Kronjot adalah perkakas bantu khas perdesaan untuk pengangkutan barang. Kronjot umumnya dilekatkan pada boncengan sepeda atau sepeda motor. Fungsi utamanya sebagai wadah barang, sehingga lebih mudah mengangkut atau memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat lain. Di berberapa wilayah Gunungkidul, ada yang menyebutnya sebagai bronjong.
Ketika jaman montor odok (sebutan jaman dulu untuk sepeda motor) masih menjadi barang mewah dan jarang dimiliki masyarakat umum, mengangkut barang dengan sepeda yang diberi kronjot merupakan pemandangan yang sangat populer. Boleh dikatakan setiap rumah tangga perdesaan Gunungkidul yang mempunyai sepeda kayuh pasti punya kronjot.
Dengan kronjot dan sepeda, dulu para petani mengangkut aneka hasil panenan (gaplek, padi yang di-ani-ani, jagung, singkong, buah-buahan, dll.) dari ladang atau sawah dibawa pulang ke rumah. Membawa hasil panenan ke pasar juga bisa dengan kronjot. Termasuk mengangkut pupuk kandang ke ladang pun juga bisa dengan kronjot. Boleh dikatakan, kronjot itu alat bantu pengangkutan yang serba guna. Kalau diamati mendalam, penggunaan kronjot untuk pengangkutan merupakan perkembangan dari pengangkutan yang sebelumnya dengan cara dipikul.
Meskipun dalam perkembangannya pengangkutan hasil pertanian kemudian memakai mobil bak legendaris Colt T-120 atau truk engkel, penggunaan kronjot tidak lantas punah. Ini karena penggunaan kronjot memang praktis, tidak harus nyarter kendaraan. Terlebih kemampuan jelajah sepeda atau sepeda motor ber-kronjot itu bisa menembus jalan sempit-terjal entah bukit, lembah atau alas nggluthikan para petani.
Kronjot atau bronjong awalnya dibuat dengan material dari bambu dan kadang ditambah papan kayu untuk memperkuat planthangan-nya. Dalam perkembangannya, pembuatan kronjot terus mengalami evolusi. Ada kronjot kaku yang memakai lembaran plastik (mungkin tepatnya poly-urethane) yang dianyam, ada pula kronjot yang lentur memakai lembaran terpal plastik atau kain yang dijahit.
Dari sisi fungsionalnya, penggunaan kronjot sekarang tidak hanya di kalangan petani. Ada banyak ibu-ibu yang kreatif berdagang keliling memakai kronjot. Aneka makanan dijual dengan motor ber-kronjot, seperti jualan: pecel, tahu-tempe, jamu, jus buah, kripik, krecek dan lainnya. Itung-itung, kronjot ternyata mampu memungkinkan capaian ekonomi perdesaan lebih hidup dàn berkembang.
Varian lain dari kronjot masa kini untuk distribusi barang dan jualan keliling barangkali bisa ditemui dalam krombong yang dipasang di sepeda motor. Mari amati krombong bakul krupuk, krombong bakso, krombong bakso tusuk, krombong cireng/cilok/cimol, krombong es thong-thong, krombong siomay, dan sebagainya. Kronjot ternyata menjadi sarana bergeraknya ekonomi kecil. Sinambungnya nadi kehidupan rakyat kecil.
Kronjot sebagai teknologi perdesaan sesungguhnya juga tetap merasuk dalam era ekonomi dan industri 4.0 skala perusahaan konglomerat. Gak percaya? Coba lihat, gofood, gosend, grabfood, pak pos dan courrier express mengantarkan barang pesanan konsumen pun juga menggunakan kronjot atau bronjong. Bedanya, kronjot para petani perdesaan itu polos atau generik tanpa ada merek dengan hak paten, sedangkan kronjot industri 4.0 ada merek dan logo perusahaan raksasanya.
***
Foto: Kronjot kepunyaan Mas Bill sedang mengangkut hasil kebun di perbukitan Batur Agung Pilangrejo Nglipar.