BERTANYA PAK TANI
Bertanyalah Pak Tani, “Kemana aku bermukim?”
Dengan senyum Bumi pun menjawab, “Di dadaku aku tampung keluhmu.”
Bertanyalah Pak tani, “Kapan aku memanen?”
Dengan senyum Lumpur pun menjawab, “Di saat engkau tak merusakku.”
Bertanyalah Pak Tani, “Kapan aku menanam kembali?”
Dengan senyum Sawah pun menjawab, “Di saat Engkau tak mengotori diriku.”
Bertanyalah Pak Tani, “Apakah benar-benar tidak ada maaf bagiku?”
Dengan senyum Tanaman pun menjawab, “Tunggu saja terkabulnya doa-doaku kepada Tuhan Semesta!”
[Playen, 2020]
LUPA SUBUR
Sejak perkawinanku denganmu tak ada keharmonisan cinta dengan semestaku
Baris-baris industri mencerai-beraikan sawah ladangku
Limbah sengaja tak permisi dengan gembur murni tanah
Kemegahan alir sungai meruntuh sempit digilas kemarau mendera
Lambai ilalang-ilalang tercium kobaran api pembersihan diri
Panas bergulat bersama tegarnya terik kemarau menjelang
Guratan pasrah wajah petani-petani merunduk sumeleh pasrah tergenggam
Walat-walat mengadu kepada-Nya
Sumpah-serapah mengetuk bumi
Petani tegar mengumbar hati nan jembar
[Wonosari, 2020]
KETELA CINTA
Di kaki bukit ini aku temukan lelah dalam kesepian
Semenjak ketela menjadi asing tergerus oleh derita jaman
Namun ketabahan demi ketabahan menyirami lubuk
Suasana jalan panjang tak pernah merasa lapuk
Telah terbiarkan ayu manampakkan diri tanpa terkurung toples
Piring pun tersedia membagi ruang bagi para peminat
Bersemilah ketela-ketelaku
Engkau adalah sahabat pelipur kehidupan di dingin kemarau menjelang
Engkau adalah pelepas penat di saat kimia merenggut
Sediakanlah sua yang panjang untuk meniti hening kedamaian kalbuku
Kalau engkau tiada lagi tanpa larik pada indah lereng-lereng
Di mana lagi harus kujamah peristiwa cinta bersama thiwul-thiwul yang membanggakan itu
Aku harap engkau ada dan tetap ada dalam genggaman
[Wonosari, 2020]
GUNUNGKIDUL
Telah aku lihat bukit-bukit bergandeng mesra mengikat janji cinta pada semesta
Tak lupa juga baris berbaris runtun putih bersih batu berkapur
Rekah tanah merah dan laku air kikis melukis
Akar pohon jati membalut terjal runcing bebatuan
Danau-danau susut melapar menantang biru langit kemarau memanjang
Di sini kita terlahir di puncak kering pegunungan
Bersenda bersama sejuk sembirit angin menyapa
Dan sungai perawan yang menyembur dari perut bukit
Kebahagiaan kita
Nikmatilah !
[Wonosari, 2020]
[Penulis: Mashudi. Mashudi adalah penulis kelahiran Gunungkidul 1982. Saat ini ia masih tinggal di Gunungkidul. Tulisan-tulisan puisinya pernah dimuat di Majalah Nasima Merah Putih Semarang, Media Online Apajake dan Puisipedia. Di sela-sela kesibukannya ia masih aktif menulis.]