Pada saat gempa Yogyakarta 2006, Mbokde Sagiyem, asisten rumah tangga kami ditanya seseorang, “Piye Mbok omahmu? Bagaimana rumahmu?” Dia menjawab dengan senyum renyah, “Alhamdulillah namung dhoyong.”
Alhamdulillah rumanya hanya miring. Itu artinya rumahnya hampir roboh. Menariknya dia menyampaikannya dengan ringan seolah tanpa beban. Bicara soal beban, sebenarnya bukan soal besar kecilnya masalah, tapi lebih tentang ketahanan mental dan persepsi.
Penderitaan sejak kecil, telah membuat Mbokde lebih tahan mentalnya. Gempa dan rumah dhoyong bukan masalah besar buat dia. Ia telah melewati derita yang lebih besar, sehingga Mbokde lebih cepat menerima keadaan, dan tidak terlarut dalam kedukaan yang panjang. Meski ia punya tanggung jawab yang besar saat itu.
Pada dasarnya setiap manusia mampu melewati kedukaan untuk sampai dalam tahap menerima. Menurut teori Kubler Ross, ada lima tahap dalam menghadapi kedukaan, yakni: 1) menyangkal, 2) marah, 3) menimbang, 4) depresi, dan 5) menerima.
Hari ini kita menghadapi kedukaan bersama. Sudah sampai di tahap mana tahap kedukaan kita?
1.Menyangkal: “Kok bisa ini terjadi begitu cepat? Kenapa harus kita yang kena dampaknya?”
2.Marah: “Ini salah pemerintah, kurang tanggap. Masyarakat juga “bandel” tidak patuh pada pesan kesehatan.”
3.Menimbang: “Kalau saya tidak patuh bisa kena penyakit dan menularkan, tapi kalau saya diam di rumah mau makan apa?”
4.Depresi: “Memang ini salah saya. Hidup saya selalu menderita. Saya orang yang tidak beruntung.”
5.Menerima: “Ya, ini memang kenyataan yang harus diterima. Toh semua juga mengalami kesulitan.”
Berapa lama waktunya seseorang sampai dalam tahap menerima? Hal ini tergantung kematangan kepribadian seseorang, dukungan sosial dan nilai nilai spiritual serta religinya.
Semakin lama dalam penyangkalan dan kemarahan, semakin habis energi kita, terlebih bila sampai depresi. Tidak hanya daya tahan tubuh yang turun, tapi juga tidak bisa berfikir jernih.
Untuk bisa berfikir jernih, seseorang harus tenang dan relaks. Saat itu gelombang alfa pada otak bekerja. Gelombang alfa akan memunculkan ide kreatif.
Bukankah dunia saat ini dikuasai orang orang yang kreatif dan mampu beradaptasi? Mengutip teori evolusi Darwin, “Makhluk lolos dari seleksi alam adalah mereka yang mampu beradaptasi.”
Ayo, tetaplah kreatif dan beradaptasi. Semua pasti terlewati.
***
Penulis: Ida Rochmawati, psikiater di RS PKU Muhammadiyah Wonosari dan di RSUD Wonosari Gunungkidul Yogyakarta, dan pegiat di LSM Imaji Gunungkidul.