Taruna Muda Tani Bulu Candirejo: Gelora Anak Muda Melawan Arus Ogah Bertani

Giat pertanian pada anggota Karang Taruna Dusun Bulu Candirejo Semanu. Foto: WG.

Karangtaruna itu ‘idealnya’, menurut saya, sebagai wadah para taruna (pemuda) belajar dan berkarya dalam segala bidang kehidupan. Ya olahraga, ya kesenian, ya kewirausahaan, ya riset-penelitian, ya fotografi, ya sinematografi, ya ‘sandiwara’, ya tulis-menulis, ya bahasa, ya anyam-anyaman, ya ‘macapatan’, ya sablon-sablonan dan cetak-cetakan, ya per’bathik’an, ya ‘panatacara-sesorah’, ya pertanian-perkebunan, ya ekologi-lingkungan, ya bidang apa pun.

Mengapa? Karena karang taruna adalah pekarangan atau ‘kebon’, yaitu tempat tumbuh, tempat berkarya, tempat menyemai oleh para pemeran bernama para pemuda, bukan para tua. Jika saja kita orang Gunungkidul mau mengaku berapa banyak para taruna yang mau dan sedia berkarya (atau belajar saja lah) di bidang pertanian (among-tani) dan bidang-bidang kaitannya seperti peternakan dan perikanan, mungkin kita akan mengatakan dengan agak malu-malu bahwa jumlahnya memang sedikit.

Bacaan Lainnya

Dan jika kita mulai mendata kehadiran kelompok tani muda di Gunungkidul, di luar kelompok-kelompok tani muda yang tidak terdeteksi oleh khalayak (minimal oleh radar saya yang tidak peka), barangkali Samuka Farm Dusun Bulu Desa Candirejo Kecamatan Semanu merupakan kelompok tani muda kedua setelah Sekolah Pagesangan (dipamongi Dyah Widuretno) di Panggang yang telah melaju ke depan di bidang pertanian ini.

Beriringan jalan dengan ‘kampanye’ Kementerian Pertanian tentang bagaimana mengajak dan menumbuhkan kembali dalam diri para taruna semangat untuk mencintai dan menekuni dunia pertanian, Karang-Taruna Dusun Bulu yang tergabung dalam komunitas Sasana Muda Karya (Samuka) mendirikan kelompok taruna-tani atau tani-muda yang bernama Samuka Farm (ya gimana lagi, tak mengapa, nama-dirinya agak ke-Barat-Baratan). Samuka Farm memiliki 26 anggota, terdiri dari anggota yang sederajat SMP ada, yang sederajat SMA ada, yang bekerja juga ada. Di antara yang masih bersekolah di jenjang SLTP dan SLTA, yaitu kurang lebih sekitar 15-16 taruna, yang paling muda kelas 1 SMP.

Oleh sebab sejak awal berdiri tak ada jaminan mendapat dana dari luar, maka beberapa anggota karang taruna yang dimotori oleh Arif, Supri, dan Taka (para pengurus) memikirkan bagaimana bisa memiliki dana kegiatan. Mereka di waktu-waktu senggang melakukan obrolan-obrolan tentang bagaimana mengembangkan kegiatan para taruna Dusun Bulu ke depannya. Program yang telah dilaksanakan adalah program bidang pertanian, perikanan, dan peternakan.

Di bidang pertanian Samukafarm menggunakan tanah kas dusun untuk menanam jagung, sengon, dan rumput-rumputan pakan ternak. Di bidang perikanan, Samukafarm memproduksi lele. Di bidang peternakan Samukafarm beternak kambing. Pada akhirnya, modal yang digunakan adalah iuran dari masing-masing anggota. Namun pada awalnya, dulu, adalah dari kucuran peminjam modal.

Kebetulan, pada tahun 2019, ada seorang anggota Samuka yang bersedia memberikan pinjaman modal. Oleh pengurus pinjaman modal itu diwujudkan kambing sejumlah 19, dan kemudian ditawarkan kepada para anggota Samuka Farm agar bisa dipelihara. Sementara itu jumlah anggota Samuka Farm 26 orang. Artinya, tujuh anggota belum memeroleh bagian program memelihara kambing.

Bagi taruna yang belum memeroleh bagian akan dipenuhi untuk program pada periode berikutnya, jika pelunasan sudah selesai. Bahkan, anggota Samuka Farm yang telah mengikuti program pertama pun telah ancang-ancang untuk mengikuti program kedua. Ketika para anggota ditanya kenapa akan mengikuti program ini lagi, sementara sudah memiliki kambing, jawabnya: lewat kegiatan ini bisa menyisihkan uang jajan sekaligus memiliki kambing sendiri.

Program ini bermula dari permasalahan yang dianalisis oleh pengurus Karang Taruna Dusun Bulu, yaitu banyaknya taruna-taruni yang kecanduan bermain ‘games’ dengan HP. Terkadang para pemuda bermain ‘games’ hingga larut malam bahkan pagi hari. Paginya mereka bermalas-malasan bangun. Mereka berkelompok di suatu tempat tertentu di Dusun Bulu dimana terdapat sinyal bagus. Di tempat seperti ini mereka beramai-ramai bermain ‘games’. Selain kecanduan ‘games’, para taruna Dusun Bulu sudah banyak yang berperilaku merokok.

