yang di pendapa kecamatan.
Seolah sejak dulu jika menolong orang miskin harus dipertontonkan. Orang miskin dieksploitasi kefakirannya lalu ditolong diberi bantuan.
Ini mengingatkan seperti kaum kolonialis jaman dulu, sama persis memperkakukan orang miskin bagai ayam. Mereka dikasih uang receh lalu jadi rebutan, dan mereka bangga tertawa melihat orang berebut.
Orang miskin datang ke balai desa itu penuh beban lho. Lha wong menerima bantuan saja tetangga yang tidak menerima sering nyinyir kok. Belum lagi sepulang dari balai desa, sepanjang jalan sampai rumah harus menghadapi tatapan dan cibiran tetangga.
Alangkah baiknya jika petugas penyaluran itu datang ke padukuhan. Perlakukanlah orang miskin supaya kepala tegak berdiri. Mereka senang menerima bantuan, tapi hati mereka lebih senang jika nasib mereka berubah bukan lagi keluarga kategori penerima Bansos.
Dan yang harus diingat, membantu fakir miskin amanat Undang-Undang Dasar. (Mlipir Ngidul).
***