Uwi Gembili: Bahan Pangan Berguna Namun Langka

Uwi gembili. Dok: agroteknologi.

Di Gunungkidul pada era 70-80-an, ada sebuah permaian kata yang populer disebut cangkriman. Salah satu cangkriman atau tebak perpanjangan kata yang populer saat itu adalah “Wigotidhengkul“, artinya ” Uwi ketigo mati rendheng thukul“. Uwi saat musim kemarau mati, saat musim pengujan bertunas. Cangkriman ini menunjukkan bahwa pada saat itu budi daya uwi (termasuk gembili) atau umbi-umbian sempat populer di kalangan masyarakat Gunungkidul.

Entah mengapa, kini uwi dan gembili tampaknya semakin jarang ditemukan. Walaupun masih ada anggota masyarakat yang membudidayakan, sulit menjumpai orang menjual uwi gembili di pasar. Padahal, seperti dikutip dari Wikipedia, gembili dipandang sebagai tumbuhan berpotensi besar di masa depan.

Bacaan Lainnya

Menurut hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, seperti dimuat dalam yogya.litbang.pertanian.go.id, gembili yang diolah menjadi tepung, sama dengan ganyong. Uwi gembili diketahui dapat mensubstitusi tepung terigu hingga 100 persen dalam memproduksi aneka olahan makanan. Tepung gembili sudah lolos uji ketika diolah menjadi aneka olahan makanan, contohnya kue kukus, kue kering, pangsit, cake, donat, dan bakpao.

Berbagai macam teknologi pengolahan umbi gembili, juga ganyong, telah diintroduksikan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta. Pada tahun 2012, berbagai macam teknologi pengolahan umbi gembili diperkenalkan pada sepuluh kelompok wanita tani Sleman atas fasilitas Disperindagkop Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gembili merupakan tumbuhan dari suku gadung-gadungan (Dioscoreaceae). Nama ilmiahnya Dioscorea esculenta, L. Tumbuhan ini juga dikenal melalui nama sinonimnya, yakni Oncus esculentus, Lour., Dioscorea fasciculata, Roxb., dan Dioscorea sativa, Auct.

Gembili tumbuh merambat dengan daun berwarna hijau dan batang berduri di sekitar umbi. Mengutip dari echomesteadgardening.com, tumbuhan ini dapat mencapai tinggi 12 meter.

Umbi tumbuhan ini siap dipanen 7-8 bulan setelah penanaman. Umbinya tidak terlalu besar, berdiameter 4 cm, dengan panjang 4 – 10 cm. Beratnya 100 – 200 gr, ukuran yang hampir sama dengan ubi jalar. Umbi-umbi ini biasanya bergerombol, antara 5 sampai 20 umbi, di bawah permukaan tanah.

Umbi gembili memiliki bentuk bulat sampai lonjong, namun ada juga yang bercabang dan lebar. Permukaannya licin. Daging gembili berwarna putih bersih sampai putih keruh. Kulit gembili berwarna krem sampai cokelat muda. Dengan tebal kulit rata-rata 0,04 cm, kulit gembili yang tipis mudah dilepaskan.

Manfaat dan Upaya Pengembangannya

Jurnal Online Agroteknologi menyebutkan tanaman ini berasal dari Indochina. Tumbuhan yang dalam bahasa Inggris disebut lesser yam ini, tumbuh dengan baik di daerah tropis, terutama di Asia, di daerah dengan curah hujan yang tinggi. Masa penanaman paling baik adalah pada bulan-bulan memasuki musim kemarau.

M Flach dan F Rumawas (1996) menyebutkan, gembili berasal dari Thailand dan Indochina (Vietnam), yang menyebar ke seluruh daerah tropis sesudah tahun 1500 M. Saat ini, budidaya tanaman gembili terpusat di Asia Tenggara (khususnya Papua Nugini), Osenia, Madagaskar, Kepulauan Karibia, dan Tiongkok.

Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah hutan yang menjadi habitat babi hutan. Jenis tumbuhan ini bebas gangguan binatang, karena umbinya terlindungi duri.

Umbi gembili dimakan dengan terlebih dulu direbus atau dikukus. Teksturnya kenyal, serupa dengan umbi gembolo, namun berukuran lebih kecil.

Wikipedia, menyebutkan tanaman ini juga disebut chinese yam. Karena kecenderungannya menjadi tumbuhan langka, para ahli budidaya tanaman pun menamainya hungry yam. Ahli lain ada yang menyebutnya asiatic yam.

Berdasarkan penyebarannya, gembili memiliki aneka nama. Di Vietnam, tumbuhan ini dinamakan khoai tu atau cu tu, dan biasa dimanfaatkan sebagai bahan makanan mulai dari sup sampai dengan puding. Dalam bahasa Tagalog, tumbuhan ini disebut tuge.

Di Kerala, India, gembili dibudidayakan secara luas. Di Malayalam, orang menyebutnya nana kizhangu, cheruvalli kizhangu, atau cheru kizhangu.

Di Indonesia, tumbuhan ini juga dikenal dengan nama uwi kentang, uwi asia, atau uwi cina. Nama lainnya adalah ubi aung (Jawa Barat), ubi gembili (Jawa Tengah), dan kombili (Ambon).

Gembili, mengutip dari Wikipedia, dianggap sebagai tumbuhan berpotensi besar pada masa depan. Berbagai penelitian terus dilakukan untuk melestarikan keragaman hayati dan pengolahan umbinya. Di antaranya telah dilakukan penelitian akan kemungkinannya menjadi etanol.

***

Sumber: Wikipedia, Balitbang Pertanian DIY dan Jurnal Online Agroteknologi.

Facebook Comments Box

Pos terkait