Klasa pandan artinya tikar yang terbuat dari daun pandan. Tikar jenis ini sangat sederhana baik dari bentuk, desain, corak maupun warnanya. Dari dulu kala hingga saat ini nyaris tak ada perubahan. Klasa pandan bahkan seperti sebuah simbol kesederhanaan, karena keluarga yang menggunakan biasanya adalah orang-orang ndesa yang hidup sederhana.
Berbeda jauh dengan tikar plastik atau tikar keluaran ‘anyar‘ yang dibuat dengan sentuhan teknologi dan diproduksi masal. Sementara, klasa pandan dikerjakan secara manual dan diproduksi skala kecil saja.
Tikar pandan memiliki keunggulan ‘anyep’ saat digunakan untuk alas tidur. Sehingga tanpa kasurpun tidur akan terasa lebih pulas. Kekurangannya terlihat lusuh, rentan serangan rayap dan proses pembuatannya yang bisa dikata ribet.
Pembuatan klasa pandan memang tak mudah. Butuh ketekunan dan proses panjang. Salah seorang pengerajin klasa pandan di Menthel, Tanjungsari, Mbok Siwuh mengatakan ,bahwa setidaknya butuh 6 tahapan untuk sampai pada tikar siap pakai/jual.
“Ribet, Mas. Paling mboten ping enem,” jelasnya.
Proses diawali dengan pemetikan daun, lalu pembersihan duri-duri lancip yang tumbuh di pinggir daun. Proses berikutnya daun pandan akan ‘dilikerke’ (digulung melingkar).
Tahapan selanjutnya, daun pandan yang sudah digulung melingkar tersebut akan dikukus selama kurang lebih setengah jam dengan tujuan daun lebih lunak dan tak gampang pecah. Dikukus ya, bukan direbus karena kalau sampai kena air panas secara langsung maka daun pandan akan melepuh.
Selesai ditiriskan, daun pandan akan dijemur sinar matahari dengan panas bagus selama 4 hari. Bila cuaca kurang mendukung, maka proses penjemuran akan berlangsung lebih lama.
Proses berikutnya adalah ‘menyisir’ daun yang lebar menjadi 2 atau 3 bagian dengan alat yang cukup unik yakni bulu landak yang ujungnya tajam. Adapun proses terakhir adalah pengayaman secara manual, dengan hanya mengandalkan ketrampilan tangan terbuka.
Ribet dan lama inilah yang menjadikan profesi pengerajin tikar pandan ditinggalkan oleh generasi muda. Mereka menganggap hasil yang didapat ‘ora cucuk’ dengan tingkat kesulitannya. Belum lagi akses pemasaran yang amat terbatas. Maka saat ini menganyam tikar pandan hanya dilakukan oleh simbah-simbah yang tak terlalu berorientasi pada hasil (uang).
Hampir sama dengan kukusan, irik dan kepang, klasa pandan secara fungsional harian sudah sekian lama ditinggalkan orang-orang yang lebih memilih tikar plastik atau karpet dengan segala keunggulannya. Maka hampir tak lagi bisa kita jumpai orang-orang tidur, rebahan atau duduk di atas tikar pandan.
Namun demikian nasib klasa pandan lebih beruntung. Eksistensinya tertolong tradisi. Orang Jawa akan tetap menggunakan klasa mendong sebagai alas sesajen mereka dan tak akan menggantikannya dengan tikar plastik ataupun karpet walau barang-barang itu lebih indah dan bagus mutunya.
***
Lokasi: Mojosari, Hargosari, Tanjungsari