Cegah Banjir Mustahil Berhasil Tanpa Pahami Aspek Hidrologi

Tempuran Kali Besole di Kota Wonosari. Dok: KH

Terpisah, Kepala Seksi Pencegahan, Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan (Kapedal), Joko Untoro ST, mengutarakan, banjir terjadi lantaran berkurangnya daerah resapan, sedangkan endapan lumpur di sungai yang ditumbuhi semak belukar menghambat laju air sungai.

Ia juga menilai, bahwa semestinya upaya revitalisasi sungai tidak sebatas membangun talud agar arus air semakin cepat dan lancar, tetapi dengan konsep mempertimbangkan aliran alami sungai tersebut. “Apalagi merubah bentuk aliran alaminya. Di satu sisi memang laju air semakin cepat, tetapi karena tidak ada jeda aliran sesuai kelokan alami air sebelumnya. Maka pada satu titik tidak dapat menampung sehingga terjadi luapan karena akumulasi arus besar,” paparnya.

Bacaan Lainnya

Sambung dia, Kapedal sendiri memiliki peran dalam hal mitigasi bencana melalui pembinaan warga di sepanjang daerah aliran sungai. Kemudian bersama lintas sektoral juga terlibat dalam hal regulasi pemanfaatan lahan seperti proses ijin IMB dan tata ruang serta tata bangunan.

Sosialisasi mengenai konsep hidrologi, urainya, juga disampaikan melalui berbagai kesempatan, misalnya saja aturan normal adanya sumur resapan. Selain itu, mengenai tata ruang yang ideal seperti dalam satu kawasan adanya bangunan rumah, maka 30 persennya merupakan area terbuka atau tidak tertutup semen/beton.

“Misalnya saja ditambah membuat bio-pori, setiap 15 meter persegi idealnya dibuat satu lubang  resapan air dengan ukuran kedalaman 80 centimeter dan diameter lubang 20 centimeter. Sehingga diharapkan air masuk ke tanah tidak semua mengalir ke drainase,” jelas Joko.

Ditemui di ruangannya, Kepala Seksi Permukiman dan Penyehatan Lingkungan Bidang Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Gunungkidul, Sugito ST menyebutkan, dalam hal penanganan sungai di kawasan kota Wonosari pihaknya selalu melakukan pemeliharaan rutin tiap tahun.

Kendala yang ia hadapi utamanya terletak pada minimnya anggaran. Misalnya saja untuk pembersihan sungai, dalam satu tahun hanya mendapat alokasi sebanyak Rp 18 juta. sedangkan untuk alokasi anggaran rehabilitasi hanya ada Rp 250 juta. Kenyataannya, tiap tahun selalu saja ada tunggakan pekerjaan yang belum dapat diselesaikan karena kurangnya anggaran.

“Usulan yang masuk untuk pembenahan kawasan Besole, Kepek, dan Sungai Siraman senilai Rp 2,5 Milyar, sehingga dengan dana yang sedikit kita prioritaskan pada titik yang lebih parah dan sudah terlalu lama,” ungkap Sugito.

Dirinya mengaku sudah melakukan survey sungai sepanjang 23 kilometer. Basis data ia sudah miliki, di mana saja titik-titik yang perlu segera diperbaiki, sehinga sewaktu dalam RKA sudah dianggarkan maka tinggal mengerjakan saja.

“Mengenai penyebab banjir, ada pengaruh dari runtuhan talud, bambu dan pepohonan yang menjorok ke sungai saya kira juga menjadi pemicu. Bambu di satu sisi baik sebagai penguat sempadan sungai tetapi jika menghambat laju air maka perlu di kurangi atau disingkirkan,” tukasnya. (Kandar)

Facebook Comments Box

Pos terkait