Permasalahan para taruna Dusun Bulu ditangkap oleh para pengurus. Para pengurus kemudian membicarakan permasalahan ini untuk menemukan solusi. Para pengurus mencoba mendata kesibukan-kesibukan yang mungkin bisa mengalihkan kebiasaan para anggota karang taruna yang kecanduan ‘games’. Maka, salah satu cara untuk mengurangi dam mengerem kebiasaan-kebiasaan para taruna Dusun Bulu adalah: program “dua ribu per hari”.

Kemunculan gagasan “dua ribu per hari” ditindaklanjuti oleh pengurus karang taruna dengan menanyakan banyaknya “sangu” (uang saku) para taruna Dusun Bulu ketika bersekolah. Ada yang menyampaikan bahwa setiap hari mendapat uang saku 10 ribu, ada yang 15 ribu. “Jika menyisihkan uang jajan 2 ribu per hari bisa tidak?” tanya para pengurus. Para taruna menjawab: bisa. Akhirnya program dapat dilaksanakan. Meskipun pada prakteknya pembayaran “dua ribu per hari” terkadang molor dari tenggang waktu yang telah disepakati. “Dua ribu per hari” menurut para taruna terasa kurang. Namun demikian, semakin ke depan setoran para anggota ada yang molor. Ada yang setor per hari, kemudian per minggu, bahkan ada yang mundur sebulan baru setor.

Meskipun demikian, melalui kegiatan peternakan itu para taruna belajar mengelola keuangan mereka sendiri dengan menyisihkan uang jajan 2 ribu sehari selama satu tahun. Para anggota tidak bisa setiap hari ikut ‘ngupakara’ kambing, karena beberapa alasan ‘ngingu’ kambing memang harus dibantu oleh pamong orang tua, agar pelajaran ‘ngingu’ berjalan lancar. Yang jelas, program “dua ribu per hari” dapat membantu para taruna belajar dan berkarya di bidang peternakan.

Mereka sedikit demi sedikit mampu memberdayakan diri mereka sendiri, mengelola sumber material lingkungan mereka sendiri. Ketika pada awalnya mereka tidak memiliki kegiatan dan merasa sepi alias ‘gabut’, ‘klonthang-klanthung’, hambar, bosan, cuma bermain HP terus-terusan, sekarang mereka merasa menjadi bagian dari proses belajar dan berkarya terutama yang bersinggungan dengan diri dan lingkungan mereka sendiri. Mereka telah merubah arah sejarah karang taruna Dusun Bulu 5-7 tahun yang lalu yang melulu fokus pada sektor olah raga voli dan sepak bola.

Ya sudah, hanya itu, Samuka Farm di Semanu, yang barangkali sebagai “sekolah pertanian” yang kedua setelah Sekolah Pagesangan di Panggang, adalah “sumber banyu bening” bagi para taruna Bulu dan sekitarnya melebar ke Gunungkidul maupun luar Gunungkidul untuk bisa berdiskusi, belajar, dan bersama-sama berkarya di bidang pertanian dan bidang-bidang yang dekat dengannya. Beberapa kali mereka telah mengadakan kegiatan “angon wedhus” yang dirayakan bersama dengan kegiatan “sinau bareng”, dilaksanakan di lapangan Dusun Bulu. Mereka juga belajar dan berkarya di bidang manajemen bisnis. Mereka juga belajar Aksara Jawa. Mereka juga belajar ‘nandur suket nandur palawija’; dan sebagainya dan sebagainya.

Mungkin begitulah ‘ideal’nya karang taruna itu. Bukankah karang taruna (‘mudha’) ‘dibebani’ tugas dalam proses pencarian dan pemunculan kembali akar kehidupan dan ilmu luhur orang-orang tua (‘wredha’), yang di antaranya adalah pertanian (‘among’) dan peternakan (‘angon’, ‘ngingoni’)? Sehingga, karang-taruna itu, paling tidak, merupakan wadah para taruna untuk belajar dan berkarya di bidang pertanian, perhutanan, peternakan, dan perikanan, dan lain-lain seperti yang diwariskan oleh nenek moyang dari jaman bahuela, seperti yang telah dilakukan oleh para taruna Dusun Bulu Kecamatan Semanu (Samuka Farm) itu?

Lalu, kapan Sampeyan-Sampeyan para taruna se-Gunungkidul ikut belajar dan berkarya di bidang pertanian peternakan?

Atau, justru sudah, hanya Sampeyan tak merasa perlu dan penting untuk mengabarkannya kepada kawan-kawan di sini? Atau, Sampeyan berkenan membaginya di sini, setelah ini?

Lantas, bagaimana dengan saya?

Saya belum, atau tidak, karena saya (sedikit) dikenali oleh beberapa kawan di sini sebagai pihak yang kebisaan dan kebiasaannya cuma ‘omong doang’.

***

[Semanu, Maret 2020. WG.]

Facebook Comments Box

Pos terkait