Logika Kematian Diobrak-Abrik

Didi Kempot. Dok: idntimes.

Innalillahi wa inna ilahi rojiun. Berita duka mengguncang dunia hiburan di tengah pandemi Corona. Didi Kempot berpulang kehadirat Allah menyusul wafatnya Glen Fredly.

Barangkali tidak seheboh kematian keduanya, baru baru ini dr. Michael Robert Marampe juga wafat dalam kancah peperangan melawan Covid. Dokter Michael adalah salah satu dari sekian tenaga medis yang wafat di masa pandemi ini.

Bacaan Lainnya

Barangkali juga tidak adil membandingkan wafatnya Didi Kempot, Glen Fredly dan tenaga medis karena mereka sama sama berdedikasi di bidangnya. Namun ada catatan menarik yang ingin saya sampaikan. Betapa rasa sensitif ternyata sangat subyektif meski mungkin kedukaannya sama.

Bagi yang bukan sobat Ambyar, kematian Didi Kempot boleh jadi dianggap biasa-biasa saja, “Namanya juga manusia, lagian Didi Kempot juga sudah tidak muda, mungkin punya penyakit tertentu, barangkali kecapekan, toh dia telah mencapai kemapanan sosial dan popularitas.”

Begitupun yang bukan penggemar Glen Fredly akan berkomentar, “ Iya sih karyanya bagus, tapi juga banyak musisi muda yang bagus. Biasa sajalah, kenal juga nggak”.

Bagaimana dengan dr. Michael Robert Marampe yang wafat dan tenaga kesehatan lainnya. Mungkin juga ada yang mengatakan, “Wajar dokter dan tenaga medis meninggal karena penyakit, kan setiap hari bertemu orang sakit. Wajar juga tentara mati di medan tempur, namanya juga risiko peperangan.”

Wajar adalah Sudut Pandang

Pada dasarnya manusia akan terusik nuraninya ketika dia memiliki keterlibatan emosional terhadap suatu peristiwa baik karena sebagai penggemar, sesama profesi atau memiliki anggota keluarga/teman yang berada dalam situasi tersebut.

Di sinilah penting mengolah SIMPATI dan EMPATI agar kita tidak kehilangan kepekaan nurani pada hal hal di luar kita dan menganggap bukan urusan kita. Atau jangan jangan kita sudah kehilangan simpati dan empati?

Apa Beda Simpati dan Empati?

SIMPATI adalah keterlibatan perasaan terhadap seseorang, situasi atau peristiwa. Keterlibatan perasaan diwujudkan dalam ekspresi emosi, cara berfikir, sikap dan perilaku sehingga orang yang simpati tersebut merasa menjadi bagian dalam situasi tersebut.

Contoh simpati pada kematian Didi Kempot. Pe-simpati akan merasa sangat sedih, terpukul, memikirkan berhari-hari. Membayangkan betapa hampa hidupnya tak ada lagi orang yang mewakili perasaan “ambyar”nya. Bahkan ingin rasanya menyusul Didi Kempot.

EMPATI adalah kemampuan untuk memahami perasaan, situasi atau peristiwa dari sudut pandang orang lain tanpa harus menjadi bagian atau terlibat secara emosional dari suatu peristiwa.
Mereka yang ber-empati, mungkin terkejut dan berduka atas kematian Didi Kempot, tetapi tidak harus larut dalam kedukaan yang panjang, kita doakan, teladani kebaikannya dan ambil pelajaran tentang kematiannya.

Bagaimana dengan kematian tenaga medis di masa pandemi ini?

Mungkin saya subyektif. Mungkin juga simpati dan empati saya sudah bercampur aduk karena kebetulan saya adalah tenaga medis dan berada di lingkungan medis. Namun apalah arti tenaga medis tanpa kerjasama dan bantuan dari para relawan, polisi, tentara, dermawan, artis, seniman dan siapapun yang menjadi bagian gugus tugas COVID-19. Mungkin berlebihan bila kami meminta tetap ber-EMPATI untuk semua yang berjuang melawan Covid-19.

Meskipun mungkin ada diantara kita bukan sobat ambyar, bukan berarti kita semua tidak berduka.

Wujud empatinya sederhana saja, tetap di rumah dan ikuti pesan pemerintah tentang pencegahan penularan Covid-19

Duka untuk Didi Kempot, karya dan kebaikanmu akan kami kenang…. Begitupun perjuanganmu menggalang dana untuk penanggulangan Covid-19. Menjadi jariyah yang tak terputus.

Duka untuk dr. Michael Robert Marampe, tenaga medis lainnya dan siapapun yang gugur di medan Covid-19

#tetapsemangatpejuangcovid19
#tetaptabahsobatambyar

***

Penulis: Ida Rochmawati. Psikiater di RS PKU Muhammadiyah dan RSUD Wonosari Gunungkidul Yogyakarta, dan pegiat LSM IMAJI Gunungkidul Yogyakarta.

Facebook Comments Box

Pos terkait