Trigati

Tri, tiga. Gati, gagasan kang permati. Trigati, gagasan cermat yang terpelihara untuk diwujudkan. Tri pertama, bhinneka tunggal ika (kerukunan). Tri kedua, keistimewaan budaya Mataram (kemuliaan). Tri ketiga, Negara Kesatuan Republik Indonesia (nasionalisme). Trigati ini, secara spiritual historis adalah gembolan bekal warga Gunungkidul, wong redi sewu dalam menata dan membangun daerah asal usul wutah getihnya. Trigati, sebagai pedoman spirit kerja pengabdian, ada sumber etika sosial filosofis dari kawasan geo-kultural wilayah tradisi Gunungsewu. TRIGATI lahir dari kearifan lokal budaya Nusantara dan semangat/spirit warga Gunungkidul.


Tiga gagasan pokok/inti TRIGATI adalah sebagai berikut. Pertama, Bhinekka Tunggal Ika. Bhinekka Tunggal Ika memiliki intisari kerukunan. Kerukunan menjadi dasar perubahan Gunungkidul. Warga Gunungkidul dikenal bukan hanya karena keuletan, ketangguhan dan ketelatenannya melainkan juga karena dorongan semangat untuk hidup rukun sungguh luar biasa. Kita bisa temukan dipelosok-pelosok desa, semangat kerukunan dan gotong royong sungguh nyata. Inilah kekuatan penting bagi pembangunan di Gunungkidul. Catatan perjalanan Gunungkidul saat mengalami bencana banjir, tanah longsor, kekeringan dan jaman Gaber adalah bukti otentik betapa tangguhnya warga di bumi handayani.

Kebhinekaan di Gunungkidul haruslah menjadi nafas utama. Beragam jenis kesenian, suku, agama dan kelompok ada di Gunungkidul. Inilah sumber daya penting untuk menghidupi bumi handayani. Presiden Pertama kita, Ir Soekarno telah mengingatkan dengan istilah JAS MERAH atau “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”. Presiden kita sungguh titis lan nitis tentang sejarah bangsa ini. Demikian pula bagi kita di Gunungkidul. Warga Gunungkidul tak boleh melupakan sejarah peradaban dan kelahiran bumi handayani. Sejarah kita adalah kekuatan menyongsong masa depan Gunungkidul yang lebih baik.


Kedua, Keistimewaan Budaya Mataram. Kita perlu bersikap tegas bahwa keistimewaan adalah anugerah yang luar biasa. Dalam pengertian ini, keistimewaan historis dan kultural menjadi dasar kita melangkah. Maka peran serta warga Gunungkidul dalam menjaga keistimewaan Yogyakarta layaknya seorang petani mencintai, merawat dan menggarap tanahnya. Bumi Handayani harus manjing nyawiji dan manunggal dengan Bumi Ngayogyakarta Hadiningrat. “Manunggaling Kawula Gusti”, pertama-tama bukan hanya dalam arti fisik melainkan juga dalam pengertian spiritual.

Ketiga, Negara Kesatuan Republik Indonesia. “NKRI Harga Mati”, demikian kita sering mendengar ungkapan ini. Ini berarti NKRI tidak untuk ditawar. NKRI telah final. Putra-putri Bumi Handayani selayaknya mempersembahkan yang terbaik bagi NKRI lewat karya dan kreatifitasnya. Mencintai Bumi Handayani sekaligus mencintai kbhinekaan, keistimewaan dan NKRI. Oleh karena itu, TRIGATI adalah perwujudan cinta kita kepada Bumi Handayani. Dengan cara ini, kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat Gunungkidul akan kita raih bersama.

Membangun Gunungkidul laras dengan spiritualitas masyarakatnya, yang sejak kelahirannya terus berjuang dan mencapai cita-cita melalui jembatan emas Trigati. Falsafah Trigati, tiga modal kekuatan spiritual menuju kesejahteraan rakyat. Kerukunan, kemuliaan/keluhuran, dan nasionalisme. Trigati digali dari kekayaan batin wong Gunungkidul yang penuh greget gumregah dan sengguh ora mingkuh dalam menata hidup. Konsep Kepemimpinan TRIGATI inilah yang diugemi dan dianut oleh Bambang Wisnu Handoyo, calon Bupati Gunungkidul 2020 – 2024. 



Facebook Comments Box

Pos terkait