SEPUTARGK.ID – Kesadaran masyarakat menanam pohon untuk pelestarian sumber air semakin bergairah di berbagai desa Gunungkidul. Pada setiap akhir pekan, beberapa kelompok dan komunitas akar rumput semakin giat menanam pohon di area sumber-sumber air.
Jejaring kelompok swadaya gerakan menanam pohon ini memang solid. Diluar kesamaan niat dan tujuan untuk menjaga lestarinya sumber daya air, mereka memang bekerja dengan ikhlas, sepenuh hati, dan dilandasi semangat paseduluran yang hebat. Para anggota kelompok swadaya ini merelakan tenaga, dan waktu di tengah kesibukan rutin mereka masing-masing. Bahkan terkadang mereka juga merogoh kocek dari kantongnya sendiri demi berlangsungnya kegiatan bersama.
Semangat Membara
Tanpa bantuan bibit atau keuangan dari instansi pemerintah, kelompok-kelompok swadaya ini terus bergerak. Di antara mereka ada yang telah membuat petak pembibitan tanaman secara swadaya dan swadana. Apa yang dilakukan Komunitas Resan Gunungkidul, kelompok swadaya yang terbentuk pada medio 2019 lalu setidaknya menjadi gambaran, bahwa selalu ada tindakan-tindakan nyata yang dilakukan masyarakat secara swadaya untuk menjaga sumber daya air.
Selain giat melakukan gotong-royong atau gugur gunung menanam pohon, komunitas ini sudah memiliki setidaknya 4 RBR (rumah bibit resan). Lokasinya berada di rumah pegiat komunitas. Pembibitan swadaya ini ada di Karangsari Semin, Kedungpoh Nglipar, Bleberan Playen, dan Banyusoca Playen.
Mereka secara swadaya “ndeder” berbagai jenis pohon dengan aneka cara. Dengan menyemai bibit, melakukan stek, kadang juga mencangkok. Jenis-jenis tanaman yang dibibitkan antara lain: beringin, bibis, kalpataru, bulu, klumpit, jambu air, dan tanaman lainnya yang memiliki kemampuan tinggi sebagai vegetasi penjaga air. Dengan menyediakan bibit, maka kegiatan penanaman pada bulan yang tepat diharapkan tak memiliki kendala lagi. Upaya penyediaan bibit juga menjadi sarana pembelajaran sejak dini bagi siapapun yang ingin terlibat dalam gerakan menamam pohon untuk konservasi sumber daya air.
Diluar Komunitas Resan Gunungkidul ini, tentu saja ada kelompok-kelompok lain, juga orang-orang yang secara pribadi memiliki kepedulian. Mereka telah bergerak nyata di wilayah perdesaaannya masing-masing. Upaya konservasi sumber daya air yang telah mereka lakukan di desanya masing-masing sesungguhnya juga menjadi modal dasar ketahanan masyarakat desa dalam menghadapi tantangan kehidupan yang tidak semakin ringan.
Cukupkah Menanam Pohon Hanya di Sekitar Sumber Air?
Ada beberapa belik, sumber air, atau tuk yang saat ini sudah mengering. Temuan di lapangan, matinya sumber-sumber air tersebut didahului matinya pohon-pohon besar di sekitar sumber air. Kematian pepohonan yang sering disebut resan tersebut ada yang karena lapuk termakan usia, namun tidak sedikit karena sengaja dirusak. Siapa yang merusak tanaman? Tidak perlu ditulis di sini.
Inisiasi untuk menamam pepohonan di area sumber air tentu menjadi sebuah upaya manis dalam menghadapi permasalahan matinya sumber air tersebut. Apalagi dimaksudkan untuk mengganti pepohonan yang sudah mati (dan sengaja dimatikan) atau untuk menyiapkan pengganti pepohonan dalam jangka panjang.
Namun demikian, upaya menjaga sumber daya air memang tidak akan pernah cukup hanya dengan menanam pepohonan di sekitar sumber daya air. Mengapa demikian?
Mata air atau sumber air sesungguhnya adalah sebuah keadaan alami di mana air tanah mengalir keluar dari akuifer menuju permukaan tanah. Apa itu akuifer? Akuifer adalah lapisan di dalam tanah yang dapat menampung dan meloloskan air. Secara hidrologis, mata air merupakan bagian dari hidrosfer. Apa itu hidrosfir? Secara mudah hidrosfir adalah jumlah semua air di bumi dan siklus air yang mendistribusikannya ke seluruh planet. Hidrosfer sebuah planet dapat berupa bentuk cair, uap dan es.
Mata air bisa muncul karena air permukaan meresap ke dalam tanah dan menjadi air tanah. Air tanah kemudian mengalir melalui retakan dan celah di dalam tanah yang dapat berupa celah kecil sampai gua bawah tanah. Air tersebut pada akhirnya akan menyembur keluar dari bawah tanah menuju permukaan dalam bentuk mata air.
