Guna mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras sebagai bahan konsumsi pokok sudah selayaknya diminta menggantikanya dengan bahan pangan lokal seperti umbi-umbian.
“Beras masih menjadi sumber karbohidrat utama sebagian besar masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat belum dianggap sarapan kalau belum memakan nasi,”
Untuk itu harus dikampanyekan gerakan pangan lokal sebagai pengganti ketergantungan terhadap beras.
Hal ini sebagai upaya antisipasi makin menyempitnya area lahan pertanian dan mahalnya harga beras.
Salah satu upaya yang dilakukan dengan terus mengembangkan potensi pangan lokal yang dimiliki seperti ubi, ketela, garut, uwi hingga gembili.
Pengamatan kami tingkat ketergantungan beras di Gunung Kidul masih tinggi karena dari sisi perhitungan mencapai 83 kilogram per kapita dalam setahun.
Untuk itu perlu terobosan kampanye gerakan untuk mengurangi makan nasi dengan mengganti sumber karbohidrat lain seperti umbi-umbian dan jagung. Selain itu, untuk kesehatan juga digerakkan makan sayur,”
Potensi makanan lokal yang berasal dari umbi-umbian bisa menjadi bahan pangan yang cocok sebagai pengganti beras.
Menurut beberapa sumber informasi terpercaya bahwa kandungan gizi, pangan lokal tidak kalah serta diklaim lebih sehat karena kaya serat dan rendah gula.
Di Gunungkidul sangat potensial dikembangkan jenis umbi-umbian yang dimiliki banyak seperti uwi, ubi jalar, suweg, gembili, garut, ganyong, ketela dll.
Dinas Pertanian perlu mereview program terkait bahan pangan lokal, mengingat area lahan yang semakin menyempit, maka program diversifikasi pangan harus digalakan sehingga bisa menjadi solusi saat adanya ancaman krisis pangan.
Untuk pengembangan tanaman pangan lokal, dinas pertanian bisa memaksumalkan fungsi penyuluh pertanian yang sudah tersebar di seluruh kalurahan se Gunungkidul.