Pada saat pulang kampung, tepatnya pada hari Minggu aku dengan mba bojo pagi hari kloyong- kloyong, maksud hati ingin berkunjung ke rumah kaka ipar di daerah Mulo. Kaka ipar kebetulan juga pulang kampung, maka kami janjian untuk ketemu di rumahnya. Menyusuri jalan kenangan dari Wonosari arah ngidul mengarah ke pantai Baron dan sekitarnya, itu memang syahdu nda, ternyata aku dan mba bojo kepagian perginya, karena kaka ipar aku masih nyekar di makam leluhurnya, maka untuk mengisi waktu aku putuskan untuk mampir di destinasi wisata berupa Geo Park kelas dunia yaitu Ngingrong.
Welok, kata pertama yang aku ucapkan, ternyata di tanah kelahiranku Gunungkidul telah hadir pasar ekonomi kreatif yang sangat membanggakan. Bagaimana tidak bangga di Ngringrong telah hadir “DESTINASI DIGITAL PASAR NGINGRONG” yang mengabungkan antara pasar kuliner dengan obyek wisata berupa Geo Park – luweng atau jurang jero.
Selain destinasi wisata Geo Park ternyata pengelola atau mungkin pemerintah daerah menghadirkan destinasi digital pasar Ngingrong dan ini menjadi kebungahan yang berlebih buat aku, mangkin bertambah-tambah setelah tahu “DESTINASI DIGITAL PASAR NGINGRONG” menjajakan kuliner tradisionil, buat para perantau seperti aku, mungkin ini menjadi seperti sebuah surga makanan yang mana kuliner yang dijajakan di sini amat sangat jarang atau bahkan tidak ada sama sekali ditemukan di tempat rantau.
Dari dari sekian makanan tradisionil yang dijajakan, aku terfokus pada kudapan legend yang sudah turun-temurun ada di Gunungkidul, apakah itu ? tidak lain dan tidak bukan adalah Puli dan Tempe.
Puli adalah makanan yang memiliki testur kenyal dan dipotong-potong berbentuk kotak, berbahan dasar dari beras yang dimasak dijadikan seperti nasi lalu diberi bumbu kemudian ditumbuk untuk mendapatkan testur kenyal. Rasanya gurih dan syahdu, konon katanya puli ini merupakan makanan yang cukup mewah, karena tidak semua orang mampu untuk membeli beras. Adapun paduan yang pas dengan puli adalah Tempe bacem .
Tempe disini berbeda dengan tempe yang kita temuin di tempat rantau, karena di tempatku merantau pada umumnya tempe kedelai dibungkus dengan plastic dan menggunakan kedelai impor yang gedi-gedi itu, berbeda dengan tempe yang di jual di tempat ini, selain menggunakan bahan dari kedelai lokal sing cuilik-cuilik itu, tempe di sini biasanya dibungkus dengan daun jati, jadi kalau dibandingkan rasanya ya uuuaaaddoohhh mas, huenak yang lokal serta dibungkusnya dengan daun jati.
Kembali pada “DESTINASI DIGITAL PASAR NGINGRONG” Dengan perpaduan destinasi wisata dengan pasar kuliner ini, sejauh yang akuh rasakan sudah klop pokoke top margotop, pesen tetep konsinten menjaga ini semua agar tetep moncer lan kesuhur sampai monco negoro, sekali lagi welok……
***CATATANKU : Ada yang ndak bois, aku menemukan masih ada pengunjung yang tidak ikuti tata laksana belanja di pasar kuliner ini, tidak menukarkan uangnya dengan koin yang disediakan oleh pengelola dan dengan sangat enaknya pembeli itu membayar dengan uang tunai tanpa menukar ke koin dulu, dan cilaka pitu likur penjualnya juga menerima ajah, ha lak ndak bois blass to kalau gini……salam
Tertanda : Penggemar Tongseng Pasar Argosari.