Meneruskan cerita saya tentang Embung Batara Sriten Desa Pilangrejo Nglipar Gunungkidul, yang saya posting tempo hari. Dikarenakan kami nyampai di embung Batara Sriten itu tengah hari, maka kami merasakan sesuatu yang sama. Secara kompak tanpa dikomandoin yang mana dari pada perut kami merasakan hal yang sama, yaitu laparrrr…… Untuk mengatasi masalah bersama kami tersebut, kami segera mencari warung makan untuk madyiaanng…, dan dari sinilah awal kisah yang saya mau ceritakan.
Setelah berkeliling-keliling, kami memutuskan untuk makan di warung yang ada di wetan embung. Warungnya sederhana, letaknya di sisih wetan dari embung, dengan menyediakan menu yang sederhana seperti Indomie, Soto Ayam, Gorengan dan juga tentu saja segala macam minuman tersedia di warung ini. Kok ndilalah bodohnya saya ndak sempat nanya nama ibu warung ini. Juga ndak sempet motrek warungnya, karena pada saat itu yang kepikiran adalah segera madyiaanng.
Karena jaganya sendirian, ibu warung sepertinya kecipuhan meladeni rombongan kami yang tentunya sedang kelaparan tersebut. Dengan ijin ibu pemilik warung, maka kami diperbolehkan untuk ngambil nasi sendiri, trus gorengan juga ngambil sendiri di dapur warungnya ibu. Tapi untuk soto, nunggu ibu warung meraciknya. Wis pokokke giduh banget neh. Nak wong londo ngarani self service ngunuh kae, prinsippe madyiaaanng njupuk dewe hehehehe.
Saking nikmatinya makan soto ayam bikinan ibu warung, tahu-tahu wis entek separo dan saat itu saya baru nyadar, bahwa sambelnya ndak ada. Dengan sedikit memelas saya minta sambal, dan cilaka tiga belas ternyata sambalnya habis. Karena sambal sotonya habis maka atas inisiatif ibu pemilik warung saya dibuatkan sambel bawang yang fresh from the layah dan rasane jian juoosss tenan. Nendang banget, sampai-sampai saiya jadi nambah nasinya sak cething dewe.
Singkat cerita, setelah makan tinggal itung-itungan untuk membayar, dan setelah semua dihitung maka segera saya membayar dan pamit pulang, karena saya dan robongan akan melanjutkan perjalanan ke Puncak Becici.
Dengan perut kenyang, kami rombongan meninggalkan warung ibu ini. Nah setelah sampai di parkiran, saya baru nyadar bahwa HP ndak ada. Sudah saya cari di tas, di saku dan silipan-selipan ndak ada juga. Dengan sedikit kecemasan, saya berpikir HP saiya ketinggalan di warung ibu tadi. Maka dengan segera saya dengan Paklek balik ke warung tadi.
Tapi kok ndilalah HP saya ndak ada. Saya sempat panik. Dalam keadaan demikian kadang tersirat dalam pikiran atau mbatin mencurigai orang-orang yang makan bareng di warung ibu. Dicari di meja, sudut sudut ruangan nggak ada juga jelas HP saya nyata-nyata ndak ada. Dengan rasa campur aduk saya meninggalkan warung ibu tadi. Saya berjalan menyusuri pinggiran embung sebelah selatan dengan perasaan ndak karuan.
Dengan langkah gontai saiya melangkahkan kaki menuju parkiran mobil, eeeee…..mak jenggirat kaget saya. Ibu warung dengan tergopoh-gopoh dan teriak-teriak memanggil-manggil saya. HP saya ternyata telah ditemukan.
Critanya pada saat saya meninggalkan warung dengn hasil nihil, anak wedok coba-coba menghubungi saya. Dengan sendirinya HP saya pasti berbunyi, dengan sendirinya HP saya langsung ketahuan keberadaannya ada di mana. Eeeee…ternyata HP saya ada di dapur ibu warung pas banget deket dengan layah tempat sambel bawang. Owaaalah….
Dengan rasa tulus saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga pada ibu warung. Saya bermaksud untuk memberikan tanda terima kasih, namun demikian ibu warung dengan amat sangat halus dan bener-bener menolaknya.
Malah ibu warung memberikan senyum yang amat sangat tulus pada saya, cermin ketulusan tersebut tergambar sangat jelas di matanya, yang seolah-olah berkata “bahwa kejujuran itu yang utama, materi dan rejeki Gusti ingkang ngatur mas”.
Inilah pelajaran yang saya dapet dari ibu Pemilik Warung di Embung Batara Sriten.
Salam sungkem njih Bu, mugi warung’e tambah ramai dan dilipatgandakan rejekinya.
Tertanda: Penggemar Tongseng Pasar Argosari.