Melawan Corona: Taklukkan Cemas dengan Cerdas!

Hadapi Corona: Taklukkan cemas dengan cerdas. Dok: ist.

Kecemasan berjamaah melanda dunia termasuk Indonesia. Meskipun Presiden Jokowi sudah menyerukan musuh terbesar kita saat ini bukan Corona tetapi rasa cemas dan berita hoaks, namun hal itu belum mampu meredam kekhawatiran masyarakat akan bahaya virus yang mematikan itu.

Sebenarnya perasaan cemas merupakan hal wajar, karena informasi tentang virus Corona wara-wiri baik di media sosial maupun di percakapan sehari-hari. Setiap hari selalu ada pencetus yang membuat kita seolah tidak bisa hidup tenang.

Bacaan Lainnya

Ayo Pahami Kecemasan

Cemas sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan seseorang dalam menghadapi bahaya, agar dia tidak jatuh ke dalam risiko yang lebih besar. Bayangkan jika seseorang tidak punya rasa cemas, ia tidak akan takut menghadapi bahaya apapun yang mengancam dirinya.

Di otak manusia ada satu perangkat yang terkait dengan fungsi cemas yakni amygdala. Amygdala merupakan bagian otak yang terkait dengan rasa takut dan pendeteksi adanya bahaya. Pencitraan otak pada penderita gangguan kecemasan menemukan adanya aktivitas berlebihan pada bagian tersebut.

Ketika seseorang menghadapi ancaman, amygdala seolah sebagai alarm yang membuat seseorang bereaksi. Reaksinya hanya ada dua fight (melawan) atau flight (melarikan diri). Selain amygdala ada perangkat otak lain sebagai pusat pertimbangan, kearifan dan logika yakni prefrontal cortex. Karena itu agar pesan sampai ke prefrontal cortex sebaiknya pesan itu tidak berupa “ancaman”.

Lalu, apa kaitannya dengan virus Corona? Berita tentang Corona telah menjadi ancaman bagi amygdala. Bila seseorang tidak memiliki ketahanan mental yang memadai bisa menjadi pencetus munculnya gangguan kecemasan yang bersifat patologis (tidak normal).

Mereka bereaksi secara berlebihan karena menganggap semua stimulus sebagai ancaman. Bahkan memikirkan yang belum tentu terjadi saja bisa memicu kerja sistem saraf simpatis untuk bekerja lebih keras, akibatnya detak jantung meningkat, tekanan darah naik dan otot menjadi tegang bahkan bisa memicu zat toksik yang mempercepat peradangan.

Kapan kecemasan disebut patologis? Beberapa kriteria di bawah ini menunjukkan seseorang mengalami gangguan kecemasan umum sesuai kriteria Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder (DSM 5), antara lain:

  • Rasa cemas dan khawatir yang berlangsung sepanjang waktu selama minimal 6 bulan*,
  • Rasa khwatir yang sulit dikendalikan,
  • Keluhan dan gejala tersebut menyebabkan gangguan dalam beraktivitas,
  • Keluhan tidak didasari oleh penyakit atau kondisi kesehatan khusus.

Selain gejala di atas, gangguan kecemasan umum juga ditandai dengan minimal tiga gejala berikut:

  • Merasa gelisah, tidak bersemangat seolah tersudut,
  • Merasa lelah (tidak sebanding dengan aktivitas),
  • Mudah tersinggung,
  • Meningkatnya ketegangan otot,
  • Mengalami gangguan tidur (termasuk sulit tidur atau selalu ingin tidur).

*Meskipun ada kriteria minimal 6 bulan, bukan berarti kita membiarkan gangguan kecemasan berlangsung begitu saja bahkan sampai terlambat untuk mendapat pertolongan. Tterlebih bila kecemasan tersebut mengganggu fungsi peran, fungsi sosial dan kesehatan.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Kecemasan sebenarnya adalah soal persepsi. Bisa saja satu orang menganggap Corona sebagai bahaya bisa juga yang lain merasa bukan bahaya. Bila ada semacam gradasi kecemasan, bisa saja derajat kecemasan satu orang dengan orang lain berbeda meskipun pencetusnya sama yakni Corona.

Otak kita punya cara kerja yang unik. Ia akan menggiring kita pada data fakta yang kita yakini atau kita takutkan. Misalnya kita sudah mempersepsi Corona sebagai hal yang bahaya (secara mentah mentah), tanpa kita sadari pikiran kita, perilaku kita akan didorong untuk mencari informasi yang pro persepsi kita dan kadang mengabaikan sisi lain yang harusnya menjadi keseimbangan.

Oke, memang Corona berbahaya, tetapi bukan berarti tidak bisa dicegah dan disembuhkan. Kuncinya adalah menyediakan diri untuk membuka pikiran menerima informasi yang berimbang bukan hanya yang kita yakini saja.

Cari tahu dari sumber yang jelas dan bertanyalah pada orang yang berkompeten. Jadilah penyaring informasi yang “cerdas’. Jangan diterima begitu saja bila pemberi informasi bukan orang yang kredibel atau bukan ahlinya atau tidak jelas sumbernya. Lakukan pesan kesehatan yang dianjurkan pemerintah. Mari bahu membahu mencegah penyebaran virus ini.

Virus secara umum sangat terkait dengan kekebalan tubuh termasuk virus Corona. Sebenarnya tubuh kita mampu melawan virus apabila daya tahan tubuh baik. Daya tahan tubuh dijaga oleh tentara tubuh yang disebut antibodi. Antibodi yang kuat selain dipengaruhi oleh asupan makanan yang bergizi dan olah raga, juga dipengaruhi oleh mental emosional. Semakin kita stres dan cemas semakin melemahkan kekebalan tubuh.

Mari kita tetap waspada tanpa harus cemas berlebihan. Bila memang merasa ada yang “tidak beres” dalam tubuh kita segeralah ke dokter. Bila gangguan cemas sudah mengganggu fungsi peran, fungsi sosial bahkan melemahkan ketahanan tubuh datanglah juga ke dokter, psikolog dan psikiater.

Jangan lupa terus memohon pada Allah SWT agar diberikan kesehatan lahir batin, dihindarkan dari segala musibah dan diberikan kearifan serta kedamaian hati.

Teruslah berfikir positif, optimis dan tetaplah sehat. Karena sehat itu pilihan dan bahagia itu keputusan.

***

Ida Rochmawati, psikiater di RS PKU Muhammadiyah Wonosari Gunungkidul dan di RSUD Wonosari Gunungkidul dan aktivis LSM IMAJI (LSM yang bergerak di bidang kesehatan jiwa dan pencegahan bunuh diri di Gunungkidul, Yogyakarta)

@Salam hormat dan mendoakan teman-temanku yang pekerjaannya berisiko tinggi terpapar COVID 19. Semoga sehat selalu!

Facebook Comments Box

Pos terkait