Salam Tangguh: Bertahan Hidup Saat Krisis Melanda

Tangguh hadapi coronavirus di alam perdesaan Gunungkidul. Foto: Bilal.

Dampak himbauan, aturan yang diberlakukan oleh pemerintah dalam rangka memerangi persebaran virus corona jelas membuat keadaan beruban TOTAL. Rumah menjadi sepi, keadaan menjadi mencekam, hanya suara tembang campursari yang terkadang terdengar dari perangkat audio sederhana kami. Pun demikian dengan kehidupan kami, uang tetap harus dijaga agar tetap utuh di tabungan.

Lantas, apa yang kami lakukan? Sedangkan kami harus tetap memenuhi 4 sehat 5 sempurna. Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Do’a terbaik kami panjatkan, dan usaha bertahan hidup pun kami lakukan.

Bacaan Lainnya

Ketika kami berkumpul setelah makan malam, kami merencanakan apa yang akan kami lakukan esok. Ke sawah dan di rumah itu pasti. Namun, kini ada yang berbeda yakni pertanyaan istri. “Mas sesuk kersa ora yen aku ngoseng godhong tela?” dan sebagainya. Di benak saya, yang harus saya lakukan untuk me-LOCKDOWN celengan bumbung adalah “makan cukup gizi, badan sehat, hingga krisis berakhir”. Apapun yang bisa dimakan dan itu tidak melanggar syariat pasti saya lakukan.

Lari ke hutan mulai berburu. Membuat jebakan binatang, mencari ikan, bulus, landak, tanaman pangan hutan seperti rebung bambu, pakis, sembukan, lempang, ketul, uwi, dan lainnya, hingga mulai memasang selang di sumber air yang dulu pernah kami konsumsi sebelum PAMDUS ada guna meringankan pengeluaran. Kayu bakar di pawon juga masih banyak. Cukup untuk semusim hujan ini sehingga gas LPG pun bisa kami hemat.

Hemat beras bisa kami lakukan dengan mengkonsumsi umbi-umbian. Di sini ada tanaman gadhog, senthe, kimpul, telo lung, singkong, gembili, suweg, dan sebagainya. Cukup dibakar saja sudah sangat mengurangi penggunaan minyak goreng.

Sudah menjadi kebiasaan kami, ketika awal musim hujan selalu menanam cabe, sayuran, buah, dan berbagai hasil kebun. Ini bisa sebagian kami tukarkan kebutuhan harian ke warung tetangga, agar roda perekonomian lokal tetap berputar meskipun lambat.

Dididik oleh kerasnya hidup di pedesaan membuat kami tak begitu stress menghadapi krisis ini. Hanya rasa NRIMA IKHLAS serta mengaktifkan NALURI bertahan hidup dengan ALAM seperti manusia purba membuat kami YAKIN BISA MENGHADAPI PEPERANGAN ini dengan mulus.

Berdasarkan pengalaman saya sekeluarga, minum jamu dari kebun pada saat ini dapat menjadi cara kami meningkatkan IMUNITAS tubuh. Kunyit, cengkeh, serai, temu giring, temu lawak, kunci, tekusan, dan berbagai ramuan alam kini menjadi minuman menjelang tidur dan teman sarapan kami. Semoga ini menjadi kebiasaan yang berdampak baik bagi kesehatan kami.

Sedulur-sedulur, inilah kisah saya, kisah kami, dan sebagian dari kita keluarga besar warga pedesaan Gunungkidul. Semoga badai segera berlalu. Salam dari kami di lereng puncak tertinggi Gunungkidul.

RAHAYU!

Facebook Comments Box

Pos terkait