“Kok kamu diem aja sih, diingatkan pakai masker itu, suruh jaga jarak, dan cuci tangan donk!”
Tiga mantra ini seakan memberondong siapapun di masa pandemi, sepaket “Stay at home.” Berbondong-bondong.
Kedondong, cara mengingatkan ataupun mengedukasi itu banyak cara. Kata orang Jawa, mantranya adalah, “dupak bujang, esem mantri, semu bupati”. Nasehat atau didikan perlu disesuaikan dengan sasaran, konteks, dan kemasan masing-masing biar nyambung dan efektif.
Misalnya, bagi para kaum pintar dan berkuasa sebaiknya melalui semu atau bahasa simbolik. Ia memuat kedalaman makna, meski ndak terungkap kata. Bisa jadi, bagi beliyau-beliyau bahasa simbol lebih mengena.
Gini, selain pertimbangan medis, sepertinya ada beragam motor penggerak keluar rumah. Dari urusan perut, politis asal ribut, ideologis alias ngeyel akut, atau campuran banyak unsur tersebut. Maka perlu pendekatan tak seragam: dibantu mengenyangi, diomongi, ditudingi, atau kalau perlu lapor polisi.
Yang mempesona, menurutku, itu kaum eksemplaris. Ia memberi teladan melalui hidupnya. Jaga jarak ya sudah dilakukan dengan gaya relasinya yang berjarak tanpa menginjak.
Eh, ngomong2 ini cerita meyentuh ndak? Menampar afeksimu ndak?
***