SEPUTARGK.ID – Menjadi petugas lapangan penghijauan (PLP) di Kabupaten Gunungkidul banyak sekali suka dan dukanya. Ada satu kejadian mendebarkan yang saya alami sendiri, dihadang macan sepulang dari acara penyuluhan.
Pada tahun 70-an kondisi hutan negara di wilayah Kecamatan Panggang yang dikelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi DIY masih bagus. Hutannya lebat dengan vegetasi tetap salah satunya berupa pohon mahoni.
Sedangkan lahan kritis diluar kawasan hutan negara sangat luas terutama di Zona Gunung Sewu. Lahan kritis ini menjadi sasaran utama program penyelamatan hutan tanah dan air (PHTA) yang dikemas dalam proyek Inpres Bantuan Penghijauan dan Reboisasi.
Saya mendapatkan tugas pertama sesuai dengan Surat Keputusan dari Menteri Pertanian RI terhitung mulai tanggal 1 September 1978 di Kabupaten Gunungkidul DI Yogyakarta, tepatnya di Kecamatan Panggang. Saat itu camat kepala wilayahnya Pak Soetojo.
Oleh Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam hal ini Bupati Pak Ir Darmakum Darmokusumo selaku penanggung jawab program Inpres Bantuan Penghijauan dan Reboisasi menugasi saya di Desa Girisuko. Lurah Desanya saat itu Pak Kalam HS.
Di desa ini kebetulan mendapatkan proyek pembuatan tanaman seluas sekitar 25 hektar. Lokasinya di bulak Padukuhan Temuireng.
Untuk menuju lokasi, dari Kantor Kecamatan tidak ada akses lain, kecuali jalannya melewati hutan lebat di wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) Panggang.
Pada suatu hari Kelompok Tani Penghijauan Padukuhan Temuireng mengadakan pertemuan dalam rangka persiapan pelaksanaan kegiatan pembuatan tanaman dengan populasi 400 batang jenis tanaman pioneer per hektar.
Rapat kelompok tani penghijauan sengaja diselenggarakan pada siang hari bakda sholat dhuhur. Saat pertemuan berlangsung di rumah ketua kelompok, cuaca mendung tebal kemudian turun hujan cukup deras.
Setelah dirasakan cukup, penyuluhan diakhiri sekitar pukul 1630 WIB. Hujan belum reda ketika itu kendati tidak begitu deras.
Karena hujan dan mendung suasana sore hari itu sudah terlihat cukup gelap. Saya pamit pulang kembali ke rumah pondokan di Padukuhan Kadisobo Desa Girimulyo.
Jalan penghubung di tengah kawasan hutan itu masih berupa tanah sepanjang beberapa kilometer. Ketika terkena hujan tanah merah itu menjadi becek, licin, dan sepanjang jalan sangat sepi dari pengguna jalan.
Sepeda motor CB Gelatik saya jalankan dengan pelan dan hati-hati, agar tidak terpeleset jatuh dengan harapan dapat segera sampai rumah dengan selamat.
Beberapa menit kemudian saya sudah masuk ke dalam kawasan hutan produksi wilayah Temuireng berjarak sekitar 500 meteran dari tempat pertemuan kelompok.
Pada suatu tikungan saya kaget dan takut, karena di depan ada seekor macan loreng kehitaman duduk di tengah jalan menghadang perjalanan pulangku.
Spontan rem depan dan belakang saya mainkan sepeda motor berhenti dengan jarak sekitar 15 meter dari sang macan itu. Dengan dada berdebar kencang tidak ada pilihan lain kecuali putar balik untuk menyelamatkan diri dari kemungkinan terburuk menghadapi satwa langka yang menciutkan nyali itu.
Saya berusaha kembali ke rumah Pak Dukuh dan ternyata masih ada sejumlah petani anggota kelompok penghijauan disana.
Melihat saya kembali dengan wajah pucat, Pak Ketua kelompok mendekat.
“Lho Pak Kis kenapa kembali apakah ada sesuatu yang tertinggal atau….?”
“Iya Pak… di tikungan sana ada macan di tengah jalan… Saya takut kemudian putar balik kesini,” sahutku memotong pertanyaan Pak Dukuh.
Serentak sejumlah warga mengajak saya kembali di mana ada harimau menampakkan diri.
” Ayo kita kesana.. Monggo Pak Kis kita lihat ke lokasi tadi,” ajak mereka.
Dan beberapa saat kemudian sampailah kami di lokasi di mana beberapa waktu lalu ada harimau duduk di tengah jalan.
“Tadi disini Pak.. duduk ditengah jalan sambil melihat tajam ke arah saya,” kataku.
“Wo, nggih mpun kesah Pak Kis, tenang kemawon ingkang penting mboten punapa-punapa .. (Wo Ya Pak Kiss.., tenang saja yang penting selamat dan tidak terjadi apa-apa),” kata Pak Dukuh menenangkan hatiku.
“Monggo.. dipun lajengaken kondur kemawon, ngatos-atos mugi rahayu mboten wonten alangan ngantos dumugi ndalem (Sekarang silakan melanjutkan perjalanan pulang, hati-hati di jalan semoga selamat sampai tujuan),” kata Pak Dukuh mempersilakan saya untuk melanjutkan pulang karena hari semakin mendekati senja.
Dengan perasaan yang masih diselimuti sedikit rasa was-was, saya menembus remang-remang senja dalam kawasan hutan yang lengang. Dengan menunggang kuda besi si CB Gelatik saya berjalan sembari berdoa mohon perlindungan dan keselamatan dari Alloh SWT.
Hingga akhirnya tiba di rumah pondokan dengan selamat pada malam hari. Alhamdulillah.
Klaten , 14 September 2021
***
* Penulis pernah menjadi:
– PLP/Penyuluh Kehutanan Gunungkidul 1978 – 1999
– Pinpro Penghijauan Kabupaten Gunungkidul TA 1998/1999, 1999/2000 dan 2000
– Terakhir Kabid Perekonomian Bappeda Kabupaten Gunungkidul.