Paga Menjadi Tempat Menyimpan Jagung di Atas Tungku

Menyimpan panenan jagung ala dusun, ditarung di paga di atas pawon. Foto: Woro.

Musim panen jagung telah tiba. Para petani wutun di pedesaan Gunungkidul punya cara berbeda dalam memperlakukan hasil panen jagung, di mana mereka tak akan menjualnya secara bersamaan. Hasil panen jagung akan mereka ‘awet-awet’, dihemat, biar tak cepat habis.

“Awet jagunge tinimbang arta, ” ujar Mbok Rubiyem, warga Menthel seolah mewakili petani-petani wutun di pedesaan.

Bacaan Lainnya

Para petani di pedesaan memiliki teknologi alamiah sederhana untuk mengawetkan jagung yakni dengan menaruhnya di atas “paga”. Paga adalah sebuah papan berbentuk persegi yang terbuat dari kayu atau bambu yang dirancang amat sederhana dan longgar. Prinsipnya Yang penting bisa kuat dan muat diberi beban tumpukan jagung.

Di bawah paga ada pawon (tungku) yang mesti aktif dan sering-sering digunakan sehingga mampu mengasapi jagung. Kepulan asap inilah yang mampu mengurangi serangan hama bubuk (kutu), sehingga jagung tak mudah rusak.

Jagung yang ditaruh di atas paga adalah jagung kering yang belum terkelupas klobot-nya (kulit) dan kawul-nya (rambut). Sebagian petani memilih mengikat jagung menjadi ikatan yang terdiri dari 15 hingga 20 buah jagung. Sebagian lagi memilih menata satu per satu jagung tanpa diikat. Klobot jagung akan berwarna hitam pekat setelah pengawetan berlangsung lebih dari sebulan.

Dari sisi kualitas, jagung yang akan disimpan di atas paga adalah jagung dengan mutu terbaik, ukurannya besar, halus dan klobot membungkus hingga ujung. Adapun jagung dengan kualitas kurang bagus akan jadi prioritas untuk dijual. Pengawetan tradisional ini bisa berlangsung 4-6 bulan, atau bahkan setahun tergantung sering tidaknya pawon digunakan dan juga banyak sedikitnya asap yang mengepul.

Di masa lalu, saat warga Gunungkidul masih menjadikan nasi jagung (bledak) sebagai makanan harian, tujuan menyimpan jagung di paga adalah sebagai semacam management bahan pangan. Di mana jagung akan diambil sedikit demi sedikit setiap harinya. Dalam perspektif inin paga memiliki fungsi mirip bodhag atau lumbung, di mana digunakan pula untuk tempat persediaan pangan.

Di masa kini, saat makanan pokok warga telah sepenuhnya nasi/beras (karena bledak hanya sebagai makanan nostalgia saja), fungsi jagung di atas paga sedikit mengalami ‘evolusi fungsi’. Jagung tak lagi sepenuhnya untuk pemenuhan makanan pokok, namun meluas ke kebutuhan lain. Bisa untuk kebutuhan sosial, membeli makanan tambahan, bayar biaya sekolah atau yang lain.

Yang sering saya jumpai, para petani akan mengambil jagung dari paga pada hari pasaran, di mana pasar lokal dibuka. Seperti di Dusun Menthel misalnya, pada hari pasaran Pon, pagi-pagi sekali para simbok tani biasanya akan membawa jagung secukupnya ke pasar. Mereka menjualnya ke ‘jagrak‘ (pengepul palawija) dan uangnya akan mereka belanjakan bumbon, tahu tempe, kerupuk, atau jajan pasar.

***

Lokasi: Pakel, Hargosari, Tanjungsari.

***

Facebook Comments Box

Pos terkait