Siang yang panas ngetak-entak kini redup sudah tertutup awan hitam yang menggelayut di langit Jakarta. Aku masih bertahan dengan segala prosedur kesehatan yang ketat yang harus dijalankan. Ini semata-mata untuk memenuhi apa yang dibilang banyak orang “ora obah ora mamah”.
Masa pandemic yang entah kapan hal ini akan berakhir, aku masih tetep bekerja dengan amat sangat rajinnya….. Cieeeee.
Sesampainya di rumah sehabis kerja keras, dengan “memengnya” aku paksakan untuk segera mandi guna memberikan kesegaran tubuh. Juga menerapkan prosedur kesehatan yang mana daripada setelah lelungan harus langsung mandi dan berganti baju dan barulah bisa menemui keluarga.
Rasa-rasanya hari ini agak spesial dan ngowah-owahi adat ketoknya, karena setalah aku mandi dan bersih-bersih diri di meja, telah tersaji teh manis hangat dan juga sepiring kue-kue. Eehhhmmm ada apa gerangan nih tumben-tumbenan Mba Bojo kasih perhatian lebih padaku. Jadi curigation aku.
Aku nikmati teh manis hangat yang tersaji di “cangkir blirik”. Emang benar kata simbah-simbah jaman dulu ngomong bahwasanya teh bikinan istri itu nikmatnya mengalahkan teh buatan hotel bintang tujuh…aiiisssss, ngandel men.
Tanpa banyak bicara maka temen-temennya teh manis hangat kuperhatikan satu per satu, dan kulihat ternyata di antara kue pancong terdapat kue cucurnya, mak *gragap *hatiku terkesima melihat kue cucur yang tersaji.
Membuat kelingan jaman sekolah mbiyen, kue CUCUR itu seketika membangkitkan kenangan indah aku saat duduk di kelas tiga SMA swasta di Wonosari. Pada waktu itu aku mempunyai pacar yang cantik manis baik hati dan tidak sombong, rumah pacarku ada di daerah Wiladeg, maka setiap malam minggu aku ndak ada absen untuk selalu berkunjung ke rumah pacarku.
Malam Minggu saat aku ngapel, kok ndilalah Ibu pacarku katanya mau ke Jakarta mengunjungi anaknya. Nah untuk oleh-oleh Ibu pacar, aku menyuruh pacarku untuk beli kue cucur di daerah Karangmojo. Tempatnya lumayan jauh juga dari rumah pacarku, maka tanpa *babibu * aku sebagai calon mantu…cieeeeee dengan PD-nya menawarkan diri untuk mengantar pacarku membeli kue cucur di daerah Karangmojo. Dan ternyata gayung bersambut Ibu pacarku menyetujui akan permintaanku.
Tanpa basa-basi, maka Yamaha L2 Superku sudah menderu di jalan aspal menuju Karangmojo untuk membeli kue cucur. Wuuiiihhhh…. rasane dingin-dingin empuk wong pacarku mbonceng belakang perpegangan erat. Pokoknya tak tergambarkan senangnya hatiku saat itu.
Namun, lagi enak-enaknya menikmati jalanan aspal yang basah habis terguyur hujan. Dumadakan motor yang kubawa ndredet ajuk-ajuk, dan akhirnya mati mesinnya. Telo jebul bensinnya habis. Waduuhh cilaka pitulikur inih. Dengan sangat amat terpaksa kudorong motorku mencari penjual bensin eceran terdekat. Dan tentu saja pacarku, kuminta untuk menunggu saja. Kasihan aku kalau ikutan dorong-dorong motor.
“Mas ono duwitte po ra?” Sapa lirih pacarku.
“Tenang rasah kuwatir Dik!” Sahutku dengan mantap.
Janjannya aku degdegkan, wong duwit dalam dompetku kelihatannya ndak cukup untuk beli bensin. Dengan sedikit usaha, aku mbujuk yang jual bensin untuk mau menerima KTPku buat jaminan pembelian bensin. Singkat cerita semuanya berjalan dengan lancar dan tidak ada kendala suatu apapun.
“Ayah sebentar lagi mama ulang tahun ya, mau makan di restoran mana kita?” Sapa lirih Mba Bojo.
Nah loh………
Mosok terbayang bakal terulang lagi akoh ninggalin KTP. Khan saru kalau bener kejadian.
TELO…….
***
Tertanda: Penggemar Tongseng Pasar Argosari.