Exploring oleh Gunungkidul Photography Itu Laboratorium Usang?

eksploring desa oleh GP.

Di antara serbuan “hegemoni” Danais maupun Dana Desa dan dana-dana yang lain, saya masih menemukan sekelompok masyarakat yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan. Tanpa terperangkap dalam kapitalisasi Dana-Dana nan “Sêntég” itu.

Sêntég adalah kosa kata baru bagi saya yang saya dapat di tengah masyarakat ini, yang digunakan untuk memberi penegasan “Air teh panas, kental dan menyegarkan atau mantap” yang siap disajikan sebagai salah satu bentuk penghormatan pada tamu atau partner minum teh.

Bacaan Lainnya

Nilai-nilai kebersamaan apa yang saya maksud?

Yang saya pahami dan masih kuat mempengaruhi pemikiran saya, nilai-nilai kebersamaan itu adalah gotong royong. Semacam gugur gunung khas masyarakat desa atau pedalaman Gunungkidul. Kerja bakti. Umbukan.

Saya masih sangat yakin, sungai-sungai kecil yang mengalir di setiap desa dan kota saat ini, jalan-jalan kampung baik gang maupun jalan utama, rumah-rumah tradisional tua penduduk desa, kandang-kandang sapi maupun kambing dan masih banyak lagi contohnya adalah bermula dari sebuah sistem yang pada jaman kini di sebut PEMBERDAYAAN.

Pemberdayaan bukanlah “aku memiliki lebih banyak lalu kamu harus menurutiku”. Tetapi sebuah sistem yang terbentuk dengan sendirinya “aku punya apa, kamu punya apa, mari kita buat apa, bersama”.

Tidak ada yang merasa lebih diuntungkan, tidak ada yang merasa dirugikan. Karena hasil akhir semua menikmati bersama. Bahkan bagi siapa saja yang ingin memanfaatkannya. Tanpa banyak berbelit aturan-aturan tertulis atau terdogmakan. Semua dengan sendirinya sepakat, DIRAWAT BERSAMA!

Nilai-nila kebersamaan ini semakin hari semakin pudar seiring berjalannya sebuah peradaban hidup manusia. Sungai adalah proyek, jalan adalah proyek, perumahan adalah proyek, dan seterusnya dan seterusnya. Ini semakin kuat mencengkeram dan menjadi gaya hidup yang harus dilakukan, jika tidak, maka “aku ketinggalan jaman, aku akan tersingkir dari peradaban kekinian”.

Tapi tidak dengan yang saya temui di satu desa bernama Desa Kedungpoh, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul ini. 10 Padukuhan yang menjadi kekuatan desa ini serasa satu nasib sepenanggungan. 10 Padukuhan yang saya dan teman-teman Gunungkidul Photograpy jadikan laboratorium pemberdayaan, sinergisitas komunitas dan sekelompok masyarakat yang ada di Gunungkidul melalui sebuah keilmuan bernama Photography!

Mereka yang saya temui adalah orang-orang yang masih setia dengan sistem kehidupan bernama “KEBERSAMAAN”.
Gentungan, Gojo, Kedungpoh Kidul, Kedungpoh Lor, Kedungpoh Kulon, Kedungpoh Tengah, Klayar, Mojosari, Nglorog dan Sinom adalah nama padukuhan-padukuhan yang menjadi kekuatan sebuah desa bernama Desa Kedungpoh ini.

Gelegar pariwisata Gunungkidul adalah sebuah paradigma yang tidak mudah dilunakan dengan teori-teori pemberdayaan masyarakat dari segi ilmu apapun. Setiap langkah yang awalnya adalah melangkah untuk meneruskan jalan takdir hidup manusia, menjadi jalan setapak satu-satunya yang hanya menuju pada pemikiran Pariwisata! Tidak bisa dipungkiri, paradigma pariwisata menjadi lebih “senteg” daripada semua jenis propaganda apapun.

Padahal gotong royong diawal terciptanya sebuah perkampungan itu bukanlah bertujuan untuk didatangi orang untuk berwisata. Tetapi menjadi salah satu infrastruktur hidup bersosial dan berkelompok. Untuk mencapai apa yang menjadi kesepakatan bersama, untuk menegaskan identitas keberadaan dan keakuan yang kemudian menjadi bagian dari sebuah daerah bernama Gunungkidul.

Penggalian potensi desa, pemetaan potensi desa menjadi bagian dari sebuah perjalanan untuk meyakinkan bahwa semangat “kebersamaan atau gotong royong” itu masih ada dan hidup ditengah masyarakat. Ini yang kemudian menjadi salah satu bahan uji atau tes di laboratorium yang kami miliki. Uji atau tes itu menjadi dasar dari sebuah kegiatan komunitas berbasis hobi yang saya dan teman-teman Gunungkidul Photography lakukan setiap tahun. Yang kami beri nama “EXPLORING DESA” di Gunungkidul.

