Nyeker

Nyeker” artinya tidak pakai alas kaki. Entah itu sepatu, sandal, atau theklek (tidak pakai kecemplung kalen lho ya!). Jaman saya masih SD, ke sekolah nyeker itu masih menjadi pemandangan sehari-hari. Hampir semua murid waktu itu nyeker. Nggak ada yang malu, juga nggak ada yang mengolok-olok.

Kata “nyeker” mungkin berasal dari kata “ceker“. Ceker itu kaki ayam. Lha kapan ayam kapan bersepatu? Gak mungkin. Ayam jelas polos, dalam kondisi kondisi apapun ceker-nya dipakai menapak ke manapun. Ada hal positif dari ceker ayam. Orang perdesaan sering bilang, “Kula mpun remen sanget Den, sinaosa namung dados batur, anak kula pun saged ceker-ceker pados upa piyambak.

Dipandang dari kerapihan juga ilmu kesehatan, nyeker jelas kelihatan jorok dan nggak ada bagus-bagusnya. Tapi, itulah kenyataan bersekolah pada jaman tahun 70-an. Murid jaman dulu dari jenjang SD, SMP, bahkan SMA/SMEA/SPG/STM rasa-rasanya tidak ada yang tidak mengalami nyeker. Ya, kalau ada yang sudah bersepatu, dipastikan putra-putrinya pada pejabat kabupaten, anak pegawai BRI, Pos, PTT, dokter, atau anak-anak para juragan besar.

Jaman bersekolah masih nyeker, saya juga masih ingat, bangunan sekolah masih berdinding gedhek, lantai sekolah masih berupa tanah atau pasir. Kalau pas musim kering lantainya pasti ada yang “nela” (merekah pecah-pecah). Ketika musim penghujan, maka kaki yang nyeker tadi harus dibersihkan di kalenan jalan atau dibersihkan dulu di kolah air hujan atau plataran sumur di sekolah.

Kebiasaan nyeker ke sekolah sepertinya hilang ketika saya kelas 4 atau 5 SD. Itu berbarengan dengan penetapan seragam sekolah. Seingat saya, dulu sekolah juga belum mengharuskan murid pakai sepatu. Pakai sepatu boleh, nggak pakai juga nggak apa-apa. Mungkin sistem pendidikan waktu itu memang “pangerten kahanan“, menyesuaikan kondisi murid dan keluarganya. Sing penting gelem sekolah saja sudah josss gandhos, jangan sampai gara-gara gak punya sepatu sampai minder, akhirnya mogok bersekolah.

Bersekolah memakai sepatu rasanya menjadi gagah. Memakai sepatu memang menjadi kebiasaan baru, terkadang bikin tumit ada yang mlocot karena dipakai bermain atau sewaktu pelajaran olahraga. Waktu awal pakai sepatu rasanya memang jadi aneh, belum terbiasa.

Seingat saya juga, memakai sepatu memang diharuskan oleh sekolah ketika murid mengikuti perlombaan di IPDA Wilayah Karangmojo dalam rangka mewakili sekolah. Murid yang belum punya sepatu ya jelas dicarikan pinjaman sepatu ke murid lainnya yang sudah punya sepatu.

Berangkat ke Kantor IPDA Karangmojo dari Desa Bejiharjo dulu ya pernah jalan kaki. Di situlah kadang ada kaki yang mlocot gara-gara memakai sepatu pinjaman teman berhubung ukurannya dipaksakan cocok.

Saya masih nggoleki foto nyeker saat sekolah SD tapi belum ketemu. Berikut adalah foto tahun 2013 lalu ketika saya menjumpai anak-anak SD di Kabupaten Sabu Raijua NTT berjalan kaki pulang dari sekolah. Tahun 2013 di belahan kawasan timur Indoneisa masih ada yang nyeker, situasinya mengingatkan ketika saya menjalani sekolah jaman SD dulu.

***

Loading

Facebook Comments Box
Spread the love