Malem ini critane nongseng di tanah perantauan, tepatnya di Jakarta. Sebenarnya sudah amat sangat kangen dengan tongseng Bu Surati yang buka lapak di emperan depan Pasar Argosari Wonosari, tapi mau bagaimana lagi. Hal ini tidak bisa dilaksanakan, karena aku masih di paran mengembara golek upa.
Untuk tongseng kambing sebenarnya ndak jauh berbeda antara di Jakarta dan di Gunungkidul. Ya, pastinya daging kambing yang dimasak dengan bumbu khas yang menghasilkan rasa yang uhuuiiii. Namun, nongseng di kampung halaman memang ngangenin tenin kok ya. Malah kadang kadang kalau tingkat kekangenan sudah tingkat eram, maka bisa-bisa nagih jajan tongseng saat pulang kampung.
Sebagai penggemar sedikit agak berat, aku tahu persis perbedaan tongseng kambing di Gunungkidul sama tongseng kambing di perantauan. Contohnya di nJakarta ini. Kalau di sini, kebanyakan yang jualan adalah sedulur dari Solo dan sekitarnya. Jadi, amat sangat jarang menemukan orang GK yang jualan tongseng kambing. Kebanyakan sedulur-sedulur Gunungkidul di perantauan pada jualan bakmi khas Gunungkidul.
Kalau di Gunungkidul, daging kambing mentah digantung di angkring, sedangkan kalau di perantauan sini jangan harap ada seperti itu. Sebab daging kambing mentah sudah dipotong-potong dan ditusuk seperti buat sate. Kesimpulannya, inilah perbedaan yang kasat mata banget.
Untuk cita rasa, ya…… relatiflah. Tergantung laper apa ndak gitu aja. Tapi, bagi aku sendiri, kalau bab cita rasa dan kemanteban sudah kadung ndak bisa ke lain hati, selain tongseng kambing emperan depan Pasar Argosari.
Tertanda: Penggemar Tongseng Pasar Argosari.