Corona, merupakan kata yang hampir setiap saat kini masuk ke ruang dengar kita. Virus yang begitu cepat menyebar ini sungguh berdampak di seluruh sendi-sendi kehidupan. Beberapa bulan yang lalu virus ini belum terasa imbasnya, sebagian dari masyarakat kita bahkan merasa “pasti aman” sehingga lupa bahwa perlu persiapan besar untuk menghadapi segala kemungkinan.
Pun demikian dengan saya. Berbekal keterampilan di bidang pelayanan wisata dan petualangan, saya menapaki hidup hari demi hari. Saya menikmatinya hingga bisa menjadi tulang punggung untuk keluarga kecil kami. Ibu yang mulai sakit-sakitan, ayah yang usianya sudah mendekati 70 tahun, seorang istri beserta 1 anak yang semakin tumbuh, semakin cerdas, semakin membanggakan kini berusia 4,5 tahun. Jelas, saya sebagai anak “ragil” memiliki tanggungjawab yang semakin besar.
Sebagai seorang yang bekerja di sebuah perusahaan berasaskan kekeluargaan, sekaligus menjadi freelancer membuat hari-hari saya dituntut untuk selalu lebih berhati-hati dalam menggunakan uang hasil kerja. MENABUNG merupakan satu-satunya cara untuk terus bisa MENCERAHKAN masa depan. Di rumah, kami ada bumbung dan celengan plastik untuk menahan “sisa pengeluaran” sebelum akhirnya bermuara pada dua pintu yakni rekening bank untuk mencukupi kebutuhan tak terduga. Ya, inilah sedikit “pemanasan” untuk mengantarkan cerita yang sebenarnya.
Beberapa hari berlalu, setelah Covid-19 masuk Indonesia, “tanggalan” yang menggantung di dinding mulai berkurang satu per satu lingkaran-nya. Berganti dengan keterangan “RESCHEDULED” bahkan “CANCELLED“.
Ok, fine!!! Itu tandanya saya harus sesegera mungkin menerapkan Plan B. What is this? BERTAHAN HIDUP bin SURVIVAL alias NGELMU TATAG. Dengan harapan bisa tetap menahan yang ada di tabungan dan menghemat yang ada di lumbung.
Demi menghindari kerumunan, hidup saya yang tadinya selalu RAMAI dengan TEMAN KERJA kini menjadi sepi. Kami tetap ramai di MEDSOS dengan kicauan yang rata-rata sama: MENGELUH, BERDOA, BERHARAP, MENGINGATKAN.
Bertahan Hidup di Lereng Pegunungan Utara Gunungkidul
Dusun Ngangkruk, RT 01/04, Pilangrejo, Nglipar, Gunungkidul. Itulah alamat yang tertera di KTP saya. Meskipun rumah ini sederhana, namun dari era bapak saya masih muda selalu saja menjadi tempat nongkrongnya orang-orang, dari “priyayi” hingga kelompok Kere-Hore, dari orang-orang taat hingga para penjahat, dari juragan hingga karyawan. Tak tau apa yang mereka rasakan, yang jelas ditakut-takuti dengan jalan ekstrim pun tetap saja tak ada kapoknya membawa REJEKI kepada keluarga kecil kami. Ini yang menjadi salah satu kekuatan kami untuk terus MAJU TAK GENTAR atau setidaknya merasa bahwa aku tak sendiri.