“Kok kental begini ya pak?”
Petugas PMI mengamati setetes darah yg keluar dari jari tengah tangan kananku. Ia memasukkannya ke alat kecil tester dan memasukkan ke alat pengukur pasangannya. Nampak angka menunjukkan 172.
“Benar pak, terlalu kental… Ehm, stop kopi, teh, dan perbanyak minum air putih dan istirahat ya Pak. Nanti tiga hari ke sini pasti sudah bisa donor!”
Aku mengangguk. Agak kecewa sih, karena belum bisa donor darah hari ini. Sedikit lega, Mbak petugas menjelaskan kalau batas angkanya 170 dan setelah melihat angka 172 ia memberi penjelasan sekaligus harapan bisa diambil tiga hari lagi.
Slogan “Setetes darah, sejiwa manusia” melekat padaku sejak SMP. Ceritanya, waktu itu ada tugas dari bu guru seni lukis untuk menggambar iklan. Nah, kugambarlah iklan donor darah itu, gambar setetes darah warna merah dan tulisan mengharukan itu.
Nyantol dalam benakku, bagaimana nyawa orang bisa tertolong “hanya” dengan setetes darah yang kita bagi, padahal pendonor bisa membagi setidaknya 250 cc.
Meski setahun dua kali, sudah puluhan tahun kudonorkan darahku. Hanya bermodal badan dan keberanian.
Ndak perlu sangar kok, yang penting bugar. Jika mau donor ya donor darah segar, bukan darah yang terlalu kental.
Yukk, minum air bening yang buanyaaak biar darah jadi segaaar!