Jika cara berfikir saya dan laku hidup saya tentang kesehatan masih demikian, mungkin termasuk Anda, terus-terusan, maka sebenarnya, saya tak berbakti pada alam yang mengajarkan ‘pengetahuan yang baik’ dan ‘pengetahuan yang buruk’.
Sledri dan Ginjal, Tela Kaspa dan Kanker, Suket-Suketan dan Ginjal
Meminjam terma kepramukaan (biasanya kepramukaan merupakan ruang pengembangan diri para siswa): saka-bakti-(h)usada, yaitu tiang penyangga, atau dasar (batur), yang melandasi kerja berbakti (kerjabakti) manusia kepada lingkungan sekitarnya (manusia dan alam). Kerja bakti-usada mengajak manusia untuk berfikir bahwa kesehatan bukan hanya merujuk pada ‘obat’, bukan hanya ‘dokter’, bukan hanya ‘rumah-sakit’, namun juga usada dan dhukun usada, dan panti usada, batra dan etnomedisin, dan usada alternatif lain, para tokoh usada di lingkungan rumah-tangganya masing-masing (modern pramodern), bahkan kondisi-kondisi prasadar bawah-sadar, yang muncul dan lahir dari kekayaan khasanah kebudayaannya sendiri, yang hidup berkembang di sekitar omahnya: sledri (untuk kinerja ginjal), kacangdawa, katul (kebersihan darah dari asam urat misalnya), tela-kaspa (mendesak sel kanker yang jahat dan diabetes), suket-suketan (ginjal, diabetes, dsb.) dan lain-lain dan lain-lain.
Kita lupa. Sengaja dan pura-pura lupa. Dipaksa lupa. Mereka berdua (sistem kesehatan modern dan pramodern) usada. Mereka adalah usada yang bisa ngusadani cara berfikir kita tentang usada. Tentang tali pusat manusia (teknologi, unsur dasariah alam, dan lebih-lebih ‘puser’/plasenta) sebagai usada.
Agar kita kembali waluya-jati jati-waluya, kembali hayu. Laksana hayunya Wara Sumbadra; Ibu Bumi Gunungkidul yang telah melahirkan anak-anak usada.
Itu.
***
(Wage).