Setelah melakukan uji laboratorium di Desa Kanigoro dengan Exploring Kanigoro 2016, Exploring Hargosari 2017, Exploring Pilangrejo 2018 dan kemudian setahun vakum karena tahun politik 2019. Laboratorium itu kembali beraktivitas di tahun 2020, dengan memilih Desa Kedungpoh, Kecamatan Nglipar sebagai laboratorium yang kami bangun melalui dunia Photography di Gunungkidul.

Laboratorium ini menjadi sebuah tempat uji atau tes terhadap respon pejabat, tokoh, aktivis maupun golongan pesimistis. Tapi yang lebih penting adalah “roh kebersamaan gotong royong” masyarakat itu ada dan hidup. Karena inilah yang selalu menjadi tolak ukur laboratorium ini diteruskan atau dicukupkan sekian.

Tapi masyarakat Desa Kedungpoh ditahun 2020 ini membuktikan bahwa roh itu masih tetap hidup dan terus menghidupi perjalanan peradaban manusia Gunungkidul. Gotong Royong! “Aku punya ini, kamu punya itu, mari membuat sesuatu!”. Sebangun dengan keilmuan yang mempelajari tentang Pemberdayaan. Bukan memperdaya!

Mengeksplore potensi desa yang terdiri dari 10 padukuhan adalah pekerjan yang berat bagi komunitas berbasis hobi bernama Gunungkidul Photography ini. Tetapi “roh” itulah yang justru memampukan semua bisa terjadi. Padukuhan Mojosari, Padukuhan Kedungpoh Lor, Padukuhan Kedungpoh Kidul, Padukuhan Klayar tanpa meributkan keakuan, menyepakati semua yang menjadi kesepakatan bersama adalah untuk nama desa Kedungpoh yang berkecamatan Nglipar, berkabupaten Gunungkidul.

Setelah Mojosari yang mewakili potensi Desa Kedungpoh dengan Pusat Kerajinan alat rumah tangga dari kayu, industri rumahan minyak kelapa atau klentik. Padukuhan Kedungpoh Lor atasnama Desa Kedungpoh menunjukan potensi desa berupa Bank Sampah dan Daur Ulang Sampah. Sampah yang menjadi sebuah tema besar dunia, yang teori penanganannya sudah dipraktekan oleh sekelompok masyarakat desa Kedungpoh. Alih-alih ikut menambah volume sampah di bumi, masyarakat Desa Kedungpoh telah memberi bukti bagaimana mengurangi sampah, mendaur ulang sampah dan menggunakan kembali sampah.

Kedungpoh Kidul dengan potensi alamnya mengemas sedemikian rupa lokasi Parengan untuk menunjukan bahwa seni budaya masih ada dan terus dilestarikan. Anak-anak penari Nawung Sekar dan remaja Desa Kedungpoh dengan Tari Tani, membuktikannya.

Apakah itu saja potensi hasil dari pemetaan yang dilakukan oleh komunitas Gunungkidul Photography yang diusung dalam kegiatan Exploring Kedungpoh 2020 itu? Tidak!

Seni tradisional Srandul dan Mocopatan menjadi salah satu bukti, masyarakat desa ini masih menjaga kesenian tradisionalnya. Ditampilkan di Desa Wisata Klayar yang terletak di Padukuhan Klayar. Dengan panggung alam yang tersedia di lokasi Obyek Wisata Klayar. Ya, desa ini juga memiliki potensi wisata alam yang tidak sebarangan. Bahkan puluhan situs purbakala, petilasan dan tempat-tempat bersejarah membuktikan bahwa peradaban kehidupan di wilayah ini sudah terjadi ratusan bahkan mungkin ribuan tahun yang lalu. Dan kehidupan masyarakat dimasa ini membuktikannya.

Salah satu bukti lagi adalah masih lestarinya adat tradisi kuno seperti slametan, syukuran, rasulan, gumbregan dan masih banyak lagi jika terus digali.

