Ketemu Guruku SD Dulu: Teringat Pendidikan Karakter Tempo Dulu

Guru sekolah dasar. Dok: edukasi/kompas.

Antrian di Unit BRI cabang Gading siang itu lumayan banyak. Sambil menunggu antrian aku duduk di bangku barisan tengah . Jari-jemari ini sibuk menari-nari di atas keyboard ponselku. Sesekali aku menatap ke depan, melihat orang yang mendapat giliran dipanggil sang teller.

Beberapa waktu kemudian, tanpa sengaja aku melihat seorang nasabah. Laki-laki tua, usianya sekitar 78 tahun, tingginya 160 cm, tubuhnya kecil tetapi masih terlihat gesit . Sedang berjalan sambil menundukkan wajahnya. Sesampai di hadapan sang teller, dia mengambil sikap sempurna dengan meluruskan tangan, membungkukkan badan dengan senyum yang ramah.

Bacaan Lainnya

Wow, suatu pemandangan yang langka dan betul-betul menarik perhatianku. Dari sekian nasabah, baru pria inilah yang menunjukkan sikap dan gaya yang berbeda. Rata-rata sang teller-lah yang menyapa ramah nasabah terlebih dulu. Bahkan kadang aku sering cuek dan hanya mengangguk atas sapaannya dan berharap transaksi segera selesai.

Tiba-tiba, dalam benakku terbayang seorang lelaki yang bertubuh kecil berada di depan kelas sedang mengajar murid-murid mungilnya.

“Anak-anak, di dalam kehidupan sehari-hari, kita harus selalu mengutamakan kejujuran. Membiasakan berperilaku sopan, serta menghormati orang yang lebih tua. Misalnya, Suatu hari kalian diterima bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Pasti sang majikan, tanpa sepengetahuan kita secara diam-diam akan menguji kejujuran kita.”

“Contoh, sang majikan memasukkan sejumlah uang kedalam saku bajunya lantas dikumpulkan bersama baju-baju kotor yang lain. Saat mau mencuci, kita harus memeriksanya satu demi satu baju baju tersebut dengan teliti. Agar jika ada barang barang yang berharga bisa terselamatkan. Selain itu kita wajib menyerahkannya kembali pada sang majikan. Ndara, menika artanipun kentun wonten rasukanipun.”

Dengan mengutamakan kejujuran ,orang lain akan menjadi lebih percaya kepada kita. Kita juga harus selalu mengucapkan nderek langkung sambil membungkukkan badan Jika kita melewati disekerumunan orang. Demikian, pak guruku sewaktu SD menjelaskan sambil memeragakannya.

Byaar, lamunanku buyar tak kala lelaki tua itu telah duduk disampingku kembali. Aku menatapnya.

“Pak Sadimin,” ucapku.

Segera kucium tangannya. Aku gembira sekali bertemu dengannya. Ternyata laki-laki tua itu adalah Guru SD-ku. Pak Sadimin namanya.

Pak Sadimin adalah guru kelas satuku. Tahun 1979, kala aku mengenal bangku sekolah dasar, Beliaulah yang pertama kali menyambut di dalam kelas. Mengajari membaca, menulis, sopan santun dan tata krama dengan penuh kesabaran dan kelembutan. Bercerita adalah salah satu metode andalannya. Kami merasa nyaman dan senang belajar padanya.

Meskipun hampir 38 tahun tak bertemu, ternyata Pak Sadimin tetap tidak berubah. Ia selalu bersikap sopan dan ramah. Seorang pria sederhana yang meskipun tanpa gelar sarjana, tapi pendidikan karakternya sungguh luar biasa.

Apa yang dia ajarkan juga suri tauladannya menancap erat di dalam kalbu setiap anak didiknya.

Pantaslah kiranya peribahasa, “Orang hebat dapat menciptakan karya-karya hebat, tetapi guru hebat dapat menciptakan ribuan orang hebat”.

***

Ninik Suparyani. Gading, 110220

Facebook Comments Box

Pos terkait