Pantai Drini adalah salah satu dari gugusan pantai eksotis di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Pantai ini termasuk sudah lama diusahakan sebagai tempat wisata, sebagaimana pantai Baron, Kukup dan Krakal. Tahukah Anda, bahwa nama Pantai Drini berasal dari kisah pohon yang mampu tumbuh dan hidup di atas bebatuan?
Mbah Mandung, seorang sesepuh dan tokoh masyarakat Desa Banjarejo Tanjungsari yang tinggal di dekat Pantai Drini mengisahkan kembali cerita tutur yang telah diterima dari para pendahulunya. Pada jaman dahulu raja Majapahit beserta ratu selirnya dalam situasi pelarian karena kejaran musuh sempat singgah di wilayah yang disebut Tanjung (sekarang sekitar lokasi Kantor Kecamatan Tanjungsari).
Selanjutnya diceritakan, dalam situasi pengejaran dari pihak musuh, raja dan ratu selirnya menjadi rombongan terpisah, karena saat itu kondisi selir raja sedang dalam keadaan hamil. Kemudian sang ratu melanjutkan pelariannya ke arah selatan dan sampailah di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Padukuhan Jambu. Sesampainya di tempat tersebut, sang ratu melahirkan namun sangat disayangkan, anak yang dilahirkan tidak dapat diselamatkan kemudian dimakamkan. Di padukuhan Jambu, hingga saat ini tempat yang diyakini tempat kelahiran anak sang ratu tersebut dikenal dengan sebutan “Makam Cilik”.
Setelah pemakaman selesai dan beristirahat sejenak, sang ratu pun kembali meneruskan perjalanan ke arah selatan. Pada saat fajar menyingsing, sang ratu tiba di suatu kampung kecil yang kemudian diberi nama “Padangan”. Sang ratu memutuskan untuk beristirahat sejenak. Sang ratu meratapi kondisinya dan sangat merasa sedih atas kejadian yang menimpanya.
Sang ratu pun melanjutkan perjalanan ke arah selatan hingga sampailah di sebuah pesisir pantai. Sang Ratu masih sangat sedih, hingga tanpa sadar ia meneteskan air mata di bebatuan yang ada disekitar pantai. Ajaibnya, dari tetesan air mata sang ratu pada bebatuan tersebut dapat tumbuh tanaman yang sangat subur walaupun tidak ada tanahnya sama sekali. Kemudian oleh nenek moyang tanaman yang tumbuh di atas bebatuan tersebut dinamai pohon Drini.
Sekitar tahun 80-an, masyarakat Desa Banjarejo dipimpin oleh lurah desa melakukan babat alas atau membuka lahan untuk kepentingan masyarakat, dan jadilah tempat yang yang dibuka tersebut yang dinamakan Pantai Drini. Menurut Mbah Mandung, saat peresmian pembukaan wisata Pantai Drini tersebut dihadiri oleh Bupati Gunungkidul yang waktu itu dijabat oleh Ir. Darmakum Darmokusumo. Pembukaan lahan menjadi pantai tempat wisata tersebut dimaksudkan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat setempat.
Baryono Buang Prasetyo, salah satu warga asal Desa Banjarejo yang saat ini menjadi Sekretaris Camat Gedangsari menceritakan kenangannya tentang Pantai Drini. Menurutnya, jaman tahun 70-an, kondisi di Desa Banjarejo masih boleh dibilang “ndesa kluthuk”.
“Sarana dan prasarana masih sangat terbatas. Jalan menuju pantai masih berupa jalan setapak. Kalau mau ke pantai mesti jalan kaki. Dulu jalan kaki rame-rame disebut hiking, sangunya ketupat dan tempe bacem. Bagi keluarga yang kaya tambah sangu telur rebus,” ungkapnya.
“Dulu kami anak-anak desa kalau Pantai Drini menyebutnya ke Dragonan. Karena di sana ada sumur bor dengan pompa tangan mereknya Dragon. Dulu para ibu yang mengajak anak-anaknya ke Dragonan untuk mencuci pakaian. Sembari menunggu pakaian kering, kami anak-anak bermain di pantai, sedangkan para ibu-ibu asyik bercengkerama,” kenangnya.
Terkait pohon Drini, Baryono mengenang pohon tersebut dulu masih ada banyak tumbuh di pantai tersebut. Ia mengingat, kayu tersebut juga dikenal sebagai kayu bertuah. Kakeknya dahulu juga memiliki teken (tongkat) yang dibuat dari batang pohon tersebut.
Dalam khasanah tanaman, pohon Drini (Pemphis acidula) juga disebut sebagai pohon Stigi, Setigi, Santigi. Pohon drini diyakini menjadi salah satu pohon dan kayu yang diyakini memiliki tuah (kekuatan gaib). Bahkan di antara kayu-kayu bertuah lainnya semisal Dewandaru, Nagasari, dan Pulai, Drini dianggap sebagai Raja Kayu Bertuah. Wajar jika kemudian tumbuhan semak pesisir bernama drini ini dijadikan jimat dan penyerap racun sehingga terkenal di kalangan pelaku metafisika.
Selain tenar dan dianggap memiliki kekuatan ghaib oleh kalangan metafisika, drini juga menjadi tanaman favorit pencinta bonsai. Karakteristik batang, percabangan, daun, bunganya, dan daya tahan tanaman menjadikan Drini sebagai bahan bonsai berkelas mahal.
Pohon Drini (Pemphis acidula) merupakan tumbuhan perdu yang tumbuh di daerah pesisir berkarang, berpasir, atau di tepi hutan mangrove. Tumbuh di daerah beriklim tropis yang tersebar luas di pesisir Asia Selatan yang meliputi Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Srilanka. Juga hidup di Pesisir Australia bagian utara, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Mikronesia, Fiji, Guam, Kaledonia Baru, dan Palau. Juga di Afika Timur seperti Maladewa , Mozambik , Tanzania, dan Seychelles.
Kembali ke Pantai Drini di Banjarejo Tanjungsari, pada saat ini menjadi salah satu pantai favorit dari gugusan pantai selatan Gunungkidul. Selain menjadi destinasi wisata, Pantai Drini juga menjadi salah satu tempat pendaratan ikan para nelayan Gunungkidul.
Pohon Drini yang dijadikan nama pantai saat ini termasuk tanaman langka. Menyadari hal tersebut, warga sekitar pantai mulai banyak yang membudidayakan tanaman ini. Harapannya, suatu saat nanti anak cucu warga Desa Banjarejo Tanjungsari dapat mengetahui tanaman yang disebut pohon Drini yang dijadikan nama Pantai Drini berikut kisah para pendahulunya yang telah babat alas membuka lahan pantai ini.
Pantai Drini sendiri dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 30 menit dari kota Wonosari. Saat ini akses jalan menuju pantai ini sudah sangat bagus. Lokasi pantai Drini berada di deretan sebelah timur Pantai Baron dan di sebelah barat Pantai Krakal. Di dekat pantai ini ada pulau kecil yang eksotik, yang disebut Pulau Drini.
***
Sumber: https://www.banjarejo-tanjungsari.desa.id/ & wawancara terkait.