
Sebuah lubang menganga yang tembus ke dalam tanah muncul di Telaga Boromo Trowono Paliyan pada akhir 2017 lalu, setelah peristiwa hujan lebat yang menyebabkan adanya banjir di Gunungkidul. Tanah di dalam lubang tersebut diperkirakan ambles dan hanyut terbawa air yang masuk dalam celah-celah yang ada di dalam perut bumi.
Lubang amblesan tanah itu dalam bahasa teknis disebut sinkhole. Sinkholes pada umumnya terbentuk secara tiba-tiba. Lubang tanah ini diakibatkan tekanan terhadap permukaan tanah yang terjadi ketika sebuah lapisan bawah tanah melemah dan tak mampu menopang struktur lapisan di atasnya.
Sinkhole dapat terjadi akibat proses alami, yakni ketika sub-permukaan batuan/tanah larut dan membuat rongga bawah tanah. Peristiwa ini sering terjadi di mana batuan di bawah permukaan tanah adalah batu gamping, dolomit, batuan karbonat, atau jenis batuan yang dapat secara alami dihanyutkan oleh sirkulasi air tanah.
Penyebab Sinkhole
Sinkhole biasanya terjadi di kawasan dengan formasi batu gamping atau limestone. Penyebab utamanya adalah larutnya batuan sekitar karena pengaruh air dan terbentuk gua di bawah permukaan tanah. Lihat proses terbentuknya sinkhole seperti gambar di bawah ini.

Stadia 1: Pada awalnya ada sebuah retakan kecil karena sesar dan kekar kemudian membentuk lubang akibat masuknya air. Daerah ini biasanya terjadi pada daerah yg tersusun oleh batu gamping. Batugamping ini (relatip) mudah terlarutkan ketimbang batupasir (batuan yang tersusun oleh pasir, biasanya mineral kuarsa). Relatif mudah terlarutkan ini jangan coba-coba di rumah melarutkan batugamping ya, proses pelarutan ini berjalan dalam puluhan ribu tahun juga.
Stadia 2: Karena adanya aliran bawah tanah, maka akan muncul rongga karena bagian bawah terjadi erosi oleh aliran sungai bawah tanah.
Stadia 3-4-5-6: Proses ini berlangsung terus menerus dengan kikisan serta jatuhan dari batuan di atasnya. Hingga akhirnya bolongan ini membentuk ruang cukup lebar dan jembatan di bagian atas tidak kuat menahan, dan
Stadia 7: BLUNG ! Lubang ini tidak seluruhnya memenuhi hingga dasar terbawah, karena volume yang mengisi batuan atas tidak seluruhnya hilang. Kedalaman lubang bisa mulai hanya beberapa meter hingga berukuran besar sedalam 100 meter seperti yang di Guatemala.
Stadia 8: Proses pengendapan di atas cekungan ini akhirnya menutup luweng yang seringkali tidak disadari oleh penghuni di atasnya. Proses siklus ini berjalan ribuan tahun yang dalam skala geologi yang sering dalam juta tahun bisa saja hanya disebut proses yang sekejap. Tetapi walaupun telah terjadi hanya seribu tahun yang lalu, barangkali kita tidak memiliki rekaman itu, dan kita hanya menggunakan tanah di atasnya itu seolah-olah dahulu tidak terjadi apa-apa.
- Pertama ini terjadi pada daerah yang batuan dasarnya (bedrock-nya) adalah batu gamping.
- Gejala-gejala sebelum terjadinya amblesan ini sering didahului oleh gejala-gejala perubahan sistem hidrologi. Adanya danau baru segera setelah hujan (air limpasan) terutama pada daerah cekungan.
- Dijumpai retakan-retakan tanah. Misalnya pohon-pohon yang miring menuju kearah titik yang sama (pusat amblesan).
- Aliran sungai bawah tanah bisa saja tertutup yang menunjukkan adanya kemungkinan runtuhan bawah tanah. Pola hidrologinya tentu saja akan terpengaruh akibat runtuhan bawah tanah ini. Jadi tentunya sebelum melakukan uji pengeboran mencari apakah ada terowongan dibawah, perlu juga dilakukan pengamatan permukaan. Apakah ada cekungan-cekungan bekas sinkhole. Adakah perubahan hidrologi yang teramati dalam kurun waktu tertentu ketika musim penghujan dan musim kering.
- Uji pengeboran pun belum tentu bisa membuktikan atau menolak hipotesa, karena mencari bolongan ini tidak bisa dilakukan dengan mudah. Bayangkan kalau area yang luasnya 2 km persegi harus dibuktikan dengan satu lubang bor. Sulit banget seperti mencari jarum dalam jerami. Salah satu cara adalah dengan pengamatan (survey) geofisika bawah permukaan, baik survey geolistrik, elektromagnetik, graviti (gayaberat), dan survey lainnya yang cocok.
Memperbaiki Kerusakan Akibat Sinkhole
Pada kasus terjadinya sinkhole yang berukuran kecil seperti yang terjadi Telaga Boromo ini, masyarakat setempat pada umumnya akan berusaha untuk memperbaiki kerusakan dasar telaga dengan cara mengisi lubang amblesan dengan tanah atau batuan dan bahkan nantinya menutup permukaannya dengan plesteran atau cor-coran semen. Perbaikan sinkhole ini memang bisa saja dilakukan dan tidak keliru.
Hanya perlu dipahami, bahwa upaya yang dilakukan ini memang “hanya” memperbaiki atau menembel lapis permukaan yang masih bersifat perbaikan sementara waktu. Rongga-rongga di bawah lapis permukaan atau di dalam perut bumi diperkirakan masih ada. Rongga-rongga tersebut bakal terisi air dan berisat jenuh pada saat musim penghujan, sehingga lapisan tanah di bawah permukaan menjadi rentan mengalami keruntuhan kembali, yang mana bisa menyebabkan terjadinya keruntuhan sampai di lapis permukaan.
Perbaikan yang lebih stabil dan tahan lama adalah perbaikan yang dilakukan melalui proses alami sebagaimana ditunjukkan oleh gambar stadia 8.
****
Referensi: Melek Bencana, ibnurusydy.com