Keluarnya air menuju permukaan tanah, dapat merupakan akibat dari akuifer terbatas, di mana permukaan air tanah berada di elevasi yang lebih tinggi dari tempat keluar air. Tipe mata air bergantung dengan asupan sumber air seperti hujan atau lelehan salju yang meresap ke dalam tanah. Kemudian yang perlu diingat, sebuah mata air dapat bersifat ephemeral (intermitten atau kadang-kadang) atau perennial (terus-menerus).
Karena itu, kawasan resapan air memiliki peran yang sangat penting dalam melestarikan sumber daya air tanah maupun untuk menciptakan keseimbangan tata air, baik air permukaan maupun air resapan yang masuk ke dalam tanah. Kelestarian dan keseimbangan sumber daya air yang tercakup di dalamnya, dalam hal ini baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya tergantung pada terjaminnya keberlangsungan siklus hidrologi yang memadai di kawasan tersebut.
Hal lain yang membuat kawasan resapan air ini penting adalah karena aliran air sangat tergantung oleh kondisi tata guna lahan di permukaan. Bila tidak ada yang bisa meresap dan tidak ada daerah yang bisa menahan laju aliran, maka pada waktu hujan air akan mengalir langsung ke laut.
Pada waktu musim kemarau karena tidak ada lagi hujan, keberadaan air di suatu tempat bergantung kepada kuantitas dan kualitas resapan dan penahan air pada waktu musim penghujan. Dengan resapan maupun penahan air yang baik dan optimal, maka kebutuhan air dapat terpenuhi di musim kemarau, karena masih ada air yang tertampung atau tertinggal di dalam tanah.
Jadi, kondisi lapisan tanah yang mampu menampung dan menahan air hujan itulah yang menjadi kunci utama kelestarian mata air. Lantas, apa dan bagaimana kaitannya dengan perlunya menamam pohon di daerah tangkapan air? Bukankah daerah tangkapan air itu berarti wilayah yang sangat luas? Berarti mesti menanam pohon di area yang lebih luas?
Air yang mengalir di mata air memang bukan barang gratis, bukan proses yang ujug-ujug ada layaknya dunia sihir. Air yang mengalir di suatu mata air bukan terbatas menjadi kepunyaan warga pemilik lahan mata air atau warga penghuni sekitar mata air. Air di sebuah mata air pada dasarnya menjadi milik bersama masyarakat yang tinggal di seluruh daerah aliran sungai termasuk daerah tangkapan air. Karena itulah, menjaga keberadaan vegetasi dan menjaga tata guna lahan di daerah tangkapan air menjadi kemestian agar mata air tersebut lestari.
Pohon dan Tata Guna Lahan
Perlu menjadi perhatian bersama, bahwa penurunan potensi air baik secara kualitas maupun kuantitas akan menjadi masalah serius pada saat ini dan di masa mendatang apabila pengelolaannya tidak dilaksanakan dengan baik dan bijaksana. Karena itu, memahami secara utuh bahwa aspek konservasi sumber daya air memiliki peran yang sangat penting.
Mengapa? Karena dampak dari kerusakan lingkungan sebagai akibat berkurangnya vegetasi di daerah tangkapan air dan perubahan tata guna lahan bakal menyebabkan kelangkaan air. Selain itu dampak risiko terjadinya risiko banjir dan tanah longsor juga menjadi ancaman nyata. Tindakan konkret untuk memulihkan keseimbangan ketersediaan air, seperti penanaman tanaman keras terutama yang bersifat menahan air di daerah tangkapan air, pengelolaan air hujan, maupun pemanfaatan air secara bijak perlu dilakukan oleh semua pihak.
Yang perlu dicatat, daerah tangkapan air dengan penutupan lahan oleh tegakan hutan (baca: tanaman) yang minim memiliki risiko hilangnya sumber mata air yang berada di bawahnya dan berkurangnya debit air terutama di musim kemarau. Air yang seharusnya dapat ditahan dan disimpan dalam tanah, akan hilang begitu saja dan menjadi aliran permukaan yang cenderung merusak lapisan tanah.
Karena itu, mari menanam pohon tidak hanya di area sumber air atau terbatas di sekitar mata air. Menanam pohon di daerah tangkapan air menjadi kemestian. Setidaknya gerakan menanam pohon di lahan milik masing-masing mesti dilaksanakan. Gayung mesti bersambut, bukan jamannya lagi bertepuk sebelah tangan. Gerakan rintisan menanam di area mata air oleh perorangan atau komunitas-komunitas seperti yang dilakukan Komunitas Resan Gunungkidul perlu diperluas dan disambut secara luas dengan gerakan menanam pohon di daerah tangkapan air.
Ide cerdas palakrama jati (kewajiban menanam pohon bagi pasangan yang mau menikah) dan wiyata jati (kewajiban menamam pohon bagi para pelajar) Bupati Darmakum Darmakusuma pada jaman dulu tidak perlu malu-malu untuk diaplikasikan kembali. Tentunya dengan pemilihan vegetasi yang lebih beragam dan cocok untuk kondisi konservasi air tanah sesuai kondisi dan tantangan terkini.
***