Upacara adat yang dikemas menjadi upacara adat GOLONG MEMULE, adalah sebuah konsep kebudayaan bersumber dari tradisi Slametan atau syukuran yang masih lestari di Desa ini. Golong Memule adalah sebuah sebutan pada salah satu perangkat sesaji berupa nasi giling kecil dengan berbagai per-ujub-annya. Ditengah derasnya istilah rasulan, gumbregan, slametan, syukuran, kendurenan dan lainnya. Masyarakat luas telah beralih untuk lebih memperhatikan nama atau ritual upacaranya. Tetapi lupa bahwa perangkat, alat, sarana yang ada didalamnya sesungguhnya memiliki makna-makna filosofi atau ajaran berkehidupan yang sangat dalam. Golong yang berbentuk nasi kecil setengah bulat, menjadi simbol kebulatan atau ke-golong giligan masyarakat pada sebuah kesepakatan bersama.

Memule sebagai sebuah istilah bahasa Jawa yang berarti memuliakan, mengingat, mengenang. Tentu kemudian nasi berbentuk bulat itu mengandung makna ke-golong giligan masyarakat baik secara komunal maupun personal dalam memuliakan, mengingat dan mengenang apapun yang bernilai positif bagi kehidupan. Dan Laboratorium ini memastikan bahwa pesan yang ingin disampaikan dalam upacara adat yang kemudian disebut Upacara Golong Memule ini adalah sebuah perwujudan masyarakat dalam memuliakan alam di Desa Kedungpoh pada umumnya.

Dan sebagai komunitas berbasis hobi, Gunungkidul Photography melalui acara Exploring Kedungpoh 2020 memiliki tantangan berat untuk menyampaikan pesan-pesan yang terkandung didalamnya dalam bentuk gambar diam yang kemudian disebut foto, maupun gambar bergerak yang disebut video.

Tetapi inilah spirit Gunungkidul Photography dalam berkomunitas untuk ikut berperan serta dalam pembangunan Gunungkidul agar semakin HANDAYANI. Membingkai Gunungkidul Dalam Lensa juga telah menjadi kesepakatan bersama untuk terus bergerak dalam menyentuh segala bentuk potensi yang ada di Gunungkidul melalui dunia photography. Tentu potensi yang tidak hanya melulu bicara tentang pariwisata, yang jika tidak berhati-hati akan menggerus nilai-nilai kebersamaan dan kegotong royongan yang menjadikan masyarakat Gunungkidul berada pada peradaban hidup seperti sekarang ini.

Dan kami, masih sangat begitu yakin atas semangat yang dimiliki warga Desa Kanigoro, Hargosari, Pilangrejo dan kini dipertegas oleh warga Desa Kedungpoh. Bahwa Gunungkidul masih sangat banyak memiliki potensi untuk terus di explore, dikenal, didalami, kemudian dijadikan alasan untuk menghidupkan dan menghidupi. Karena demikianlah alam mestinya diberlakukan.
Demi dan Untuk Gunungkidul, kenapa tidak?! Walau tanpa. Karena ternyata Laboratorium itu belum usang. Warga Desa Kedungpoh, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul mengajari kami, untuk tetap dan terus hidup dan menghidupi.

Tak lupa, selaku Ketua Panitia Exploring Kedungpoh 2020, saya atasnama Komunitas Gunungkidul Photography mengucap terimakasih sebanyak-banyaknya untuk Pemerintah Desa Kedungpoh, Karang Taruna “Tunas” Kedungpoh, Pemeritah Kaupaten Gunungkidul, DPRD Gunungkidul, Dinas Kebudayaan Gunungkidul baik sebagai institusi maupun perseorangan yang telah menunjukan keberpihakan pada gerakan-gerakan dalam rangka ikut membangun Gunungkidul seperti ini.

Terimakasih juga untuk Seluruh staf dan anggota Program Keluarga Harapan Nglipar, PT. Duta Daya Dhaksinarga Tangerang, Dinamika Sarana Computer Wonosari, Kampoeng Wisata Jelok Pathuk, Rumah Produksi Teras Project Semanu, Kang Haris Goa Pindul Bejiharjo, Diva Picture Wonosari, Demix Fish Center Gunungkidul, Nasi Goreng Kambing Wonosari, Watoe Abang Resto Siyono, Narata Tour And Travel Gunungkidul, Color Cast Ponjong, Brigaz Sablon Pengkol, Patmo Digital Printing Siyono dan Media Partner Kabar Handayani Gunungkidul atas dukungan dalam setiap gerak langkah untuk suksesi Exploring Kedungpoh 2020 yang telah terlaksana dengan penuh kegembiraan dan rasa persaudaraan pada tanggal 29 Februari sampai dengan 1 Maret 2020 lalu.

Yang tidak mungkin mampu kami deskripsikan rasa terimakasih itu adalah untuk masyarakat Desa Kedungpoh, Kecamatan Nglipar. Mereka sangat luar Biasa.

-Salam wedangan, ngopi, ngevlog, ngeblog dan grudag-grudug-

Facebook Comments Box

Pos terkait