Retnodhoemilah adalah surat kabar berbahasa Jawa pertama di Hindia Belanda, yang terbit pertama kali pada tanggal 17 Mei 1895. Dari arsip Museum Penerangan TMII, diketahui pada mulanya Retnodoemilah merupakan surat kabar mingguan kemudian terbit setiap minggu 2 kali yaitu hari Selasa dan Jumat dengan pengantar bahasa Jawa dan Melayu. Surat kabar ini diterbitkan dari Yogyakarta oleh Percetakan H. Buning & Co dengan editor seorang Belanda, bernama F.L Winter .
Pada tahun 1900, dr Wahidin Sudirohusodo, yang kemudian dikenal sebagai seorang tokoh kunci gerakan Kebangkitan Nasional menjadi editor Retnodoemilah seksi bahasa Jawa dan Tjan Tjiok San menjadi editor Retnodoemilah seksi bahasa Melayu. Pada tahun 1901, Wahidin Sudirohusodo menjadi redaksi tunggal surat kabar Retnodoemilah.
Surat kabar yang terbit dalam cetakan kertas berukuran 36 cm x 27,5 cm. Menurut catatan wikipedia, nama terasa agak unik dan mungkin menggelikan. Namun, surat kabar ini bukan surat kabar tentang perempuan.
Dalam buku Seabad Pers Kebangsaan, 1907–2007, Retnodhoemilah merupakan surat kabar yang menjadi sarana bagi para pendiri bangsa untuk menggalang kesatuan. Di sinilah mula-mula Wahidin Soediro Hoesodo, Dr Soetomo, dan Wignjohadjo duduk sebagai redaktur.
Koran ini terbit dua kali seminggu, yakni pada hari Selasa dan Jumat kecuali pada hari raya. Di Hindia Belanda pada jaman itu, harga langganan surat kabar ini setiap tahun adalah f5 (5 gulden). Adapun harga langganan untuk Eropa dalam setengah tahun adalah f7 (7 gulden).
Menurut catatan Departemen Penerangan (1995), surat kabar yang terbit sejak 1895 dan sebagian besar berisi ulasan atau pembicaraan tentang kondisi buruk yang mendera masyarakat Jawa pada periode tersebut dan memerlukan perhatian serta bantuan dari golongan terkemuka. Surat kabar Retno Doemilah juga memiliki agen penerbitan dan penjualan di Yogyakarta (De Nieuwe Vorstenlanden, 20-05-1985).
Semasa dr. Wahidin Soedirohoesodo menjabat sebagai redaktur Retnodhoemilah pada periode 1901-1906, ia berupaya keras membangkitkan perhatian dari golongan bangsawan bumiputra agar bersedia memberikan bantuan kepada rakyat melalui bidang pendidikan (Departemen Penerangan, 1995).
Seperti tersaji terbitan pada 4 Januari 1901, Retno Doemilah memuat artikel terbentuknya Mardiwara, sebuah perkumpulan yang beranggotakan kaum terpelajar Jawa. Perkumpulan ini terbentuk oleh karena keprihatinan mereka terhadap kondisi perekonomian masyarakat Jawa yang jauh tertinggal bila dibandingkan dengan kesejahteraan para pendatang.
Sayangnya, surat kabar ini tak berumur panjang. Pada 1909, surat kabar ini berhenti terbit.
***